Cerpen Noura Ethelyn Zarita
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)
Di sebuah desa dekat pesisir, kehidupan para nelayan desa dan keindahan laut yang tenang telah menjadi sumber mata pencaharian dan kebahagiaan bagi warga setempat. Desa Kohod, tempat Joko dan keluarganya juga tempat sanak saudaranya tinggal, adalah salah satu desa yang paling bergantung pada laut. Setiap pagi, Joko serta tulang punggung keluarga lainnya berlayar dengan perahu kecil mereka, membawa hasil tangkapan yang bisa menyokong hidup mereka. Namun, segalanya mulai berubah ketika pagar laut yang misterius muncul di sepanjang pesisir pantai.
Awalnya, warga desa hanya mendengar rumor tentang proyek besar yang sedang dibangun di pesisir pantai tempat para nelayan menangkap ikan. “ Eh ibu ibu sudah dengar belum kabar terbaru ” buka bu mira, “ kabar terbaru apa bu?, memangnya ada kabar apa? “, sahut ibu ibu yang lain, “ itu loh bu katanya bakal ada proyek besar yang katanya proyek itu adalah proyek pembangunan milik pemerintah”, begitulah kira kira proses menyebarnya rumor tersebut. Para pejabat setempat mengatakan bahwa itu adalah bagian dari upaya untuk melindungi lingkungan dan mengembangkan wisata bahari yang ada di desa itu. Hingga, saat pagar laut itu pun akhirnya muncul. Pagar tersebut menjulang tinggi hingga mencapai enam meter, tapi ada yang aneh dengan pagar laut itu, “ pak Joko saya merasa aneh dengan pagar laut ini”, “ benar pak Andri saya juga, pagar laut ini tidak hanya memisahkan laut dan daratan tapi juga bisa merusak ekosistem” sahut pak Joko, “ saya juga jadi kesulitan untuk menangkap ikan semenjak ada pagar laut ini” keluh nelayan lain.
Joko dan nelayan lainnya merasa terancam dengan hadirnya pagar penghalang tersebut. Mereka tahu bahwa tanpa akses ke laut, hidup mereka akan sangat sulit. Setiap hari, mereka terus berusaha mencari celah untuk bisa melewati pagar laut itu, tetapi tak ada jalan yang bisa dilalui. Air laut yang mereka tangkap semakin terbatas. Mereka pun mulai bertanya tanya ‘siapa yang bertanggung jawab atas pagar itu?’, siapa yang akan bertanggung jawab atas keresahan serta keluhan para kepala keluarga yang cemas ‘akan diberi makan apa keluarga mereka?’, dimana lagi mereka akan mencari nafkah jika selama ini mereka bergantung pada laut yang menghidupi mereka ‘bagaimana bisa pagar laut pemisah ini yang katanya proyek pemerintah justru menjadi ancaman bagi rakyat nya sendiri?’, keheranan dalam benak mereka terus bertambah, keresahan serta rasa cemas terus menggunung dalam setiap atap rumah di desa itu, tidak tahu kapan akan hilang.
Hingga di suatu sore, setelah banyak pertimbangan dan berdiskusi dengan keluarga serta warga lain, Joko memberanikan diri dan memutuskan untuk bertemu dengan kepala desa Kohod, yaitu Pak Rahmat. “Pak,apa yang terjadi dengan pagar laut ini? Kenapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya bahwa pagar ini akan dipasang? Ini membuat kehidupaan kami kebelakang ini menjadi lebih sulit, banyak yang kesulitan untuk menangkap ikan, banyak yang mengalami keresahan tentang ini semua, sebenarnya ini pagar apa pak dan apa fungsi sebenarnya dari pagar ini?” tanya Joko, suara penuh keresahan.
Pak Rahmat tampak cemas. “ Saya juga tidak tahu banyak, Joko. Katanya ini adalah salah satu proyek dari beberapa proyek yang dimiliki oleh pemerintah, tetapi… perasaan saya memang sudah tidak enak dari awal saya sudah menduga duga dari awal bahwa ada yang aneh dengan proyek proyek pembangunan yang katanya milik pemerintah ini, saya sudah merasa ada yang tidak beres dengan proyek proyek pembangunan ini. Saya menduga bahwa Beberapa surat izin yang saya terima sepertinya adalah surat izin palsu yang dibuat untuk kepentingan pribadi, namun hingga saat ini saya belum mendapatkan bukti yang akurat atau hal- hal yang bisa menguatkan hipotesis awal saya tadi, saya takut bahwa jika kita terlalu tergesa gesa hal ini bisa saja merugikan warga desa, jika kita mendapatkan beberapa kejanggalan lagi maka akan kita selidiki dan akan kita laporkan pada pihak yang berwenang dengan masalah ini” jawab Pak Rahmat dengan suara pelan.
