Puisi Rian Kurniawan
Yang Sedarah Tapi Berdarah
Kau sebut kita lahir pada liang serupa
Berparas tangis dan duka sewarna
Menghidu gembira di bawah pokok suci
Dibalik renyai hembusan bisik tetangga
Ada seonggok luka yang datang
Ia persis seperti pedang yang menyongsong bait daging duka
Sepetak tanah jadi prahara, wasangka
Langit menangis, kubur-kubur sengsara
Kau sebut kita sedarah tapi kini menyabit luka berdarah-darah
Kau kebat derhaka pada leher-leher orang dewasa
Sementara, luka diukur sehasta demi sehasta berparit rakus dijerat akal bulus
Pekanbaru, 2022
Kau Nyalakan Korek di Tengah Rimba
nyala
ia petik cahaya sependek bulan
sambil bersenandung gulita jagawana
nyala
api itu harus membara
di tengah-tengah perut yang bersedekap dengan batu
diganjal dedaunan yang kering dikunyah bersama rempah
umbi yang dikerat sepuluh sambil bersitatap burung gereja
nyala
api itu memerah saga
ia bakar tubuh – tubuh sambil merayakan penyembelihan raya
akar-akar menangis, pokok jati dan ulin memagut maut
nyala
di mata anak-anak ulayat
seperti peristiwa kiamat
Rengat, 2022
Sengkarut Maut
Di Sumatra
Seorang perempuan bersenandung
Di tapal batas waras
Meringkuk dalam dinding tepas
Anaknya tidur beralas tanah
Sebuah pagi berkisah maut
Pagi hitam berselimut sepi
Suara lolong di ujung jalan
Suara tangis di tepi jendela
Seorang pemuda bermandi darah
Sumatra jadi kuburnya
Bernisan ulayat dan adat
Ia mati terhormat
_______
Penulis
Rian Kurniawan Harahap, pecandu kopi hitam dan pendengar setia Rage Against the Machine. Ia didapuk menjadi Ketua Jaringan Teater Riau 2022-2024, Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Kota Pekanbaru 2020-2025. Menulis sejak SMA hingga kini, karyanya berupa puisi, cerpen, esai dan naskah drama telah memenangkan berbagai lomba dan dimuat di media lokal serta nasional. Novelnya yang sudah terbit Kelambu Waktu dan yang terbaru kumcer Api Rimba. Kini ia bermastautin di Pekanbaru menjaga dan merawat iklim menulis bersama Komunitas Jejak Langkah.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com