Tuesday, July 19, 2022

Proses Kreatif | Kebablasan Rihat Menulis!

 Oleh Encep Abdullah



Menulis sebuah proses kreatif setiap pekan, adakalanya menjenuhkan. Pada momen kali ini, saya sedang merasakan hal itu. Bulan depan, setahun sudah saya menjalani ritual menulis di kolom ini. Satu sisi saya senang, satu sisi merasa stagnan (begini-begini saja).


Salah satu yang membuat jenuh adalah bahan. Sejak pagi saya belum mendapatkan bahan. Beberapa tulisan yang lalu juga sebenarnya sering begitu. Untung dapat disiasati dengan hal-hal yang kadang tak diduga bisa jadi bahan tulisan. Misalnya sebelum saya menulis, saya chattingan dengan seseorang teman, ternyata cocok sekali untuk diangkat. Tinggal saya olah redaksinya agar menarik dibaca dan bisa dinikmati. Tulisan pekan lalu pun, orang yang saya chatting itu malah kaget, "Kok, bisa jadi keren gini ya percakapan kita?"


Dan percayalah, kita kadang suka meremehkan hal-hal kecil yang mungkin pernah kita kirim kepada orang lain melalui pesan WA dll. Ternyata di sana bisa diolah jadi bahan tulisan dan renungan hidup. Kalau tidak percaya, coba Anda cari pesan WA Anda yang isinya mengharukan atau isinya curhatan pengalaman hidup yang luar biasa dari teman Anda. Anda susun dalam bentuk dialog atau narasi. Kalau tidak bisa, berarti Anda memang tidak bakat menjadi penulis. Sudah, jangan dipaksa!


Kalau tidak ada bahan, biasanya saya pancing dengan iseng membaca buku. Kebetulan yang saya temukan di rak buku adalah buku Mengukir Kata, Menata Kalimat karya Andrias Harefa. 


Buku ini hanya memuat 12 subjudul: Memutuskan Jadi Penulis, Bagaimana Mengelola Ide, Percaya Diri pada Konteks, Belajar dengan Menulis, Emosi dan Rasa Bahasa, Meramu Buku Laris, Branding Through Writing, Menulis Buku= Menulis Artikel, Di Balik Manusia Pembelajar, Infrastuktur Pengetahuan, Visi Menulis 100 Buku, dan Masa Depan Dunia Penulisan.


Apa yang disampaikan orang-orang tentang proses kreatif menulis memang tak pernah membosankan meskipun yang diangkat adalah persoalan wilayah itu-itu saja. Kalau ada diskusi karya, seminar kepenulisan, atau bedah buku, larinya pasti tentang seputar proses ide kreatif. Dan proses kreatif setiap orang berbeda-beda meskipun menuliskan tema atau genre tulisan yang sama-- saya bicara prosesnya, bukan isi tulisannya.


Dari setiap halaman buku Andrias ini, ada bagian kalimat yang menyita perhatian saya. Andrias mengutip perkataan Prof. Franz Magnis Suseno bahwa menulis buku di Indonesia itu kebodohan. Royaltinya tidak seberapa usahanya luar biasa, lebih baik menulis artikel di koran. Penghargaannya lebih tinggi, usahanya relatif lebih mudah.


Itu juga yang saya rasakan. Lebih tepatnya bukan royalti dari penerbit, tapi keuntungan penjualan pribadi. Maka, saya tidak terlalu berharap untung banyak dari buku yang saya jual. Tapi, saya punya untung dari buku orang lain yang cetak di penerbitan saya. Haha. Ya, namanya juga bisnis selfpublishing. WA saya saja kalau mau cetak buku, ya. 


Menulis buku, menjualnya sendiri, matian-matian merayu kawan via WA dan medsos untuk membeli, nyatanya tak sesuai harapan. Kalau bagi saya, buku karya pribadi yang saya cetak sekadar dan masih sebatas untuk arsip hidup. Sejauh ini saya merasa belum bisa kaya dengan cara menjual buku karya sendiri. Selebihnya mencari uang dengan "kuli" berlabel "pengabdian" layaknya orang pada umumnya. Kalau Anda masih ngotot pengin "kuli" model kayak Tere Liye yang royalti bukunya wow, silakan. Kejarlah! 


Di dalam buku Andrias Harefa ini, ada 50 kutipan pendek Tips Menulis di pojok kanan halaman buku. Walaupun klise, saya coba tulis ulang 15 tips dari buku tersebut agar sedikit menambah imun kerja menulis kita.



