Saturday, September 13, 2025

Resensi Kabut | Jelita dan Jelek

Resensi Kabut


Penerbitan buku cerita anak di Indonesia sering tipis. Mengapa penerbit sengaja menyodorkan yang tipis? Kita mengira demi harga murah. Alasan lain: anak yang membaca tidak bakal pingsan kelelahan membaca buku. Kita belum saatnya bermimpi ada novel anak di Indonesia yang seribu halaman. Kasihan yang membaca. Ia akan meninggalkan beragam peristiwa untuk memberikan matanya kepada halaman-halaman cerita yang memikatnya.


Tipis terjamin ceritanya bermutu? Yang jarang membaca buku cerita anak, pertanyaan itu jelek. Dolanlah ke pasar buku bekas! Di sana, matamu bisa melihat tumpukan buku cerita anak yang rata-rata tipis. Bila sanggup melihat, memegang, dan membuka acak beberapa buku, buatlah pendapat cukup tiga kata atau satu kalimat panjang. Yang dihadapi adalah buku-buku bekas dari masa lalu. Bandingkan dengan masuk toko buku! Datanglah ke rak-rak buku anak. Matamu bakal terkesima. Banyak buku baru yang sebenarnya tipis tapi dibuat “tebal” dengan cara pilihan penggunaan kertas sampul dan isi. Kini, beberapa buku dari penerbit-penerbit buku besar memilih sampul tebal dan keras. Apakah tipis itu merendahkan derajat dan gengsi dalam industri buku anak?


Kita belum mau debat tentang tipis, mutu, harga, dan lain-lain. Yang dipegang tangan adalah buku tipis berjudul Angsa yang Setia gubahan M Poppy Donggo-Hutagalung. Buku diterbitkan Pustaka Jaya, 1975. Sejak awal tampil dalam industri perbukuan, Pustaka Jaya memang sering menerbitkan buku-buku yang tipis. Namun, kita bisa memastikan sebagian besar terbitannya bermutu dan berpengaruh besar.


Angsa yang Setia adalah contoh tipis yang menggoda dan mengesankan. Pengarangnya biasa dikenali pembaca melalui puisi-puisi (dewasa). Pada masa 1970-an, ia ikut dalam arus kemeriahan penulisan buku cerita anak. Beruntungnya yang ditulisnya masuk kubu bermutu.


Kita merenung selusin detik dulu. Mengapa cerita untuk anak mendapat perhatian jika memunculkan tokoh penyihir atau raksasa? Buku yang tipis memang menampilkan penyihir dan raksasa. Pembaca sedikit gemetar membayangkan adanya dua tokoh menakutkan yang mendekam dalam buku tipis. Ada lagi tokoh terpenting yang dicipta pengarang: gadis jelita. Kita diminta percaya bahwa gadis yang cantik, jelita, atau anggun adalah daya tarik cerita yang digemari anak-anak di dunia.


Pengarang terduga sudah biasa membaca buku-buku sastra anak dunia yang terbit dalam beragam bahasa asing atau terjemahan bahasa Indonesia. Ia mendapat pengaruh yang kuat, sehingga tokoh-tokoh dalam ceritanya tidak “dekat” dengan kehidupan di Nusantara. Bolehkah cerita yang bercitarasa asing dianggap sastra anak Indonesia?


Kita tinggalkan pertanyaan yang sembarangan? Yang terbaik adalah membaca cermat cerita. Pembaca diharap tidak suka memberi omelan saat ingin mengakrabi tokoh cerita. Tokoh yang hampir sempurna: “Ada seorang anak gadis yang teramat cantik dan pandai menari. Ia tinggal di sebuah dusun dalam pondok yang kecil, di tengah-tengah kebun bunga dan dilingkupi kolam bunga yang mekar, dan menjualnya kepada tetangga-tetangga yang menginginkannya. Sambil memetik bunga-bunga itu, ia pun menari-nari dan menyanyi-nyanyi.” Jangan ditanyakan nama bunga-bunga! Jangan penasaran dengan judul lagu atau pakaian yang dikenakannya saat menari! Pengarang tidak sempat menuliskannya.


Tahun demi tahun berlalu, anak gadis itu menjadi dewasa. Pembaca mungkin bingung belum mengetahui bapak dan ibunya atau kakek dan neneknya. Yang dipentingkan pengarang adalah gadis cantik, bukan masalah ia memiliki keluarga atau hidup sendirian. Pembaca mendingan membuat gambar saja saat dikenalkan dengan tokoh dan tempat yang indah.


Masalah datang terlalu cepat. Pada suatu hari, datanglah penyihir yang punya permintaan. Gadis itu diminta untuk menjadi istri anaknya. Bayangkanlah cerita anak tiba-tiba masalah yang terpenting dan datang duluan adalah pernikahan. Percaya saja anak-anak di Indonesia mudah berimajinasi pernikahan atau asmara.


Di Indonesia, anak-anak terlalu dini membayangkan menjadi suami dan istri. Mereka yang diimpikan hidup bersama dalam bahagia. Artinya, buku tipis yang diterbitkan Pustaka Jaya tidak harus malu jika menaruh tema pernikahan saat dibaca anak-anak yang masih SD. Anehnya, anak-anak yang membaca cerita mengandung asmara (pernikahan) bisa dimaklumi ketimbang mereka mengonsumsi lagu-lagu asmara.


