Friday, November 5, 2021

Dakwah | Keberkahan Cinta

  Oleh Izzatullah Abduh, M.Pd.




Dalam tulisan ini, penulis ingin menyajikan tentang keberkahan cinta. Bahwa sejatinya cinta itu bisa menghadirkan dan mendatangkan keberkahan ketika kita benar meletakkannya. Bahkan dengan cinta, insyaallaah kita bisa masuk surga. Meskipun amalan kita tergolong sederhana dan terbatas, tetapi dengan cinta kita kepada orang-orang yang tepat, maka niscaya kita bisa meraih surga dengan sebab cinta tsb, bahkan kita pun akan membersamai mereka, orang-orang yang kita cintai di dalam surgaNya.


Dikisahkan, ketika turun surat Al Zalzalah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, datang seorang Arab Badui (arab pedalaman) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, karena terdorong rasa penasaran terhadap surat tsb yang isinya menggambarkan tentang kejadian hari Kiamat.


إِذَا زُلۡزِلَتِ ٱلۡأَرۡضُ زِلۡزَالَهَا


Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat,


وَأَخۡرَجَتِ ٱلۡأَرۡضُ أَثۡقَالَهَا


dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya,


وَقَالَ ٱلۡإِنسَٰنُ مَا لَهَا


Dan manusia bertanya, “Apa yang terjadi pada bumi ini?”


يَوۡمَئِذٖ تُحَدِّثُ أَخۡبَارَهَا


Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,


بِأَنَّ رَبَّكَ أَوۡحَىٰ لَهَا


karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya.


يَوۡمَئِذٖ يَصۡدُرُ ٱلنَّاسُ أَشۡتَاتٗا لِّيُرَوۡاْ أَعۡمَٰلَهُمۡ


Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya.


فَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرٗا يَرَهُۥ


Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah (benda yang sangat kecil), niscaya dia akan melihat (balasan)nya,


وَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٖ شَرّٗا يَرَهُۥ


dan barangsiapa mengerjakan kejahatan(keburukan) seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” 


(QS Az-Zalzalah : 1- 8)



Sebelum penulis lanjutkan kisahnya, penulis ingin sedikit mengurai dua ayat terakhir dari surat Al Zalzalah. Di sana diterangkan bahwa segala perbuatan baik sekecil apa pun, maka niscaya ada balasannya. Sebaliknya segala perbuatan buruk sekecil apa pun, niscaya juga ada balasannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda memotivasi supaya setiap kita hendaknya tidak meremehkan perbuatan baik yang nampak kecil di mata kita, karena sejatinya Allah adalah Dzat Yang Maha Menghargai usaha daripada hamba-hambaNya.


لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ وَوَجْهُكَ مُنْبَسِطٌ وَلَوْ أَنْ تُفْرِغَ مِنْ دَلْوِكَ فِي إِنَاءِ الْمُسْتَسْقِي


“Janganlah sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sekecil apa pun, meskipun hanya sekadar berjumpa dengan saudaramu dan wajahmu tersenyum kepadanya, dan meskipun hanya sekadar menuangkan air dari bejanamu ke gelas orang yang ingin minum.” (HR Ahmad dengan derajat shahih menurut Syu’aib al Arna’uth)


Dan sebaliknya di sisi lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mewanti-wanti kita supaya tidak menganggap enteng perbuatan-perbuatan dosa kecil atau dosa yang dipandang sepele.


إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ


"Janganlah kalian meremehkan dosa-dosa kecil karena hal itu dapat terkumpul pada diri seseorang hingga membinasakannya." (HR Ahmad dengan derajat shahih menurut Syu’aib al Arna’uth)


Lanjut kepada kisah Arab Badui, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ahmad dari jalur sahabat Anas ibn Malik radiyallahu ‘anhu,


أَنَّ رَجُلاً قَال : يَا رَسُولَ اللهِ ، مَتَى السَّاعَةُ ؟ قَالَ : وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ ؟


Bahwa seseorang (Arab Badui) datang kepada Rasulullah lalu bertanya, “Ya Rasulullah, kapankah hari Kiamat itu terjadi?”


Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam justru bersabda balik bertanya, “Dan apakah yang engkau persiapkan untuk menyambutnya?”


Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memang tidak diberi pengetahuan tentang kapan persis terjadinya hari Kiamat. Beliau hanya diberitahukan tentang tanda-tandanya saja. Adapun kapan persis terjadinya, maka pengetahuan tsb hanyalah Allah subhanahu wata’ala yang mengetahuinya.


يَسۡـَٔلُكَ ٱلنَّاسُ عَنِ ٱلسَّاعَةِۖ قُلۡ إِنَّمَا عِلۡمُهَا عِندَ ٱللَّهِۚ وَمَا يُدۡرِيكَ لَعَلَّ ٱلسَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا


“Manusia bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat. Katakanlah, 'Ilmu tentang hari Kiamat itu hanya di sisi Allah.' Dan tahukah engkau, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat waktunya.” (QS Al-Ahzab : 63)


Ketika Arab Badui ditanya balik, dia terdiam dan merenung seolah sedang mengintrospeksi apa kiranya amalan yang sudah ia persiapkan untuk menyambut kedatangan hari Kiamat. Dengan lirih ia pun kemudian menjawab,


مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَوْمٍ، وَلا صَلاةٍ، وَلا صَدَقَةٍ، وَلَكِنِّي أُحِبُّ اللَّه وَرَسُولَهُ.


“Aku tidak memiliki persiapan apa-apa. Tidak dengan banyaknya puasa, tidak juga dengan banyaknya shalat, dan tidak juga dengan banyaknya bersedekah. Tetapi, sesungguhnya aku mencintai Allah dan RasulNya.”


Maksud daripada puasa dan shalat di atas adalah puasa dan shalat sunnah. Bahwa arab badui tsb bukanlah termasuk orang yang banyak mengerjakan puasa sunnah dan shalat sunnah. Dan juga bukan termasuk orang yang banyak bersedekah. Karena memang Arab Badui tergolong orang yang hidupnya kekurangan, tidak banyak harta. Tetapi Arab Badui tsb menegaskan bahwa sejatinya ia mencintai Allah dan RasulNya.


Mari simak bagaimana jawaban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepadanya,


فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ


“Sesungguhnya engkau akan membersamai orang yang engkau cintai.”


Masyaallaah. Lihatlah betapa mulia dan tinggi akhlak Beliau, tidak mengecilkan hati yang lain, justru Beliau membesarkan hati Arab Badui tsb. Sehingga ia merasa bergembira. Tidak hanya itu, bahkan para sahabat pun ikut bergembira kala mendengar jawaban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.


Sahabat Anas selaku perawi hadits ini mengatakan,


فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ ، بَعْدَ الإِسْلاَمِ ، فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : إِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ.

وقَالَ : فَأَنَا أُحِبُّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وَأَبَا بَكْرٍ ، وَعُمَرَ ، وَأَنَا أَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ ، لِحُبِّي إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ كُنْتُ لاَ أَعْمَلْ بِعَمَلِهِمْ.


“Maka tidak ada kebahagiaan yang hebat setelah kami masuk Islam, sebagaimana bahagianya kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: SESUNGGUHNYA ENGKAU AKAN MEMBERSAMAI ORANG YANG ENGKAU CINTAI".


Dan Anas melanjutkan, “Maka aku cinta kepada Abu Bakar dan ‘Umar. Aku berharap bisa membersamai mereka (di surga) oleh sebab kecintaanku kepada keduanya, meskipun aku tidak bisa mengamalkan amalan yang menyamai amalan mereka.”


Dan dalam riwayat yang lain sahabat Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu berkata,


جاءَ رَجُلٌ إِلى رسولِ اللَّه ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُول اللَّه، كَيْفَ تَقُولُ في رَجُلٍ أَحبَّ قَوْمًا وَلَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ؟


Seseorang pernah datang kepada Rasulullah, lalu ia bertanya: "Ya Rasulullah bagaimana menurut Anda tentang seseorang yang mencintai orang lain, namun ia belum pernah berjumpa dengannya?”


