Friday, November 5, 2021

Puisi Dody Kristianto | Tidur Godzilla | Menyambut Motor Baru | Dibekuk Angin Duduk | Di Pekarungan

 Puisi Dody Kristianto




Tidur Godzilla


Tidur yang dalam, yang menyimpan keluhuran.

Matanya tenang, setenang sihir-sihir permainan

cahaya yang ia peram. Ia bangkit saat ingin kau

bangunkan. Lebih-lebih bila kau buka halaman

lima pada malam bulan paling purna. Jangan

bayangkan ia bersayap atau berentang sekian jarak.

Bukankah kau telah memangkas ia dalam lelap di

dua malam sebelumnya. Jadilah rupa naga paling biasa.

Jadilah rupa biasa-biasa. Sebelum kau bergegas lelap

pula dan jatuh pada banjir besar yang mengantarmu

pada pembacaan di hadapan banjir bah sajak penyair

renta itu.


(2021)





Menyambut Motor Baru


Kuda terbang yang tak tumbang

di tengah palagan itu kini kau

pensiunkan. Menetaplah ia

dalam cerita di pertengahan

halaman kitab dongeng yang kau

bacakan sebelum malam lelap

anakmu di peraduan. Dan jangan

kau ganggu ia yang tak mau lagi

kau jumpa. Pantang kembali

menyerunya dan membangkitkannya

di tengah sibuk kota yang membuang

dongengan-dongengan. Berpaling

saja pada tunggangan yang tak bakal

merasa terkangkang. Tak perlu kau

tundukkan ia dalam jurus macam-macam.

Tak perlu pula jampi serampangan disembur.

Ia sabar sesabar-sabar pemberi tumpangan.

Tak mengeluh meski dipacu di tanjakan.

Pun tak berontak bila kau papar ia

di hamparan jalan pejal makadam yang

memanjang serampangan.


(2021)




Dibekuk Angin Duduk


Datang. Ia tiba tiba-tiba

Sebagaimana alamat buruk

ditimpakan

Lalu aku gelar saja badan. Pasrah.

Seolah ini tubuh yang tangguh menerima

gempuran

Lalu bagaimana bila pagi ini kumulakan

dengan dada meringkuk?

Tak ada lebam. Tanpa memar

Tiada bekas pertarungan. Tapi ini benar

serangan paling memalukan

Ia menusuk pantat. Merasuk pori

Mengendapi kulit. Sesat ke dalam badan

Ia bukan teluh. Bukan samaran

tidak-tidak yang ditiup pemilik hati dengki

yang tumbang berkali-kali di palagan.

Tidak. Ia bukan apa. Bukan siapa

Ia gejolak yang mengoyak perut.

Mengaduk dada. Lalu menakik

sekali tiba


(2020)





Di Pekarungan


Ia tahu urat-uratnya bakal dijagal.

Ia pun persiapkan aneka rupa kegentaran.

Sebelum ia masuki pertempuran.

Sebelum ia digelar seolah tikar.

Ia menyeru lantang segala ketakutan.

Ia laungkan segala-gala gaung terdalam

agar badan mungilnya tak diraba jemari

yang siaga,

yang memugar titik pesakitannya,

yang memuntir syaraf munting di dirinya.

Maka ia memanggil perlawanan

meski yang ada sekadar laku gemetar,

biar mahluk halus penghambat geraknya,

atau gerundul yang mengikat kakinya,

atau penyelinap yang memberati persendian,

tak digusah jari mahir si pemijat.

Tapi tidak bisa.

Dan ia berkeras mengerang sepanjang sentuhan.


(2020)






___

Penulis


Dody Kristianto, lahir di Surabaya, 3 April 1986. Kini tinggal dan bekerja di Serang, Banten. Bergiat di Komunitas Kabe Gulbleg. Buku puisinya Petarung Kidal (2013).








Kirim naskahmu ke

redaksingewiyak@gmail.com