Gadis jelita menolak permintaan penyihir. Anaknya tampak jelek dan menakutkan. Pembaca diajak takut dan mencela. Kita membaca yang ditulis pengarang: “…seluruh tubuh gadis itu gemetar ketika melihat, betapa mengerikan wajah anak tukang sihir. Kedua matanya merah saga membundar bagai dua buah sumur yang teramat dalam. Alisnya seperti dua buah hutan lebat dan mulutnya bak danau tak bertepi.” Pengarang berhasil mencipta imajinasi yang mengerikan. Gadis itu gemetar. Apakah pembaca ikut gemetar yang menandakan takut dan jijik. Sebenarnya, gadis itu “merendahkan” atau “menghina”, selain ketakutan.


Anak-anak yang membaca membuat perbandingan: gadis yang jelita dan raksasa yang jelek. Pembaca memihak siapa? Cerita dalam buku tipis telah mengajak anak-anak memikirkan sosok-sosok yang pantas dikagumi atau sebaliknya. Pembaca menebak bahwa gadis itu menolak dinikahkan dengan raksasa. Anehnya, penyihir punya anak raksasa. Pembaca mengharuskan penyihir memiliki anak yang penyihir. Raksasa memiliki anak yang raksasa. Bedakah penyihir dan raksasa?


Gadis cantik hanya ingin menikah dengan pemuda yang dicintainya. Akibatnya, ia mustahil menuruti permintaan penyihir. Penolakan berakibat kutukan. Yang diucapkan penyihir: “Engkau akan terlempar ke dunia gelap bila menolak lamaran ini. Sebuah dunia di mana tiada bunga berkembangan, tiada padang rumput hijau, tiada air jernih beriak-riak.”


Cerita yang terdapat dalam buku cuku sederhana. Pada suatu hari, gadis memilih melarikan diri bersama angsa. Binatang itu datang tiba-tiba di depan rumahnya. Angsa yang bisa bicara. Berdua menempuh perjalanan untuk menghindari kemauan penyihir dan raksasa. Perjalanan yang jauh dan susah. Di tengah perjalanan, gadis menjadi buta. Ia terus bersama angsa. Pertemuan dengan binatang-binatang buas tidak menimbulkan kematian atau luka. Gadis itu menari untuk menjinakkan. Berhasil! Pokoknya perjalanan penuh pengorbanan dan siasat. Mereka berhasil sampai ke tempat yang tenang dan indah.


Apakah cerita sudah selesai? Yang mengejutkan adalah gadis itu sakti. Gadis itu memiliki kebaikan-kebaikan meski sempat menunjukkan diri yang mudah “meremehkan” dan “merendahkan” makhluk yang buruk sekaligus menakutkan. Tokoh yang hampir sempurna tetap memiliki kekurangan-kekurangan. Anak-anak yang membaca boleh mengagumi gadis dan sedih atas nasibnya. Yang jelita menjadi buta. Yang misterius adalah angsa. Mengapa si jelita berani membuktikan setia kepada angsa?


Mereka sampai dan tinggal di tempat yang indah. Pengarang sengaja berlebihan mendeskripsikan tempat: “Di hadapan mereka terbentang sebuah danau yang sangat luas. Airnya yang biru berkilau-kilauan kena sinar matahari. Pada tepi-tepinya berkembanganlah bunga-bunga aneka warna dan pohon buah-buahan yang rindang dan berbuah lebat.” Cara bercerita yang membuat pembacanya memiliki imajinasi rupa yang berwarna. Padahal, gambar-gambar dalam buku cuma punya dua warna: hitam dan putih.


Jangan lekas yakin bahwa manusia dan binatang itu hidup bahagia. Mereka memang sempat tinggal beberapa hari. Namun, gadis jelita rindu tanah asal. Ia ingin kembali. Risikonya adalah berhadapan dengan penyihir. Selama perjalanan, ia mulai mampu berpikir dan membuat keputusan atas nasibnya. Konon, yang menjadi jelita adalah yang mudah menderita akibat asmara. Cantik tidak menjanjikan bahagia.


Nasibnya memang jauh dari bahagia. Berhasil sampai tanah asal, dia menerima akibat-akibat dari sumpahnya penyihir. Ia sakit-sakitan setelah mengetahui lagi raksasa yang jelek. Yang mengejutkan, angsa yang lama bersamanya adalah raksasa yang jelek. Penyihir mengubah anaknya yang raksasa jelek menjadi angsa yang anggun. Ulah penyihir yang diceritakan pengarang itu menimbulkan masalah ruwet bagi pembaca. Apa maksudnya tentang pernikahan dan kebersamaan yang pernah dialami angsa bersama gadis jelita? Pengarang tampak sembrono menampilkan tokoh-tokoh, pamrih, dan kejadian. Yang sial lagi adalah gadis cantik akhirnya mati.


Pembaca yang khatam merasa itu bukan cerita khas di Nusantara. Ia boleh menebak ada pengaruh dongeng-dongeng dunia, yang membuat buku tipis itu memberi cerita bermutu meski merepotkan pembaca mengenai hal-hal yang janggal.


Yang menulis cerita adalah perempuan. Ia tidak terlalu memberikan keistimewaan kepada gadis jelita. Tokoh yang baik dan menderita. Pengarang malah memihak (nasib) angsa. Ingat, angsa itu jantan. Angsa adalah siasat penyihir. Angsa itu sebenarnya raksasa yang jelek. Jadi, judulnya mulai menimbulkan masalah bagi pembaca yang sudah khatam dan tidak ingin mengembalikan buku di rak.


________


Penulis


Kabut, penulis lepas.



Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com