Friday, July 22, 2022

Puisi-Puisi Romi Afriadi

 Puisi Romi Afriadi




Jalanan Berbatu Menuju Rumahmu


Jalanan berbatu menuju rumahmu telah licin. Roda-roda berputar, menggelindingkan kehidupan secepat gosip-gosip yang meluncur entah bermula dari mulut siapa.


Kenangan kita terkubur pada batu-batu berlubang itu.


Pada bencah berlumpur yang airnya mengeruh. Yang senantiasa kita taburkan dedaunan sikaduduk di situ.


Jalanan berbatu menuju rumahmu telah purba.


Modernitas menumbangkannya.


Aspal-aspal menghitam dan memanjang, meliuk-liuk seumpama ular-ular sawah.


Kehidupan kita telanjur menepi.


Pada semak-semak yang dulu ramai oleh rumpun-rumpun pimping. Yang selalu kita patahkan untuk melempari burung-burung tiung lampai.



Kontrakan


Setumpuk koran Bola yang beritanya tak pernah kau pahami. Belasan buku-buku kuliah yang tercoret pada halaman tertentu, penanda bahwa coretan itu berguna untuk dipindah pada lembaran-lembaran makalah. 


Abu rokok yang tercecer, segunung bekas nasi bungkus yang menyampah karena tak diangkut petugas kebersihan, piring yang berserak di pojok kamar mandi.


Selimut warna kuning yang warnanya berubah jadi abu-abu. Selimut yang dulu pernah kau cuci dengan sebotol lengkap pewangi hingga tiga puluh tujuh bilasan.


Kasur tipis yang bolong-bolong akibat sundutan rokok, dan bantal krem yang menampung seabrek liur. Saksi permainan panas yang kau tagih-tagih dengan sembunyi.


Kursi kayu panjang bekas bangunan kos tetangga. Sepasang akasia yang dulu dijadikan rumah pohon. Rumah pohon yang harus dititi dengan kecemasan dan degup bersamaan.


“Ke mana kontrakan kita?” tanyamu.


“Aku ingin membawanya ke neraka bersamamu,” tutupku.



Bencah


Jalanan tempat kita menapaki serpihan kenangan kini sudah menjadi bencah. Air meluber hingga ke akar-akar pohon sungkai, tempat kerbau-kerbau berenang di kubangan.


Di sini, langit selalu biru mengulum rindu.


Kita bercengkerama di antara desau angin yang berseliweran, bau wangi daun-daun serai yang menguning dihantam kemarau.


Apa kau masih tetap menetap? Bersenandung bersama gumpalan awan putih lalu bermimpi berkunjung ke telaga bening, sementara jalanan kita berubah menjadi bencah.


_______


Penulis 


Romi Afriadi dilahirkan di Desa Tanjung, Kampar, Riau. Alumni Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Suska Riau. Saat ini, penulis tinggal di kampung kelahirannya sambil mengajar di MTs. Rahmatul Hidayah, dan menghabiskan sebagian waktu dengan mengajari anak-anak bermain sepakbola di SSB Putra Tanjung.



Kirim naskah ke 

redaksingewiyak@gmail.com