Monday, April 8, 2024

Karya Siswa | Senja Berpilu | Septrilenis Florensya Gulo

Cerpen Septrilenis Florensya Gulo




Kesepian menemani Zara ke sekian kalinya. Remaja tujuh belas tahun itu dibalut kesedihan mendalam sembari menatap kosong langit senja. Gaun cantik Zara berlumur darah, tangannya sudah kotor. Zara menyerah, memilih mengakhiri hidupnya saat senja hari.


Sinar pagi menyirami wajah cantik Zara, membangunkan dari mimpi indahnya. Hari yang spesial, mungkin esok hari Zara bisa punya KTP. Rumah megah itu dipenuhi kegembiraan tiada tara. Zara mengawali harinya dengan segala persiapan untuk esok hari. Ia memilih berbagai gaun serta kue. Ditemani Fira, sahabat kecil Zara. Hari itu begitu spesial bagi Zara. Wajah Zara merah padam semerah semangka. 


Pagi ini Zara begitu bersinar hingga keceriaan terpancarkan keluar dari wajah serta perilakunya. Sayang,semesta tampak tak mengizinkan kegembiraan ini berangsur lama. Ketika Zara hendak pergi ke fittingroom, mencoba berbagai gaun cantiknya, seseorang membekap dirinya. Zara diculik. Orang itu membawa Zara ke suatu tempat. Fira yang tengah menunggu Zara di luar, tidak menyadari keberadaan Zara. Tak tahu apa yang Fira pikirkan. Ia memilih meninggalkan Zara dan mengutamakan janjinya bertemu Nathan, kekasih Zara.


Ruangan itu gelap, tak berfentilasi. Rasa sesak mencekik udara di ruang itu. Ruang itu bagai kubus rapuh nan kosong dilengkapi sebuah pintu karat. Zara bagai tikus terkurung, wajahnya pucat pasi, badannya menggeligis. Terdengar suara jejak kaki mendekati kubus rapuh itu, pintu berdecit tanda pintu terbuka. Seorang lelaki berbadan kekar dan tinggi layaknya tiang. Lelaki itu memiliki paras tampan, namun memiliki bekas luka sayat pisau di mata sebelah kirinya. Suara berat lelaki itu mengatakan sesuatu kepada Zara.


“Cantik, tapi sayang demi sayang Nona, mulai hari ini kamu adalah anjingku,” ujar seorang lelaki.


Tanpa sepatah kata lagi, lelaki itu meninggalkan Zara sendirian. Wajah Zara semakin memucat, Zara tidak memahami yang ia alami hari ini. Gelap. Zara sungguh takut gelap. Kesepian kembali menemani Zara kali ini. Seakan tak kuat menahan segala hal yang terjadi, seketika air mata Zara bercucuran mengingatkannya akan kejadian kelam yang pernah ia alami.


Matahari tampak di tengah langit, Fira tengah bercakap dengan Nathan di sebuah kafe, ramai dengan hingar-bingar orang. Pertemuan mereka berdua bisa membuat orang salah paham. Mereka berdua layaknya sepasang kekasih. Di tengah perbincangan mereka berdua, Nathan mengalihkan topik tentang Zara. 


“Oh, iya, Zara ke mana Fir? Perasaan, lo ke rumah Zara sambil nemenin fitting baju ke mal ini.” 


Fira baru ingat tentang Zara. Ia tadi meninggalkannya di ruang fitting tadi.


“Eh iya juga ya Than. Gue kelupaan karena terburu janji sama lo tadi. Zara ke mana ya? Gue kira dia tadi pulang duluan ninggalin gue. Soalnya tadi pas gue cek, dia udah gak ada di fittingroom.” 


Nathan tak heran dengan penjelasan Fira.


“Haha, kebiasaan Zara, kalau udah exited sama sesuatu pasti lupa semuanya.” 


Mereka berdua tidak mengambil pusing mengenai keberadaan Zara. Mereka masih belum menyadari keberadaan Zara saat itu. Fira dan Nathan sibuk berbincang mengenai hal lain hingga menghabiskan waktu mereka.  Hingga malam pun tiba.


Pintu terbuka kedua kalinya. Zara terbangun diambang kesedihannya. Lelaki itu kembali datang mendekati Zara membawa oleh-oleh pisau. 


