Friday, February 4, 2022

Puisi-Puisi Winarni Dwi Lestari

 Puisi Winarni Dwi Lestari



Lubang di Dinding


napas mengalir melalui lubang

di dinding dada kita.

yang berusaha kita tutup

agar yang lewat atau numpang ngiyup 

tak iseng mengintip.

karena betapa keruh hati oleh riuh keluh

juga betapa berantakan ruang

batin oleh prasangka.

namun juga selalu kembali kita buka

saat hujan datang bersambang

sekadar ngopi, bercengkerama

demi menghela sesak duka.


lihatlah anak kita yang baru belajar 

berdiri dan suka lepas dari peluk

itu mencuri-curi lihat keluar 

penasaran akan dunia pagi 

yang menghambur masuk 

menciptakan bayangan 

yang selalu berkelit menghindar

namun tak pernah lepas dari kaki

membuatnya terkekeh geli.


dengarlah betapa rajin detak detik

mengetuk-ketuk dinding lapuk 

betapa rayap waktu menggerogoti 

membuat lubang baru di sana-sini. 

dan kita selalu ketinggalan 

selalu kewalahan membuka-tutup 

demi setiap napas yang kita hirup 

demi setiap yang terlepas dari peluk.


Karawang, 2022



Gerah


malam bertelanjang dada jendela membuka baju mengikat dan mengangkat tirai berharap menangkap sekelebat angin yang makin jarang lewat. di dalam, benda-benda berteriak "tolong beri jarak!" pada udara yang tak jua beranjak dari peluk kipas --yang sarat debu bangkai nyamuk dan sarang laba-laba--di sudut kamar dan tak berhenti berputar.


cermin berkeringat sibuk menangkap bayang benda yang selalu berkelit menghindar dari cahaya-cahaya yang rakus menghirup dingin demi ingin bertahan hidup. "seandainya saja dia masih setia" bisik-bisik gerutu, rindu akan sesosok AC yang awal musim lalu

memilih pergi dan tak kembali. suhu tak jua pudar waktu membeku sampai kipas berhenti berputar.


Karawang, 2022



Keriput Tangan Ibu


musim meredup

setelah hujan seharian.

begitu banyak jalan bercabang

di sepanjang punggung tangan

basah oleh kenangan

meninggalkan masa muda

meninggalkan rumah yang 

dipenuhi ingin dan angan.


gemericik alir menganak sungai

di galur-galur telapak tangan

dari bening mata airmu 

yang kau seka kala berdoa

dari jernih mata kanak-kanak

yang kau usap kala menangis.

alir sungai yang begitu dalam

bahkan peramal dan penujum

mana pun tak sanggup menyelam

dan menjala takdir.


gemerisik kerut-kerut

menguar di akar-akar angin

siut yang menjadi saksi

bahwa yang halus itu telah susut.

namun lembut sentuhanmu 

ibu, abadi.


Karawang, 2022



_____

Penulis


Winarni Dwi Lestari, lahir di Tuban, kini tinggal di Karawang, Jawa Barat. Saat ini menekuni usaha properti. Studi terakhir sarjana Univ Telkom. Puisinya pernah dimuat di media cetak maupun online. Pecinta puisi dan masih terus belajar menulis puisi.






Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com