فَقَالَ رسولُ اللَّه ﷺ: المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ


Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap orang kelak akan membersamai orang yang dicintainya.” (Muttafaq ‘alaih)


Masyaallaah. Sungguh begitu agung kedudukan cinta di dalam agama ini. Ketika ia ditujukan kepada orang-orang yang shalih dan mulia, maka cinta itu menghadirkan keberkahan bagi pemiliknya, bahwa kelak ia pun akan dikumpulkan membersamai orang-orang shalih dan mulia. Maka sudah sepatutnya bagi kita setiap Muslim menaruh cinta kepada para Nabi dan Rasul, para Sahabat, Shiddiqin, Syuhada, orang-orang shalih dan Alim Ulama, dengan harapan semoga kita bisa membersamai mereka memasuki surga Allah subhanahu wata’ala kelak pada hari kiamat.


Bahkan keberkahan cinta, mencintai orang-orang shalih dan mulia, tidak hanya sekadar kita akan membersamai mereka kelak. Tapi juga dengan mencintai mereka, maka niscaya Allah pun akan mencintai kita. Allaahu Akbar!


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari jalur sahabat Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


أَنَّ رَجُلًا زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ لَهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ قَالَ هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لَا غَيْرَ أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ بِأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ


"Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang mengunjungi saudaranya di desa lain. Kemudian Allah pun mengutus seorang malaikat untuk menemui orang tersebut. Ketika orang itu ditengah perjalanannya ke desa yang dituju, maka malaikat tersebut bertanya; 'Hendak pergi ke mana kamu?' Orang itu menjawab; 'Saya akan menjenguk saudara saya yang berada di desa lain.' Malaikat itu terus bertanya kepadanya; 'Apakah kamu mempunyai satu perkara yang menguntungkan dengannya? ' Laki-laki itu menjawab; 'Tidak, saya hanya mencintainya karena Allah 'Azza wa Jalla.' Akhirnya malaikat itu berkata; 'Sesungguhnya aku ini adalah malaikat utusan yang diutus untuk memberitahukan kepadamu bahwasanya Allah akan senantiasa mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena Allah'.”


Ya Allah, karuniakanlah kepada kami kecintaan kepada orang-orang shalih dan mulia, yang menjadikan Engkau mencintai kami oleh sebab kecintaan kami kepada mereka karenaMu.


Sebagai penutup, kami hadirkan bait syair dari Muhammad ibn Idris Asy Syafi’i rahimahullah, yang mana beliau merupakan Ulama besar pendiri Madzhab Syaf’i. Tidak diragukan tingkat keilmuan dan keshalihannya. Namun demikian, beliau adalah orang yang tawaddu’. Nampak dari untaian syair beliau,


أحب الصالحين ولست منهم

لعلي أن أنال بهم الشفاعة

وأكره من بضاعته المعاصي

وإن كنا سواء في البضاعة


Aku mencintai orang-orang shalih, meski aku bukan termasuk di antara mereka


Mudah-mudahan dengan mencintai mereka, aku dapat memperoleh syafa’at


Dan aku tidak suka kepada para pelaku maksiat


Meskipun aku juga sama kadang jatuh pada kemaksiatan



Kemudian syair tsb mendapat balasan dari sahabat sekaligus murid beliau, yaitu Imam Ahmad ibn Hanbal rahimahullah,


تحب الصاحين وأنت منهم

ومنك ترجى الشفاعة

وتكره من بضاعته المعاصي

فوقاك الله تلك البضاعة


Anda mencintai orang-orang shalih padahal Anda termasuk orang shalih itu


Dan dari orang sepertimu syafaat itu diharapkan


Dan Anda tidak suka kepada para pelaku maksiat



Maka semoga Allah menjagamu dari perbuatan maksiat. Akhirnya, semoga Allah subhanahu wata’ala senantiasa memberikan taufiqNya kepada kita semua dan menghadirkan untuk kita teman-teman sejawat yang shalih yang saling mencintai karena Allah ‘Azza wajalla.


Demikian semoga bermanfaat. Barakallahu fikum.




__

Penulis 

Ust. Izzatullah Abduh adalah Imam Masjid Andara, Cinere.






Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com