“Gila, apa selanjutnya nasib aku di sini? Aku bakal mati di tangan lelaki itu?” batin Zara. 


Langkah kaki itu semakin mendesak Zara. Ia berbisik, 


“Cantik, mau sampai di sini aja atau mau jadi anjing gue?”


Zara terdiam mencerna seluruh makna kalimat lelaki itu. 


“JAWAB!” bentak lelaki itu sembari menempelkan benda tajam itu di leher Zara. Zara terdiam, darah mulai menetes hingga bercucuran dari leher Zara. Tatapan lelaki itu sungguh sinis dengan penuh harap menunggu sepotong kata keluar dari mulut Zara. 


“I-i-iya, aku mau,” ucap Zara dengan suara getar. 


Mendengar jawaban Zara, tampaknya lelaki itu puas dan tertawa sembari berkata,


“Bagus sayang, ikutin gue dan jangan pernah ceritain semua hal ini ke siapa pun kalau lo masih mau hirup udara segar di luar.”


Zara hanya mengangguk, menahan sakit bekas luka di lehernya. Zara mengikuti langkah lelaki itu menuju suatu ruangan di bawah tanah. 


Langit tampak cerah, matahari telah terbit satu jam yang lalu. Nathan berdiri di depan rumah megah itu. Ia ingin memberikan kejutan kepada kekasihnya, Zara. Cukup lama Nathan menunggu jawaban dari Zara hingga akhirnya ia baru menyadari bahwa rumah itu sepi bagai kuburan. Zara serta para pelayannya tidak berada di rumah megah itu. Sejak Zara menginjak umur delapan tahun, kedua orang tuanya menghilang tak pernah kembai. Kakak lelaki Zara meninggal akibat keracunan di usia sepuluh tahun. Sejak itulah Zara rasanya tidak memiliki satu orang pun yang dapat ia jadikan rumah untuk berkeluh kesah. Zara hidup hanya ditemani kesepian dan kerinduan akan kenangan indah bersama keluarganya. 


Sejak kecil, Zara dikenal dengan sebutan artis cilik. Setiap iklan kota, model suatu brand pasti terpampang jelas muka cantik Zara. Ia membantu perekonomian keluarganya sejak usianya yang ke lima tahun. Ketika Zara berusia lima belas tahun ia bertemu dengan Nathan yang merupakan kenalan Fira. Sejak itu mereka bertiga adalah sahabat karib hingga akhirnya Nathan jatuh hati kepada Zara yang kini menjadi kekasih Zara. Menyadari keganjalan yang ada di rumah megah itu, Nathan curiga Zara berada dalam keadaan darurat. Nathan mencoba menghubungi Fira, sialnya Fira tidak menjawab telepon Nathan. Kekhawatiran menghantui perasaan Nathan hingga Nathan berusaha keras mencari keberadaan Zara hingga siang menjelang sore hari.


Zara mengikuti langkah lelaki itu. Ia melirik-lirik keadaan ruangan itu. Cat terkelopek, tembok mengeropos. Semakin masuk ke ruangan itu suara langkah kaki semakin terdengar jelas. Kegelapan menyelimuti ruang bawah tanah itu. Zara diliputi rasa takut, rasa bingung serta penasaran akan semua hal yang terjadi. Seketika lelaki itu memberhentikan langkah kakinya, menurunkan penutup wajahnya yang menutupi bagian hidung hingga leher lelaki itu. Zara melotot, air matanya jatuh entah melambangkan kesedihan maupun kegembiraan hatinya. 


“Aa? Kok bisa Aa di sini? Aa kenapa tega ngelakuin hal ini ke Zara? Zara dengar kalau Aa sudah meninggal, tapi itu bohong dan dugaan aku bener! Aa kenapa jahat ninggalin Zara sendirian di rumah tua itu setelah menghilangnya orang tua kita, Aa?” tangis Zara sejadi-jadinya. 


Zara terdiam, lelaki itu tampak sinis menatap Zara, lelaki itu mulai memperlihatkan sesuatu kepada Zara. Zara keliru. Lelaki berparas tampan yang ia kira bukan siapa-siapa, merupakan kakak lelakinya yang berumor meninggal tujuh tahun yang lalu, yang ternyata rumor itu sungguhan. Kondisi tubuh dari kakak lelaki Zara sungguh tragis, sulit dijabarkan dalam kata-kata. Zara menangis dan terus menangis menelan semua kenyataan yang ia lihat saat ini dan berteriak,


“LO SIAPA? KENAPA MUKA LO PERSIS BANGET AA GUE! JAWAB!”


