Cerpen Marina Triardiansah
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)
Namanya Dirman , dia adalah sosok seorang bapak yang pekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidupnya ,dia mempunyai tiga orang anak. Selama ini dia menghidupi keluarganya dengan menjadi seorang Nelayan.
Tok...tok...tok..
"Assalamualaikum,"
"Wa'allaikumussalam eh Pak Hardi mari masuk pak," Seorang perempuan berusia 45 tahun itu membuka pintu dan mempersilahkan masuk tamunya.
"Terima kasih bu, oh iya Pak Dirmannya ada?" Tanya Sahabat karib Dirman itu.
"Ada pak, sebentar saya panggilkan,"
"Pak..bapak... Kamu dicari pak Hardi!" Teriak Bu Arsih istri pak Dirman.
Karena tidak mendapat jawaban, Arsihpun menyusul suaminya itu.
"Paaaak?"
"Iya bu, bentar lagi bapak masih panggilan Alam,"
Bruuuut...bruuut...
Tiba-tiba suara itu terdengar Arsih saat menunggu suaminya di depan toilet.
"iiiih bapak iiih jorok," Bu Arsih bergegas pergi.
Lima menit kemudian Dirman baru saja selesai menuntaskan hajatkan dan segera menuju ruang tamu.
"Eh Hardi, siang-siang sudah di sini aja," Sapa Dirman.
"Iya man, persiapan sore nanti kan kita mau menjaring ikan di laut,"
"Oh iya ya, aku sampai lupa soalnya kan tadi pagi kita semua dilarang menjaring ikan dengan alasan yang tidak jelas sama pak lurah,"
"Maka dari itu kita harus berangkat sore nanti,"Usul Hardi sedikit memaksa.
"Assalamualaikum," ucap Gadis cantik berseragam putih abu-abu itu.
"Wa'alaikumussalam," jawab Dirman dan Hardi bersamaan.
Dirman heran mengapa wajah putri sulungnya itu terlihat murung dan sedih bahkan dia juga tidak menyapa Hardi padahal dia adalah orang yang supel.
"Eh har, aku tinggal dulu ya, mau susul Kalia kelihatannya ada yang janggal, kamu tunggu di sini bentar ya," Ucap Dirman.
"Siap Man," Jawab Hardi tidak keberatan.
Dirman membuntuti Kalia sampai ke kamarnya.
"Nduk, kamu kenapa murung gitu ,coba cerita sama bapak apa ada yang menyakitimu?" Selidik Dirman.
Tiba-tiba Kalia merogoh Hp miliknya dari sakunya.
"Nih bapak lihatkan, hpku sudah ketinggalan jaman, hpku gak ada kameranya, sementara Hp temen-temenku canggih semua bahkan kameranya sampai 4 segede Boba, aku juga pengen pak," Ucap Kalia sesegukan meluapkan isi hatinya.
Seketika Dirman memeluk sang anak sambil menenangkannya.
"Sabar Nduk Cah Ayu, Bapak nabung dulu ya, nanti sore doakan bapak dapat ikan banyak biar bisa segera beli handpone seperti temen-temen kamu,"
"Serius pak, bapak mau beliin tapi itu harganya jutaan lo pak," ucap Kalia tidak percaya.
"Apapun akan bapak usahakan untuk anak-anak bapak, jangan nangis lagi ya,"
"Siap bapak," Jawab Kalia dengan nada Antusias.
Setelah itu Dirman menemui Hardi untuk menyiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk menangkap ikan di laut. Diantaranya adalah Jaring, Kait, Umpan dan Tali.
Hari menjelang Sore, Dirman dan Hardipun bersiap pergi ke Dermaga.
"Bu, bapak sama Hardi pergi ke Dermaga dulu ya," Pamit Dirman.
"Iya pak, hati-hati semoga hari ini kita semua dapat ikan banyak biar bisa makan enak,"
"Aamiin," Ucap Dirman dan Hardi serentak.
"Kami pamit dulu ," Ucap Hardi.
"Assalamualaikum,"
"Wa'alaikumussalam,"
Setibanya di Dermaga, Dirman dan Hardi sudah disambut oleh ketiga rekannya yang bernama Tono, Udin, dan Bakri.
"Akhirnya kalian sampai juga," Ucap Tono.
"Iya ton, tadi kami persiapannya lama," Jawab Dirman.
