Monday, October 16, 2023

Karya Siswa | Misi Mata-mata | Cerpen Aulia Almahira

 Cerpen Aulia Almahira



Seorang wanita melangkahkan kakinya ke dalam tempat yang diiringi dengan musik keras. Sesaat ia memasuki keramaian, seketika ia menjadi pusat perhatian. Dengan gaun pendek berbahan satin, riasan wajah yang kontras, serta tas selempang dan sepatu hak 2 inci.


Ia berjalan untuk menemui seseorang yang akan bekerjasama dengannya. Livy, nama dari wanita itu, menghampiri sebuah meja yang terdapat 2 pria gagah menghirup rokoknya.


Livy menyapa mereka dan membuka tas selempangnya. 


"Ini flashdisk-nya, segera kejar Arash atau kalian kehilangan informasi," ucap Livy dengan nada datar.


Pria yang memakai kacamata hitam mengembuskan asap rokok dari mulutnya.


"Understood ma'am," jawab pria itu dengan aksen Amerika. "Kamu mau ikut mengejar dia?" tanyanya.


"Enggak, aku harus mengurus hal lain," jawab Livy.  "Aku harus pergi." Pamit Livy lalu memutarkan tubuhnya dan pergi dari tempat itu.


Russell Adler, pria yang memakai kacamata hitam, bangun dari duduknya dan menaruh putung rokoknya ke asbak. 


"C'mon Mason, we've got a job to do," kata Adler dengan suaranya yang dalam dan maskulin.


Mason, beranjak dari duduknya dan menaruh uang sebesar 200$ keatas meja. Mereka berjalan keluar dan menemui satu lagi tim mereka, Woods.


"Party favors are in the trunk," ia melepaskan tangannya yang terlipat di dada, membuka bagasi mobil yang berisi senjata tembak.


Adler, Mason, dan Woods mengambil senjatanya masing-masing yang terisi amunisi. Mereka melewati gang sempit mengejar targetnya. Mereka melihat seseorang di atap bangunan apartemen. Mereka berusaha naik keatas untuk mengejarnya.


Anak-anak buah Arash menghalangi mereka dengan menyerang mereka. Menembakkan senjata mereka sehingga membuat situasi semakin rusuh. Suara pantulan amunisi di atap mengisi malam itu. Adler melompat dari atap-atap, diikuti yang lain. Hingga mereka mendapatkan Arash ...


"Berhenti di sana!" teriak Adler menodongkan Assault Rifle-nya.


Mason mendekati Arash dan mencengkram kerah bajunya. Ia menarik Arash hingga terpojok dipinggir bangunan itu. Jika Mason melepaskan cengkramannya, Arash akan terjun bebas. Namun, Mason perlu menginterogasinya terlebih dahulu.


Ternyata, mereka salah. Arash sudah terlebih dahulu kabur. Yang kini Mason cengkeram adalah anak buahnya. Emosi Mason berapi-api, rahangnya mengeras dan cengkeramannya bertambah kuat.


"Kamu berurusan dengan orang yang salah! Di mana Arash?!" tanya Mason dengan tegas. Suaranya kencang menusuk telinga.


"A-aku gak tau! Aku cuma pegang uangnya!" jawabnya gagap dibawah cengkeraman Mason.


Adler menembak anak buah yang lain, lalu melemparkannya jatuh terjun bebas di bawah sana. 


"Sepertinya kamu gak ngerti dengan situasi!" ucap Adler bersamaan dengan suara teriakan.


"Berbicara atau aku jatuhin kamu!" Mason menekankan ucapannya.


Pria itu tubuhnya tergetar, "Dia ada di Turki! D-dia akan bertemu dengan seseorang!" katanya dengan gugup.


"Siapa?"


"Aku gak tahu! Sumpah, aku bakal bayar kamu berapa pun yang kamu mau!" mohon pria itu.


Mason merasa informasi itu cukup, ia melepaskan cengkeramannya dan membiarkan pria itu berdiri.


 "You're gonna finish this, Mason?" tanya Adler.


Mason menggelengkan kepalanya, membiarkan Adler yang akan menghabisinya. Pria itu mengangkat kedua tangannya dan menunduk. Wajahnya tampak memohon namun pasrah.


Adler geram, ia menarik pelatuknya ke pria itu. Seketika darah bercucuran di kepalanya, pria itu lalu tumbang. 


"I guess i'm the bad cop," ucap Adler dengan bangga.


Adler, Mason, dan Woods turun dari atap apartemen itu. Mereka berjalan menemui Livy. Livy yang sudah melihat mereka dari kejauhan, sekarang ia menunggu kedatangan mereka.


Serang, 13 Okt 2023


_______

Penulis


Aulia Almahira, siswa SMPN 1 Kota Serang kelas VII D.


Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com