Di tengah kesedihan Zara, lelaki itu malah bergurau.


“Nona, eh jangan, si Cantik aja,” lelaki itu melanjutkan perkataannya dengan senyum aneh. “Cantik, tahu maksud dari ini semua?” Zara menggeleng, meratapi kembali kesedihannya. “Fira,” ucap lelaki itu. Air mata Zara terhenti, menatap lelaki itu penuh tak percaya. “Fira Ralastari nona cantik berhati lugu dan polos, sahabat kecil Zara. Faktanya sungguh berbeda sekali, ternyata dalang dari seluruh kesepian yang Zara alami selama bertahun-tahun. Mulai dari kematian kakak lelaki si cantik, menghilangnya orang tua si cantik serta menghilangnya seluruh pelayan yang seharusnya mempersiapkan sweet seventeen Zara hari ini.”


Zara bingung dengan perkataan lelaki itu dan menganggapnya omong kosong, pikirnya “apa hubungan Fira sama keluarga aku? Kita sudah temenan dari kecil bahkan sebelum kita berdua lahir”. 


Pikiran Zara hanya dapat Ia pendam, lelaki itu tak memberikan kesempatan Zara untuk melontarkan banyak pertanyaan kepadanya. Seketika di bawah kesadaran Zara, pisau telah disodorkan kepadanya dari lelaki itu. 


“Bunuh seluruh keluarga Fira! Terutama anak tunggal itu sendiri, Fira!" 


Ucapan lelaki itu membuat Zara membentak lelaki itu, “INI GILA! DIA SAHABAT KECILKU. AKU TIDAK PERNAH BUNUH SATU ORANG PUN!” 


Bentakan Zara membuat lelaki itu meninggikan suaranya, “BUNUH DIA! ATAU GUE BUNUH LO SEKARANG JUGA!”


Zara tak bisa melakukan apa pun. Zara terancam. Ia dengan hati yang berat mengikuti perkataan lelaki itu.


Ruang tamu dipenuhi kesukacitaan. Keluarga Fira tengah berkumpul mempersiapkan kado yang terbaik untuk Zara. Keluarga Fira ingin merayakan secara pribadi ulang tahun Zara saat malam hari nanti. Keluarga Fira telah selesai mempersiapkan segalanya untuk Zara dan akan menaiki mobil yang merupakan salah satu hadiah untuk Zara. Di dalam mobil itu berisikan kedua orang tua Fira serta kakek dan nenek Fira. Sayangnya Fira tidak bisa ikut mobil tersebut karena ia ada urusan dan akan segera menyusul keluarganya nanti di rumah Zara. 


Zara tengah dalam perjalanan menuju rumah Fira. Ia tidak bisa melakukan apa pun semacam pendeteksi lokasi berada di sekitar tubuh dan mobil yang Zara kendarai. Ketika di tengah perjalanan tidak tahu apa yang terjadi mobil Zara seketika melaju dengan kecepatan tinggi seperti dikendalikan oleh sesuatu. Tanpa sadar saat Zara melihat ke arah depan, terdapat sebuah mobil mewah dengan pita yang diikat di bagian depan mobil itu. Kaca mobil itu tampak transparan sehingga Zara dapat melihat orang yang berada di mobil itu. 


Zara melihat sekilas wajah pengendara mobil tersebut yang merupakan ayah Fira, ayah dari sahabat kecilnya itu. Zara kaget, spontan ia membanting stirnya ke arah kiri yang membuat mobilnya terbanting keras. Kepala Zara bercucuran darah, badannya mengalami luka ringan, namun keajaiban berpihak pada Zara. Ia tidak mengalami luka yang fatal. Ketika ia melihat ke arah mobil keluarga Fira, Zara menangis tak menyangka mobil keluarga Fira telah hancur hanya tersisa kepingan mobil dan darah dari keluarga Fira. Walaupun mobil Zara dan mobil keluarga Fira tidak bertabrakan, ketika Zara menghindar di belakang mobil Zara terdapat sebuah truk besar yang oleng. Tanpa sadar sang pengemudi melaju kencang tanpa arah yang jelas hingga keluar dari jalur hingga akhirnya truk tersebut tanpa sengaja melindas mobil keluarga Fira secara tragis. Zara yang mengalami hal tersebut hanya bisa melamun dan menangis, Ia langsung keluar dari mobilnya dengan keadaan kepala dan sebagain tubuhnya mengalami luka ringan. Warga sekitar yang berada di area tersebut segera menghampiri dan menolong Zara. Zara segera dibawa ke rumah sakit terdekat di daerah tersebut.  