1

Apa yang harus Anda lakukan untuk memulai belajar menulis? Satu-satunya jawaban adalah "Praktik!". Hanya dengan melakukannya Anda menjadi bisa menulis!


2

Untuk bisa menulis, orang harus mulai dari keyakinan bahwa hal itu "memang bisa" dilakukan, setidaknya bagi siapa pun yang sudah pernah duduk di Sekolah Dasar.


3

Untuk bisa menulis yang mungkin diperlukan bukanlah suatu "bakat" istimewa, tetapi pada lebih keinginan dan minat yang besar untuk mau belajar dan membangun kebiasaan menuangkan gagasan lewat tulisan.


4.

Mereka yang suka menulis buku harian hampir bisa dipastikan dapat mengembangkan keterampilannya menjadi seorang penulis.


5

Agar keinginan menulis Anda menjadi lebih kuat, buatlah sebuah daftar "keuntungan" jika Anda mahir menuangkan gagasan lewat tulisan.


6

Pertanyaan pertama yang perlu Anda jawab, bukanlah "apa" yang harus aku tulis, tetapi "mengapa" aku ingin menulis?


7

Menulis bisa gampang kalau ada visi, ada tujuan yang jelas, yakni tujuan yang membangkitkan motivasi juang, motivasi untuk berkarya.


8

Rajinlah mengunyah-ngunyah pertanyaan, dan Anda akan mudah menemukan ide-ide yang bisa ditulis, sehingga menulis jadi gampang.


9

Pemicu ide itu ada di mana-mana, yang dibutuhkan hanyalah suasana hati yang kondusif dan kebiasaan mengamati situasi sekitar.


10

Menulis itu seperti menggauli gagasan, sehingga kalau gagasan tidak disayang-sayang, pasti menulis menjadi sulit sekali. Dan jika gagasan atau ide sudah muncul dan tak cepat disalurkan, bisa- bisa ide itu menguap terkena "panas" kesibukan sehari-hari. 

 

 11

Menulis adalah cara efektif untuk belajar. Dengan menulis Anda akan membiasakan diri untuk niteni (mengamati), nirokke (meniru), dan nambahi (menambahi) apa yang menjadi perhatian Anda.


12

Menulis itu gampang kalau punya cinta. Segampang seorang remaja belia menulis puisi-puisi romatis ketika merasa "jatuh cinta".


13.

Jika ingin meningkatkan person branding Anda, terbitkanlah tulisan Anda! Apa pun jenis publikasi, termasuk buku, yang dilakukan secara konsisten, bisa meningkatkan personal branding Anda.


14

Jangan merasa menjadi manusia yang kredibel hanya dengan bicara doang, menulislah! Segeralah beralih dari sekadar berwicara secara "lisan" untuk berwacana secara "tertulis."


15.

Adakalanya Anda harus berhenti sejenak, mengambil jeda, saat di mana kita memang tidak mungkin meracik kata-kata, saat di mana menata kalimat menjadi terasa sulit; bukan karena kesulitan teknis, tetapi itu karena Anda tidak bisa menulis dalam suasana hati yang tak kondusif! Jadi, rihatlah sejenak....



Kembali kepada rasa jenuh saya menulis. Jenuh sih jenuh, tapi tetap menulis juga. Menjadi penulis seperti saya suatu keabsurdan. Membaca kembali poin 1--14 di atas, saya merasa semangat menulis kembali bagaimana dan apa pun pun kondisi saya. Namun, membaca poin ke-15, saya jadi punya alasan untuk berhenti sejenak menulis, bahwa saya tak perlu semangat-semangat amat dalam menulis. 


Wahai, penulis! Rihatlah! Rihatlah! Terus rihatlah! Sampai Anda puas dan tak kembali menulis lagi!


Kiara, 19 Juli 2022


______

Penulis


Encep Abdullah, penulis yang maksa bikin kolom ini khusus untuknya ngecaprak. Sebagai Dewan Redaksi NGEWIYAK, ia butuh tempat curhat yang layak, tak cukup hanya bercerita kepada rumput yang bergoyang atau kepada jaring laba-laba di kamar mandinya. Buku kolom proses kreatifnya yang sudah terbit Buku Tanpa Endors dan Kata Pengantar (#Komentar, April 2022).