Tuesday, April 5, 2022

Proses Kreatif | Kapan Waktu Terbaik Menulis?

 Oleh Encep Abdullah



Sebelum saya memulai menulis ini, saya makan jagung dulu. Juga ditemani es kopi. Segar. Nikmat sekali rasanya. Sambil mikir mau nulis apa, perut sudah dalam keadaan kenyang. Keuangan juga ya tidak seret-seret amat. Cukup buat beli sebotol sirup Fortuna yang mahal itu.


Di saat kondisi penulis seperti saya ini, kok kayaknya tidak ada yang gereget amat ya. Perut aman. Pikiran cukup aman. Selain itu, beberapa hari ini saya juga tidak begitu apdet membaca berita atau sibuk membaca wacana para penulis di media sosial atau gandrung membaca buku. 


Saya sibuk mengurusi buku terbaru saya, buku NGEWIYAK Vol.I, dan buku-buku kenangan sekolah, juga buku Sibro, anak #Komentar yang katanya mau bikin buku puisi. Baguslah Bro, ada pergerakan. Jangan cuma penginnya doang bikin buku, tapi tidak ada usaha sama sekali. Banyak tuh penulis yang model begitu. Minimal Kau dekati saya. Tapi, nanti dulu ya. Saya kerjakan dulu agenda-agenda yang perlu saya bereskan dulu. Semoga bukumu itu tidak mengecewakan saya. Kalau bukumu jelek, saya kasih ke tikus. Haha.


Dalam situasi begini, memilih menulis dalam keadaan perut kosong atau kenyang adalah hak setiap orang. Karya yang dihasilkan tentu bakal punya ruhnya masing-masing. 


Saya pribadi, selama ini, lebih sering menulis dalam kondisi perut kosong dan suasana yang tidak begitu nyaman. Hanya, kali ini, dan jarang sekali sebenarnya, saya menulis dengan kondisi yang begitu puitis. Menulis di teras rumah, ditemani gemericik hujan, suara-suara tadarus, juga kopi dan jagung, anak-istri sudah tidur, tidak banyak suara gaduh. Wah, benar-benar nikmat. 


Kadang dalam kondisi begini, bagi sebagian penulis sangat membahayakan. Mereka bakal memilih selonjoran, fokus ngudud dan ngopi, daripada menulis. Saya mengapresiasi diri saya sendiri karena berhasil tidak memilih lehong-lehong karena saya harus mencatat sesuatu untuk hidup saya.


Dalam kondisi yang sebaliknya pun, saya sangat syukuri. Misalnya seharian perut kosong. Karena selama itu saya juga bisa lebih fokus menulis. Saya tidak terganggu harus makan siang atau ngemil. Karena kalau terlalu kenyang, saya bisa terganggu dengan perut mules, boker, bolak-balik kamar mandi, dsb. 


Dulu, zaman kuliah, saya ngerjain skripsi seharian di kamar karena saat itu dalam kondisi puasa. Keluar rumah hanya saat salat dan ke kamar kecil. Kalau makan paling tipis-tipis. Bahkan karena saking fokusnya menulis, lupa kalau belum makan. Artinya, fokus menulis bisa jadi obat penunda lapar. Maka, bagi Anda yang ingin membuang rasa lapar seharian, kuncinya adalah fokus menulis. Tahu-tahu sudah Lebaran. Kalau yang belum pernah mencoba pasti dikira apa yang saya katakan ini omong kosong. Coba saja!


Dalam kondisi lapar, saya juga bisa memberesi pertetekbengekan buku terbaru saya sejak usai subuh sampai tengah malam. Dan, selesai. Kalau masih ada yang kurang, saya perbaiki besoknya lagi. Sedikit gangguannya paling hanya suara-suara anak saya dan ocehan istri. Tapi, saya jadikan itu sebagai sebuah iringan musik rok dalam rumah. Saya nikmati saja. Yang paling berat bagi saya adalah mengalahkan rasa kantuk. Kalau mata sudah memaksa untuk beristirahat, tidak ada yang bisa menghalanginya untuk tetap melotot meskipun harus minum kopi satu baskom.


Kepada Anda yang selalu mengeluh menyelesaikan tulisan dalam kondisi begini dan begitu, nikmati saja. Jangan siakan selagi punya waktu luang. Jangan siakan selagi ada kesempatan. Kalau kesempatan-kesempatan itu Tuhan cabut dari hidup, Anda bisa kelabakan mencari waktu terbaik untuk menulis. Dan, itu pun harus dinikmati juga, karena siapa tahu dalam kondisi yang kelabakan dan keterdesakan itulah sebenarnya tulisan-tulisan Anda memberikan warna lain, bahkan menghasilkan karya yang fenomenal.


Tabik!


Kiara, 5 April 2022



____

Penulis

Encep Abdullah, penulis yang maksa bikin kolom ini khusus untuknya ngecaprak. Sebagai Dewan Redaksi, ia butuh tempat curhat yang layak, tak cukup hanya bercerita kepada rumput yang bergoyang atau kepada jaring laba-laba di kamar mandinya.