Fira yang mendengar bahwa seluruh keluarganya meninggal serta Zara yang menjadi salah satu korban selamat dari insiden tersebut, segera mendatangi rumah sakit tempat Zara dirawat. Amarah mengelilingi tubuh Fira. Wajah Fira merah padam dengan ekspresi jutek. Ia mendatangi Zara di rumah sakit itu, namun ia memendam segala amarahnya agar dapat berbicara dengan Zara di waktu yang tepat. Zara yang mendengar ketukan pintu dari luar mempersilahkan orang lain masuk. 


“Zara, ini gue Fira. Keadaan lo gimana?” ucap Fira dengan nada lembut. 


Zara menjawab dengan senyuman palsu, “Gapapa Fir. Aku gak seburuk itu kok kondisinya. Turut berduka cita dan maaf Fir.”


Kemudian dengan ekspresi kesal yang tertahan Fira menjawab,


“Bagus deh Ra. Bisa ngomong sama gue di suatu tempat Ra? Gue kayaknya perlu ngomong sesuatu sama lo semenjak kepergian mereka.” 


Zara hanya menggangguk dan mengikuti permintaan Fira. Zara keluar dari mobil yang dikendarai Fira. Tampak bangunan tua yang dijadikan markas anak berandal yang dimaksud oleh Fira ‘suatu tempat’ tersebut. Ketika mereka telah naik di lantai dua, secara tiba-tiba Fira mendorong Zara dengan kuat. 


“LO JAHAT ZAR, GUE TAHU LO KESEPIAN DI SINI. JADI GAK USAH BIKIN GUE JADI KAYAK LO!” 


Zara tidak menyangka Fira akan berlaku kasar kepadanya. Zara hanya bisa mengucapkan “Maaf Fir, aku gak niat kayak gitu.”


Raut wajah Fira tampak kesal bercampur amarah membentak Zara, “MUNAFIK LO RA. KELUARGA GUE SELALU PRIORITASIN LO! PADAHAL GUE ANAK TUNGGALNYA!" ujar Fira. 


"Asal lo tau ya Zara Cantikasari. Sejak lo lahir, keluarga gue selalu mengutamakan lo, membandingkan gue dengan lo bahkan kakak cowo lo itu juga ikutan dibangga-banggakan depan gue. Kakak cowo lo udah gue bikin mati aja masih tetap dibanggain di keluarga gue, sakit gue zar!” tambah Fira.


Zara kaget dengan kalimat terakhir yang terlontarkan dari mulut Fira. 


“Maksud kamu apa Fir? Jangan bilang kamu ada sangkut pautnya sama kematian Aa aku?”


Fira tertawa puas akan kejahatan yang pernah ia lakukan.


“Bocah-bocah, lo pikir gue sepolos dan selugu apa sih? G ue tiga tahun lebih tua dari lo, kakak cowo lo itu mati karena gue racunin.”


Zara terkaget. “Kamu gila Ra! Dia satu-satunya saat kedua orang tua aku meninggal, aku benar-benar kesepian saat itu!” 


“Satu-satunya lo bilang? Lo itu punya dua kakak cowok dan mereka kembar, satunya lagi keluarga gue pisahkan dari keluarga lo Zara!” 


Zara teringat dengan seseorang yang menculiknya kemarin. Wajahnya sangat mirip dengan kakak laki-lakinya itu. Ketika Zara teringat dengan lelaki itu, Fira seketika mengeluarkan pisau yang akan digunakan untuk membunuh Zara. Fira sejak kecil sudah iri dengan kehadiran Zara yang merenggut seluruh perhatian dan kasih sayang keluarga Fira. 


