Tuesday, January 23, 2024

Sosok Inspiratif | Iyus Yusandi, Guru Penggerak Literasi di Jabar

 


Drs. Iyus Yusandi, M.Pd. merupakan salah sosok guru penggerak literasi di Jawa Barat. Pergerakannya sangat masif sehingga banyak guru yang terinspirasi. Komunitas yang digawanginya itu bernama KPPJB (Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat). Pengin tahu lebih banyak? Yuk, kita simak!


_________



1. Sejak kapan Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat (KPPJB) terbentuk? Apa yang melatarbelakangi komunitas ini hadir di dunia ini?


Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat lahir pada tanggal 19 Maret 2020, Akta Notaris nomor 20 tanggal 19 Maret 2020 dengan notaris Mangasi Sotarduga Tambunan, SH. Disahkan SK Kemenkumham : Nomor AHU-0005449.AH.01.04.Tahun 2020. Terdaftar resmi sebagai penerbit di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. 


Para pegiat literasi di Jawa Barat sudah sejak lama bergerak sendiri-sendiri di tiap kota masing-masing. Mengajak anggota masyarakat untuk belajar menulis, membuat buku, dan mengembangkan kreativitas dari membaca buku. Perjuangan ini dilakukan di berbagai kota, misalnya di Bekasi, pada tahun 2017 terbentuk Komunitas Guru Penulis Bekasi Raya, lalu di Purwakarta terbentuk Komunitas Penulis, di Subang komunitas para pegiat literasi bergerak dari bawah. Begitu juga di kota-kota lain baik secara individu maupun kelompok. 


Dari curhat masing-masing pegiat kita saling berkomunikasi dan berbagi. Lalu terbersitlah ide yang merupakan pemikiran bersama agar kita menyatukan kekuatan di Jawa Barat. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya dobrak bagi perjuangan para pegiat literasi di tingkat provinsi. Hal ini menambah semangat masing-masing guru penulis (pegiat) untuk mulai mengondisikan kotanya masing-masing. Bersiap untuk keajaiban dari kata “Persatuan”. Bersatu menambah mutu. Di komunitas ini kita saling menyemangati anggota untuk menulis. Ingat pepatah bahwa bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Satu lidi tidak bisa menyapu halaman. Namun seribu lidi bisa menjadi sapu yang akan membersihkan ribuan halaman. Akhirnya disepakati membentuk Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat (KPPJB).



2. Sebagai penggerak literasi guru-guru di Jabar, sulit tidak sih Pak Iyus dkk. dalam membina rekan-rekan guru di sana untuk menulis? Kelihatannya gampang sekali mengumpulkan karya mereka padahal dunia guru saya kira sangat sibuk. Kok, bisa mereka tertarik menulis puisi akrostik?

       

Dinamika kehidupan terutama ke-literasi-an dalam hal tulis-menulis tiada beda dengan ombak samudra yang selalu datang dan pergi. Sekali ombak datang diikuti dengan kepergian ombak.

 


3. Komunitas KPPJB ini kan punya penerbit khusus, kenapa naskah karya guru-guru juga dilepaskan ke penerbit lain. Kenapa tidak fokus di satu Penerbit KPPJB? Btw penerbit mana saja yang punya kontribusi besar dalam perkembangan komunitas ini? 

       

KPPJB bermitra dengan sejumlah penerbit di bawah asuhan IKAPI. KPPJB menjalin kerja sama dengan kurang lebih sekitar delapan penerbit. Pencetakan buku antologi bersama pun demikian.



4. Untuk menerbitkan sebuah buku, apalagi antologi, pasti sangat pusing, terutama dalam memanajemen keuangan. Nah, bagaimana cara Pak Iyus dkk. mengatur keuangan dalam penerbitan buku karya para pendidik ini? Tentu ini sesuatu yang sensitif. Kalau kurang berkenan, boleh tidak dijawab.

       

Ajang menulis bareng dalam sebuah antologi bersama diajukan secara suka rela. KPPJB melalui koordinator acara atau pengasuh kelas menulis hanya mengajak dan mengabadikan momen seiring perkembangan situasi kekinian dalam lingkungan secara nasional, regional, bahkan internasional. Menulis bareng pun terakomodir dengan biaya bervariasi, sevariatif jumlah penulis dalam antologi bersama tersebut. Pembiayaan dipengaruhi jumlah kontributor penulisnya.



5. Pertanyaan terakhir, nih. Apa sih pesan dan harapan Pak Iyus kepada rekan-rekan guru di luar sana agar mereka juga bisa mengikuti jejak Pak Iyus dan dkk. dalam menggerakkan semangat berliterasi, khususnya para guru. Guru kan yang notabene dicap sebagai pemikir, masa iya tidak punya buah pikiran, begitu, ya. Minimal bisa menulis satu buku seumur hidup. Bagaimana Pak?

        

Pesan saya, "Tetap kawinkan pikiran, perasaan dengan pancaindra hingga lahir anak yang bernama karya. Tetaplah abadikan gagasasn dan rasa dalam aksara."


Harapan saya, Menulislah dulu, menulis lagi, menulis terus hingga dalam satu tahun minimal seorang guru memiliki tabungan tulisan dalam buku yang cetak bukunya menggunakan logo Parasamya agar bisa masuk even Parasamya Susastra "Penghargaan Penulis Buku Tunggal" dan atau Parasamya Suratma alias "Penghargaan Pegiat Literasi" serta Parasamya Praja Nugraha alias "Penghargaan Pelajar Penulis".


______

Redaksi