"Hari ini cuacanya cukup cerah semoga kita dapat ikan banyak ya," Harap Bakri.
"Aamiin," jawab mereka serentak.
Mereka berlima menaiki kapal yang disewa setiap nelayan yang ada di sini. Mereka berlima patungan untuk membayar kapal itu.
Setelah berlayar cukup jauh ,Ketika hampir sampai di tempat biasa mereka menjaring ikan, betapa terkejutnya di kala kapal mereka dihadang oleh barisan bambu berukuran 6 meter yang berjejer cukup banyak.
"Loh ,ini kenapa lautnya dikasih pagar seperti ini bagaimana kita bisa masuk ke area penangkapan ikan?" Dirman terkejut.
"Astaghfirullah, apa yang harus kita lakukan?" Hardi ikut panik.
"Tenang semuanya, kita harus berpikir dahulu, mau lanjut atau putar balik," Jawab Bakri si pengemudi kapal.
"Haduh kalau kita pulang sia-sia perjuangan kita," Ucap Tono.
"Semua ada konsekuensinya pak, jika kita memutar arah kita tidak dapat apa-apa tapi jika kita mencari jalan lain kita harus berlayar lebih jauh lagi untuk mencapai area penangkapan ikan itu lagipula ini sudah sore nanti kita bisa kemaleman pulangnya,"Jelas Udin Anggota yang paling muda.
"Benar juga kata si udin," Ucap Hardi.
"Kalau begitu untuk hari ini kita putar arah dulu aja, kita harus menemui pak Lurah untuk meminta penjelasan kenapa bisa ada Pagar Bambu di laut," Usul Dirman.
"Setujuuu," ucap rekannya serentak.
Tepat pukul 16.30 kelima orang Nelayan itu memutuskan untuk pergi ke rumah pak Lurah, Jarak rumah pak Lurah cukup jauh sehingga mereka menggunakan Motor. Dirman berboncengan dengan Hardi, Tono berboncengan dengan Bakri, Udin membawa motor sendiri.
Sesampainya di sana, Dirman sudah tidak sabar untuk meminta penjelasan.
"Pakk Lurah, keluar pak ..cepat keluar!" Teriak Dirman dalam kendali amarahnya.
"Sabar pak sabar," ucap Udin menenangkan.
"Assalamualaikum pak!" Teriak Hardi kali ini lebih sopan.
"Wa'allaikumussalam, eh ada bapak-bapak mari silahkan masuk," ucap sang tuan rumah.
Mereka berlima mengikuti intruksi Pak Lurah untuk masuk dan duduk di ruang tamu.
"Ada apa ya bapak-bapak?" Tanya Pak Lurah bernama Rambu itu.
"Kami butuh penjelasan pak, Kenapa bisa ada pagar bambu di laut? Sehingga kami tidak bisa berlayar ke sana?" Tanya Dirman meredamkan amarahnya.
"Oalah, memangnya bapak bapak ini gak pernah lihat berita di internet ya? Bahwa ada program baru yaitu Pagar Laut," jelas pak Lurah.
"Apa itu pagar laut?" Tanya Tono polosnya.
"Merujuk pada proyek pembangunan pagar laut atau tembok laut yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di beberapa wilayah pesisir termasuk tempat kita pak, terutama daerah yang rawan abrasi dan ancaman intrusi air laut," jelas pak Lurah.
"Tunggu, tapi sejak kapan pagar itu dibangun di tempat ini?" Tanya Bakri.
"Sejak tadi pagi pak, makannya saya melarang kalian untuk berlayar ya karena ada pembangunan," Jawab Lurah Rambu.
"Tapi pak, setau saya laut tempat kita ini adalah laut yang tidak memiliki ancaman abrasi atau erosi pantai jadi tidak memerlukan pagar laut karena tidak ada resiko kerusakan pada pantai," Jelas Udin yang pernah sekolah tinggi itu.
Pak Lurah mulai merasa terpojok namun dia tidak mau kalah.
"Itu sudah aturan dari pusat,jadi kita harus patuh saja," Kilah pak Lurah.
"Tidak bisa begitu pak, ini tidaklah adil ,mata pencarian kami adalah mencari ikan, jika konsepnya seperti ini maka kami para nelayan harus berkompetisi dengan nelayan lain untuk mendapatkan hasil tangkapan yang sama ,selain itu kami juga rugi bahan bakar sekaligus sewa kapal sehingga kita harus mengeluarkan biaya operasional yang tinggi," kali ini Bakri ikut bicara.