Tekad untuk membunuh Zara sudah bulat, namun sayang bukannya mengenai tubuh Zara, pisau setajam silet dan besar itu justru mengenai tubuh seorang lelaki dengan stamina tubuh yang tidak begitu baik. Lelaki itu adalah orang yang menculik Zara kemarin dan merupakan kembaran dari kakak laki laki Zara. Raut wajah Fira seperti nenek tua yang sangat kesal.


“SIAL! SI PENYAKITAN GANGGU AJA. UDAH DIKASIH KESEMPATAN HIDUP MALAH MATI SENDIRI!” 


Zara langsung mengambil tubuh yang telah terkapar tersebut. Ia hanya bisa menangis karena baru mengetahui bahwa lelaki itu sedang melindungi Zara dari kelicikan Fira.


“Zara cantik, aku aa kedua kamu yang dipisahin sama keluarga mereka. Ingat rencana tadi kan? Ini permintaan terakhir dari aa kedua kamu. Ingat ya, aa kedua kamu namanya Arka. Kalo aa pertama kamu namanya Akra, cuma dibalik aja,” itulah kalimat terakhir lelaki yang menculik Zara sebelum akhirnya meninggalkan Zara selamanya. Mendengar perkataan itu Zara langsung diselimuti amarah besar. Ia sudah memahami situasi yang terjadi. Ia hendak melakukan permintaan terakhir dari Arka. 


Ketika Fira lengah, Zara hendak melaksanakan permintaan terakhir Arka. Namun sayang demi sayang bukannya mengenai Fira malah mengenai Nathan. Nathan telah mencari Zara seharian penuh hingga saat Nathan baru tiba melihat perkelahian tidak masuk akal terjadi dan melihat Zara hendak menusuk Fira dengan tragis. Nathan segera melindungi Fira. Zara tidak menyadari bahwa yang ia tusuk adalah Nathan kekasihnya sendiri. Ia baru mengetahui ketika membuka matanya karena tidak tega menusuk sahabat kecilnya. 


“NATHAAAN!” Zara menangis histeris. Ia menyesali perbuatannya. 


“Sampah yang ini ada gunanya juga, ngelindungin gue padahal bantuan dia gak guna, paling bentar lagi juga mati!” ucap Fira menyepelekan. 


“Kamu jahat Fir, kamu bener-bener licik!” lontar ucapan Zara. Tanpa basa-basi Fira tidak tahan untuk menghabisi Zara dan segera mengambil langkah untuk menusuk Zara dengan kejam. Zara tidak lengah ketika pisau tersebut mulai mendekat. Zara memutar balikkan keadaan. Fira tertusuk dibagian organ jantungnya dengan kejam Zara menusuk tubuh Fira berkali-kali hingga Fira terkapar dan tidak bisa melakukan apa pun lagi.  


Insiden itu terasa cepat hingga sore hari telah tiba, menunjukan keindahan senja. Zara teringat akan kenangan senja menyimpan memori indah keluarga, sahabat, dan kekasihnya. Bagi Zara senja merupakan waktu terindah yang pernah ada. Tiap kali Zara merasa kehilangan, kesepian, serta kesedihan, ia selalu menyaksikan senja memutar kembali memori indah yang pernah terjadi dalam kisah hidupnya. Zara mengemudikan mobil milik Fira. Tanpa tujuan ia mengendarai mobil itu sambil menyaksikan indahnya senja hingga akhirnya ia tiba di suatu pantai yang dulu merupakan kunjungan favorit saat bersama keluarga dan kekasihnya. Zara menapakkan kaki keatas pasir-pasir halus itu menyisakan jejak kenangan yang pernah ia lalui bersama orang terkasihnya. Namun kini ia hanya menyisakan jejak kesendirian dengan lumuran darah pada gaun indahnya. Zara tidak mengganti pakaiannya itu adalah gaun untuk perayaan sweet seventeen-nya. Zara menatap senja dengan tatapan kosong bagai tiada harapan lagi dalam hidupnya. Gaun cantik Zara terlumuri darah. Zara terus berjalan, berjalan dan terus berjalan hingga akhirnya Zara mengakhiri hidupnya di waktu senja bersama kesedihan serta kenangan indah yang pernah ia lalui.


________

Penulis 


Septrilenis Florensya Gulo, siswa SMPN 1 Kota Serang kelas IX E.


Kirim naskah ke 

redaksingewiyak@gmail.com