Sunday, June 1, 2025

Puisi-Puisi Mecca Ardelia



Lidah yang Lupa Siang yang Terkulai


Di bawah terik yang menguji sabar

debu menari di sela hawa

langit berbisik dengan lirihnya

Adakah kau teguh, wahai insan


Namun di sudut jalan yang resah

asap mengular dari tungku basah

periuk berdendang tanpa malu

menanak hening di rongga waktu


Tirai tergeser, nafsu terbuka

dinar berjatuhan di genggam lemah

Sajian terhampar di atas dusta

wangi rempah menggoda lidah


Sedang masjid menangis dalam sujud

puasa bersedih dalam sunyi

siang berduka di pangkuan waktu

iman terkatup di sela ragu


Duhai tangan yang menakar dunia

bukankah fajar telah bersumpah

Rezeki tak lekang oleh haus

namun tergadai oleh tergesa


Adakah perut lebih berharga

dari janji yang digurat langit

Atau ini sekadar fana

yang memudarkan segala akhir



Tangan yang Enggan Menanam


Di fajar muda yang berkah terbuka

ia berdiri di lorong tanpa jejak

Kakinya tak menyentuh ladang

tangannya tak menganyam nafkah


Hari-hari berkelana di bayang belas

menadah rezeki dari mulut iba

Ia bisikkan keluh pada angin

padahal lengannya sekuat baja


Tangan lain menakar peluh

membelah siang, menjemput rezeki

Sedang ia, memetik hampa

mengemis pagi, meratap senja


Di hadapannya bumi terbuka

tapi ia enggan menanam benih

Menunggu langit menjatuhkan emas

namun hujan tak mengerti pinta malas


Duhai insan, di mana harga?

Jika tanganmu tak hendak berjuang

Bukankah rezeki butuh digali

bukan sekadar diratap sunyi?