“ Pak kohod, pak Joko saya punya berita buruk” ucap salah seorang nelayan dengan napas terengah engah “ berita apa bayu? Kenapa bapak sangat terburu buru kesini” jawab Pak Joko “ saya mendengar bahwa ternyata itu bukan proyek pemerintah melainkan proyek palsu” ucap nelayan itu dengan terburu buru, setelah mendengar berita dari nelayan tersebut pak Kohod dan pak Joko pun bersepakat untuk lanjut menyelidiki tentang proyek pagar laut ini. Seketika warga desa menjadi heboh setelah menyebar nya berita bahwa seorang warga menemukan informasi mengejutkan bahwa pagar laut itu ternyata bukanlah proyek pembangunan pemerintah melainkan proyek pembangunan yang dibangun oleh sebuah perusahaan yang tidak terdaftar, dengan menggunakan izin yang telah mereka palsukan. Serta kini nama-nama yang juga terlibat dalam penerbitan izin itu mulai terungkap, termasuk beberapa pejabat yang ternyata memanfaatkan proyek ini untuk keuntungan pribadi.
Dengan bantuan Komite Riset dan Teknologi Anti Korupsi, Joko bersama warga desa mengungkapkan adanya praktek korupsi yang terlibat dalam proyek pembangunan pagar laut ini. Semua bukti yang ditemukan mengarah pada penggelapan dana dan manipulasi izin. Pembongkaran pagar dimulai. Warga desa ikut terlibat dalam proses pembongkaran pagar tersebut, tidak mudah memang namun bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut dan aparat kepolisian, mereka bergotong royong dalam upaya kolektif merobohkan pagar yang telah merusak ekosistem dan kehidupan mereka.
Hari demi hari, pagar itu mulai runtuh. Warga desa merasakan sedikit kelegaan dalam hati mereka.kini mereka merasa pantai mereka kembali hidup, kini mereka merasa bahwa masa depan desa mereka kembali terang dan bersinar seperti sediakala, maka dengan penuh ketekunan serta kesabaran mereka kembali membangun desa tempat kelahiran mereka.
Walaupun menghilangkan kecemasan dalam diri mereka dengan adanya pagar laut itu prosesnya tidak mudah, mereka tahu bahwa mereka telah melawan ketidakadilan. Joko mengamati para nelayan kembali ke laut mereka, seiring dengan pembongkaran pagar yang semakin hari semakin cepat.
Namun, dibalik itu semua, Joko tidak bisa melupakan satu hal, bahwa bagaimana sebuah proyek yang dimaksudkan untuk melindungi alam, malah dirusak oleh mereka yang hanya mementingkan keuntungan pribadi mereka sendiri. Hati Joko berat memikirkan bagaimana pengelolaan alam dan sumber daya laut yang lebih baik bisa dikelola demi kesejahteraan bersama, tanpa merusak kehidupan warga yang menggantungkan nasib mereka pada laut.
Beberapa bulan setelah pembongkaran selesai, pesisir pantai Tangerang kembali damai. Lautnya kembali terbuka untuk para nelayan, dan warga Desa Kohod bisa kembali merasakan kebebasan mereka, meski luka yang ditinggalkan oleh pagar itu tetap akan membutuhkan waktu yang lama untuk teras pulih.
Cerita ini menjadi pengingat bagi Joko, seluruh warga desa bahkan kita semua, bahwa tanah dan laut adalah milik bersama, dan tidak ada satu pihak pun yang berhak mengambilnya untuk kepentingan pribadi, Laut harus tetap bebas, seperti harapan mereka yang tak akan pernah pudar. Bahkan kisah tentang laut yang tetap membawa harapan meski masa depan mungkin suram, harapan itu tidak akan pernah redup.