Tuesday, October 19, 2021

Sosok Inspiratif | M. Nanda Fauzan | Penulis yang Bercita-cita Jadi Juru Masak

 



Muhammad Nanda Fauzan, lahir di Lebak, Banten, 31 Maret 2000. Mahasiswa Filsafat di UIN Banten. Senang membaca, dan menulis kalau sempat. 




1. Bro, kenapa sih kau memilih jalan sebagai penulis? 


Saat kecil, sebetulnya aku punya cita-cita buat jadi juru masak di kapal pesiar. Itu pekerjaan menarik pasti. Maksudku, kau dibayar sekaligus punya kesempatan bertamasya mengelilingi dunia; lebih dari itu, kau bertanggungjawab soal urusan perut orang lain. Betapa mulia. 


Tapi waktu mengubah semuanya. Ternyata kemampuan berenangku buruk, ternyata hidup di kapal harus berakrab dengan segala ancaman (ancaman terburuknya mampus dihajar badai; kemungkinan terbaiknya dimamah oleh ikan Paus seperti seorang Nabi), ternyata aku malah kuliah di filsafat. Dan aku yakin tidak akan ada nakhoda yang sudi memelihara filsuf di geladak kapal mereka.  


O, ya, aku tidak pernah--dan sepertinya tidak akan pernah--bercita-cita menjadi penulis, atau dalam kalimat pertanyaanmu, "memilih jalan sebagai penulis." Itu terjadi begitu saja. Gabungan antara rasa bosan, tradisi membaca, dan kere. Kalau satu dari tiga faktor itu hilang, pasti aku akan menjadi sosok yang sama sekali berbeda.  




2. Bagaimana awal mula tulisan-tulisanmu bisa tembus media, terutama bisa rutin jadi penulis setia mojok.co dan apa kesulitanmu menulis di media lain selain itu?


Karena mengirim, karena mengirim, dan karena mengirim. 


Soal kesulitan saat menulis untuk media lain, aku belum merasakan itu. Karena sebetulnya aku juga tidak produktif-produktif amat, dan gak punya ambisi untuk--katakanlah--dimuat di media A, atau B, atau C, dengan segmen pembaca berbeda. Kalau saldo rekening masih cukup buat bertahan hidup selama dua bulan, akan lebih sedap kalau menghabiskan waktu dengan membaca, ketimbang berusaha menulis untuk media A, atau B, atau C.  

 



3. Kabarnya, dalam menulis, kau tidak punya guru khusus. Dari mana kau belajar ilmu menulis itu? Apakah belajar dari Jin Tomang atau mengandalkan ilmu laduni? 


Tidak ada guru khusus. Apalagi guru dalam pengertian yang konvensional: pakai metode, menjalankan kurikulum, dan mengajari secara intens.


Tapi, aku punya beberapa teman yang darinya aku banyak belajar, baik secara langsung atau tidak langsung. Misalnya Adam Yudhistira, Erwin Setia, Abu Rifai, Karim, Lutfi Maula, Fahrul Ulum, dan banyak lagi. 


Oh, ya, juga dari kebiasaan membaca. Dengan kata lain, kepada para penulis yang bukunya ada di rak bukuku, aku berutang banyak. 




4. Pertanyaan terakhir ini, mungkin pembaca sudah sangat menunggu. Mengapa sampai saat ini kau belum bikin buku sendiri?


Aku belum punya rencana untuk menerbitkan buku dalam waktu dekat. Dan aku belum memikirkan alasan terbaik untuk keputusan itu.




__

(Tukang Nanya: Encep)