Cerpen Pury Rahmah
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)
Bambu tinggi itu berdiri tegak, terpasang di tengah laut kosong yang dulu pernah menjadi saksi bisu perjuangan kami. Kini, ia hanya menjadi simbol dari sesuatu yang jauh lebih gelap daripada masa lalu yang pernah menimpa kami. Mengingat masa penjajahan yang penuh darah dan air mata, dimana rakyat berjuang sampai liang kubur demi kehidupan yang Sejahtera dan pemerintah yang hanya membaca kertas yang sudah didesak oleh sang rakyak. bambu yang seharusnya menjadi kenangan perjuangan tentang perlawanan oleh saudara kami yang sekarang sudah Kembali ketanah lagi. Namun, kenyataannya kini ia menjadi alat baru dalam bentuk penindasan yang tak terduga, bukan lagi alat untuk mengusir penjajah asing, tapi untuk menjerat dan menindas sesama anak bangsa yang mendapat perintah memerdekakan bangsa tapi harus tertusuk oleh warga yang tinggi nama dan kuasanya. Semua ini terjadi karna haus akan harta tapi mereka malas untuk bekerja banting tulang.
Kami melihat bambu itu dengan perasaan campur aduk. Yang dulu rasa semangat menyelimuti kami saat melihat bambu itu tapi sekarang, rasa kecewa yang menyelimuti kami. Dari dulu, kita sudah dijanjikan tentang kemerdekaan dan kebebasan berekspresi, tentang kebebasan yang seharusnya membawa kesejahteraan dan kebebasan berekspresi yang seharusnya dan memberikan jalan untuk memeperbaiki ketidak sesuaian ini. Tetapi kini, justru kami yang kembali terjepit akan janji kebebasan itu, tak ubahnya seperti zaman dulu. Ternyata masih sama sakitnya walau bambu itu tak menusuk tubuh kami. Tapi mengapa rasanya yang ini lebih sakit dari zaman dulu. Bambu yang dahulu dipakai untuk melawan penjajah, kini justru menjadi penghalang bagi kami yang hanya ingin hidup tenang dan damai dengan janji janji manis yang keluar dari mulut pemerintah. Bambu itu tidak hanya menancap di tanah dasar lautan biru, tapi menancap di hati kami dan melukai diri kami. Setiap kali kami melangkah ke laut, kami teringat, betapa bebasnya kami dulu, dan betapa terperangkapnya kami sekarang karna pagar bambu itu. Masa itu Kembali lagi Dimana bambu saling menusuk sesama manusia dan ditinggalkan tertusuk di suatu tempat.
Pagar bambu itu, meski tidak tajam, tapi telah memisahkan kami dari harapan. Itu adalah pagar yang menciptakan jurang pemisah yang semakin lebar antara yang kuat dan yang lemah. Antara mereka yang menikmati kemewahan dan kami yang hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Kami bukanlah orang bodoh yang tidak bisa melihat apa yang terjadi di sekeliling. Kami tahu, ada tangan yang bermain di balik semua ini, tangan yang menyulut api keserakahan dengan mengorbankan kami yang lemah. Yang kuat hanya karna hatanya terus menguasai negara ini, dan kami yang berjuang untuk harta-harta itu malah jatuh kedalam jurang kemiskinan. Padahal yang seharusnya kaya adalah kami bukan mereka. Yang seharusnya menikamati adalah kami dan yang seharusnya mati adalah mereka.
Kami tak menuntut banyak, hanya ingin hidup tanpa terjerat di dalam sistem yang korup dan saling menguntungkan hanya untuk segelintir orang. Kami ingin kesempatan yang sama, akses yang sama, hak yang sama. Kami juga ingin kedudukan yang sama dan tanah kubur yang sama. Mengapa negara ini terasa begitu timpang? Kami yang bekerja keras justru semakin terdesak, sementara mereka yang punya kuasa terus melangkah dengan bebas, mengeksploitasi segala yang ada di depan mereka tanpa merasa malu sedikit pun. Mengapa mereka tidak merasa malu akan hal itu?. Tidak kah tuhan kecewa dengan dari mana harta itu datang. Dan kami yang sama kecewanya akan usaha yang tidak membuahkan hasil itu.
Kami ingin bertanya: Sejauh mana keberhasilan mereka bisa membuat kehidupan kami lebih baik? Mengapa setiap kebijakan yang dibuat justru menyusahkan kami, yang di lapangan harus menghadapi kenyataan pahit setiap harinya. Kami ingin tahu apa yang sebenarnya mereka kejar dengan menindas kami. Kami ingin tahu kenapa mereka berpura-pura tidak melihat penderitaan kami. Memangnya mereka tidak pernah berpikir bahwa kita juga punya kuasa untung menggulingkan nama mereka?. Tidak hanya itu, kami juga bisa menggulingkan mereka ke tanah bertancapkan batu yang disana tertulis nama dengan malaikat menunggu sambil memegang cacatan korupsinya.
Jangan biarkan sejarah ini berulang lagi, walau kenyataannya memang sudah terulang seperti yang dulu lagi. Jangan jadikan kami sebagai alat yang dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi atau kelompok yang sudah tinggi itu. Jangan biarkan negara ini terlupakan oleh janji-janji manis yang telah diucapkan oleh orang itu. Kami bukan bangsa yang layak untuk terus menderita karna kalian juga merupakan pemerintah yang layak untuk menderita, merasakan neraka dunia yang telah kami rasakan ini. kami adalah bangsa yang seharusnya berdiri dengan tegak, menikmati buah dari perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan yang berjuang untuk seisi negara ini, bukan hanya untuk kalian para petinggi berdasi. Tapi jika keadaan terus seperti ini, kami tak takut untuk merendahkan kedudukan kalian dan memindahkan nama itu ke batu yang akan kami ukir dengan tangan.
Kami hanya meminta keadilan dari banyaknya ketidak adilan yang ada. Keberhasilanmu yang karna usaha kami malah menjadi hal yang mengorbankan kami. Jika ada keuntungan, biarkanlah itu dirasakan oleh seluruh rakyat karna itu juga merupakan usaha kami dan Sebagian kecil campur tangan yang anda masukan dalam keuntungan yang telah nada rasakan sekarang ini. Bukan hanya segelintir orang yang terus menginginkan lebih. Tapi, seluruh rakyak dinegara ini. Kembalikan kehidupan yang damai itu, yang dulu pernah kami rasakan di tengah lautan ini, yang dulu melukis senyuman dimuka ini, dan yang dulu memberi kenangan indah di hidup ini. Jangan biarkan bambu tinggi itu menjadi penghalang untuk mewujudkan kebahagiaan yang sudah lama kami dambakan. Dan jangan pula bambu tinggi itu menjadi pewujud hal hal yang tidak di inginkan oleh kalian. Karna disini yang punya kuasa bukan lah hanya kalian, yang bisa bertindak bukan hanyalah kalian. Karna kami juga rakyat yang bisa merebut Kembali apa yang kami harusdnya dapatkan.