Friday, February 10, 2023

Puisi-Puisi Ilham Nuryadi Akbar

 Puisi Ilham Nuryadi



Tentang Kehidupan


Di tengah kemarau yang kacau, kelopak bunga kamboja jatuh menari-menari

petani gegas mencangking caping

sedang tangan kanannya dibekali parang bermata satu,

tajam laiknya pedang raja bebbanburg, uhtread Putra uhtread

untuk menebas dedaunan yang dihuni hama,

sebelum masa panen gagal menggema.


Hari mulai petang, peluh mengalir beraroma sandang dan pangan

terhuyung-huyung menuju lauk yang sunyi di balik tudung.


Di kebun-kebun yang hampir mati itu,

seorang petani menanam mimpi agar tumbuh sebagai bekal penangkal lapar

atau jimat yang menggusur aroma wirid ibu

selamat akan celaka upah palu.


Sedang di gedung-gedung tinggi

yang berdasi sibuk memetik pundi-pundi puji

menyebar rasa haus seluas pukat tangguk

untuk ditumpuk sampai gemuk.


Demikianlah kehidupan

yang fakir dianggap sebagai orang-orang pandir

sedang yang gana

menafsir dirinya sebagai manusia paling nirmala


Bekasi, 20 Januari 2023



Sejarah


Lagi-lagi manusia pergi menjarah bumi

mengambil seluruh isi tanpa peduli generasi yang hidup setelahnya

menebang, mengeruk, membakar

membelah semua hal yang dapat memantik 

uang, berlian, emas, bahkan jabatan yang tak kekal.


Seandainya bumi mati setelah sang penghuni meracuni

di manakah ia akan mendapati pusara?

sebab seluruh liang tak mungkin muat ia tiduri.


Meski sejarah tidak mencatat bahwa manusia telah puas lahir dan mati di atasnya

namun bumi tak pernah lupa, bahwa sejarah telah hidup dalam tubuhnya.


Bekasi, 21 Januari 2023.



Kebaikan Burung Kepada Bumi


Tatkala burung terbang merendah 

nyaris mendekati tempat kita berpijak 

membiarkan helai dan lembayung sayapnya berhamburan 

di atas dedaunan gugur yang telah tanggal dari ranting hasai

bukan karena burung tak pandai meninggi 

melainkan sedang memuji bumi 

sembari menyemai biji-biji dari tempat yang entah 

demi melahirkan hal-hal yang hilang dari tanah.

 

Sedang langit tempat segala doa bermuara 

telah memintanya kembali terbang untuk merawi 

ihwal perempuan bumi yang pantang membuka hati 

atau lelaki bodoh tak pandai menggumuli diksi-diksi pengantar mimpi.

 

Entah mengapa langit begitu ingin tahu,

mungkin ia lagi cemburu?


Tetapi burung tak pernah peduli 

ia memasung kabar tentang bumi di celah-celah gerimis 

tempat yang paling keliru 

yang menjadikan bumi kemarau atau sekadar basah

yang menjadikan rumah-rumah sejuk atau panas

yang menjadikan ranting-ranting rimpang atau ramping

yang menjadikan cahaya sirna atau bersinar

yang menjadikan keteguhan menungkai atau menjelma bangkai

yang menjadikan sedih tak tertakar atau senyum yang tak dapat ditukar

yang menjadikan kita,

saling gagah merindu atau gigih dengan sembilu.


Bekasi, 21 Januari 2023


________

Penulis

Ilham Nuryadi Akbar lahir di Banda Aceh. Saat ini sedang merantau di Bekasi, Jawa Barat. Menjadi Juara 2 pada Lomba Menulis Puisi Nasional di Festival Penulis 2021. Buku pertama diterbitkan oleh Alinea Medika Pustaka berjudul Kemarau di Matamu Hujan di Mataku, puisi dan cerpen telah banyak terangkum pada beberapa media lokal dan masional, seperti Kumparan.co, Koran Radar Banyuwangi, ide-ide.id, barisan.co, Negeri kertas, dll.


Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com