"Itu bukan urusan saya pak, silahkan protes ke pemerintah,"
"Pemerintah itu tidak adil pak. Dulu para pahlawan menggunakan Bambu Runcing untuk melawan penjajah tetapi sekarang malah memasang Bambu untuk menjajah bangsa sendiri,
Kami sebagai rakyat kecil diperlakukan semena-mena harus tunduk pada aturan dengan alasan niat baik untuk Alam, itu semua adalah politik kan?. Lantas dari mana kita mendapatkan uang jika mata pencarian kita ditutup, apakah mereka memberikan kami uang sebagai tanggung jawab kelanjutan hidup kami? Tidak bukan!" Kali ini Dirman lebih berteriak.
Pak Lurah tidak bisa menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang mereka lontarkan.
"Ya sudah nanti saya adukan keluhan kalian kepada pemerintah pusat," Ucap Pak Lurah.
"Baik, saya tunggu janji bapak, kami permisi dulu,"
Satu minggu berlalu namun Pagar Laut masih berdiri kokoh di sana.
"Haduh aku kemarin berlayar terus kapalku menabrak Pagar Bambu jadi tenggelam," Keluh salah satu nelayan di tim sebrang.
"Sabar ya pak, memang belakangan ini penghasilan kita mengalami penurunan 50-70%. Di satu sisi biaya melaut makin tinggi karena harus mengambil akses memutar jauh untuk sampai ke lokasi penangkapan ikan," Bakri ikut bicara.
"Satu minggu yang lalu kami sudah ke rumah pak Lurah tapi nyatanya belum ada tindakan yang nyata," Ucap Tono.
"Sekarang ini sedang angin Muson barat jadi kita tidak bisa mencari lokasi yang jauh kita hanya bisa menebar jaring di sekitaran sini, namun apa daya terhalang Pagar Laut," Keluh Dirman.
"Bagaimana kalau kita mengadu saja kepada ke Dinas Kelautan dan Dinas Perikanan propinsi," Usul Udin.
"Setuju," Ucap mereka serentak.
Para nelayan itu mengadu kepada Dinas Kelautan dan Dinas Perikanan Propinsi. Mereka mengadu bahwa saat itu mereka menemukan deretan pagar bambu di perairan kabupaten, Selain telah menyulitkan mereka melaut , mereka juga cemas pagar dan petak-petak itu didirikan untuk reklamasi.
"Bagaimana ini kita harus bertindak lagi, sebab pemerintah masih pura-pura tuli," Ucap Dirman.
"Pak dirman tenang saja, saya punya ide untuk Memviralkan kejadian ini ke Medsos," Ucap Udin.
"Medsos? Apa itu medsos?" Tanya Dirman, Hardi, Tono, dan Bakri serentak.
"Media Sosial pak, lewat Hp gitu," jelas Udin.
"Ya sudah gimana baiknya saja, saya pulang duluan ya," Pamit Dirman.
Kali ini Dirman pulang sendirian dengan berjalan kaki sebab Hardi ada kepentingan dengan keluarganya. Dia meratapi nasibnya sudah seminggu ini Dirman merasa telah mengecewakan anak-anaknya.
"Assalamualaikum," salam Dirman.
"Wa'alaikumussalam ,eh bapak sudah pulang," Sambut Arsih.
"Maafin bapak bu, hari ini hasil tangkapannya cuma sedikit," keluh Dirman.
"Tidak apa-apa pak ,semoga pemerintah segera bertindak.beras kita masih ada kok,"
"Iya tapi lauknya bagaimana bu, bagaimana anak-anak nanti mau makan apa?"
"Masih ada sedikit sisa garam pak," ucap Arsih tanpa terisa butiran bening lolos dari pelupuk matanya begitu juga dengan Dirman yang merasa gagal menjadi kepala keluarga.
Terkadang niat baik belum tentu berimbas baik. Mungkin niat pemerintah itu baik namun apakah dampaknya juga baik? Sebab banyak orang di luar sana yang hanya mempunyai satu mata pencarian yaitu menjadi Nelayan.
Semoga pagar laut segera dicabut , agar keluarga dirman tidak cemberut.
Ponorogo, 4 Februari 2025