Wednesday, March 12, 2025

Cerpen Lomba | Syahriyatun Ni'amah At saniyah | Si Pejabat Tamak dan Perjuangan Nelayan

 Cerpen Syahriyatun Ni'amah At saniyah


(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)




“Bagaimana, Pak? Apakah Bapak dapat ikan lebih banyak hari ini?”

Bapak menghela nafas sejenak sebelum menjawab, “Maaf Bu, ikan yang bapak dapat hari ini justru lebih sedikit dari kemarin. Solar untuk perahu pun tersisa sedikit.”

Mendengar percakapan bapak dan ibu, membuatku semakin geram dengan pemerintah yang terus diam tanpa melakukan tindakan apapun terhadap pagar laut yang dipasang secara ilegal. Beberapa pejabat menteri memang telah datang untuk memeriksa, tapi mereka hanya mengatakan hal-hal kosong tanpa aksi nyata. 

Beberapa bulan lalu, tanpa sepengetahuan para nelayan, ternyata ada yang memasang pagar laut secara diam-diam saat malam hari. Awalnya hanya 1-2 meter, tapi hari demi hari semakin panjang hingga mencapai ratusan meter. Bapak bersama perkumpulan nelayan lainnya telah mengadukan hal ini kepada Dinas Kelautan dan Perikanan, tapi mereka tidak mendapatkan solusi atau apapun.

“Duh, uang simpanan Ibu juga sudah menipis, Pak. Hasil penjualan ikan yang didapat kemarin hanya cukup untuk membeli beberapa liter beras. Selama beberapa hari ini pun, Ibu tidak bisa memberi uang saku kepada Anton.”

“Bapak juga bingung, Bu. Pejabat dan polisi berjanji akan segera melepas pagar laut, tapi yang mereka lakukan setiap kali datang hanya mengecek, mengambil beberapa foto, lalu pergi.” Bapak berucap dengan nada penuh lelah dan kebingungan, kemudian melanjutkan, “Bapak dan beberapa teman sesama nelayan justru sempat diinterogasi dan dituduh sebagai dalang dari pagar laut itu. Kita ini nelayan kecil, mana mungkin sanggup buat pagar laut yang butuh biaya sampai milyaran itu. Tidak habis pikir Bapak dengan para pejabat menteri yang hobi sekali mengusik ketenangan rakyat kecil seperti kita ini.”

“Mau bagaimana lagi, Pak. Dalang dari pagar laut itu pasti para pejabat tamak itu juga, tapi mana mau mereka mengaku, pastinya mereka akan mencari kambing hitam. Para polisi pun akan tutup mata dan mulut apalagi sudah dapat jatah.”

Tidak hanya dibangun secara ilegal, pagar laut itu juga merugikan banyak orang terutama para nelayan seperti bapak. Sudah belasan tahun bapak mengandalkan penjualan dari hasil laut untuk menafkahi keluarga, tapi beberapa bulan ini akibat adanya pagar laut, sumber mata pencaharian bapak pun terganggu. 

Saat ini sedang angin Muson barat, jadi bapak tidak bisa melaut di lokasi yang lebih jauh dan biasanya menebar jaring di sekitar lokasi pagar laut. Tapi karena pagar laut itu, bapak terpaksa harus memutar lebih jauh dari biasanya untuk melaut yang pastinya solar yang dibutuhkan juga lebih banyak. Hasil laut yang didapat bapak pun semakin hari semakin sedikit dan tentunya mengurangi hasil penjualan. Sudah beberapa hari ini pun ibu tidak bisa memberiku uang saku karena uangnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. 

Aku tidak mengerti dengan ketamakan para pejabat itu, mereka itu kan sudah punya jabatan dan banyak uang, kenapa masih tidak puas sampai merenggut mata pencaharian rakyat kecil seperti kami. Laut itu kan kekayaan alam dan milik negara, bagaimana bisa diperjualbelikan untuk keuntungan satu orang. Mirisnya, orang yang bertanggung jawab dibalik kekacauan ini pasti akan dilindungi oleh mereka yang mengaku berdiri di samping rakyat. Polisi akan sibuk mencari kambing hitam, para pejabat sibuk berkilah, dan para penguasa juga akan membuat kekacauan di tempat lain supaya isu pagar laut ini tenggelam. 

Mereka bilang pagar laut dibuat untuk kegiatan reklamasi supaya sumber daya lahan secara lingkungan atau sosial ekonomi dapat ditingkatkan, yang nantinya akan memberi dampak positif kepada kami seperti meningkatnya kualitas ekonomi, adanya lapangan kerja, dan pemanfaatan lahan kosong. Mereka bisa memberikan 1000 dampak positif pagar laut ini, tapi apakah mereka memikirkan kerugian yang kami alami. Apakah mereka memikirkan bahwa selain para nelayan dan pembudidaya, ekosistem laut juga terancam. Mereka itu benar-benar hanya mementingkan diri sendiri saja. 

“Pak, kasus pagar laut ini, bagaimana jika Anton viralkan di media sosial? Pasti akan menarik perhatian banyak khalayak. Siapa tau jika media meliput, akan ada tindakan. Polisi dan pejabat mana mau bertindak jika kasus belum viral.” Usulku tiba-tiba kepada bapak sambil duduk di sampingnya setelah sebelumnya hanya mendengarkan percakapan bapak dan ibu. 

“Cara seperti itu mungkin bisa dipakai, tapi Bapak takut kamu diserang buzzer pemerintah, ton. Rencananya besok Bapak dan para nelayan mau buat laporan ke Omnibus di Jakarta, semoga saja ada titik terangnya.”

“Tenang, Pak. Anton tidak takut dengan buzzer pemerintah itu, anggap saja mereka angin lalu. Selain ingin masalah ini cepat selesai, Anton juga berharap viralnya kasus ini juga bisa mengungkap kasus pagar laut lainnya, Pak.” Aku mencoba meyakinkan bapak supaya tidak khawatir, toh memang benar untuk apa takut dengan buzzer. 

“Benar, Pak. Kita tidak bisa percaya begitu saja kepada pejabat dinas itu, akan lebih baik membiarkan netizen di luar sana mengetahui apa yang terjadi disini dan bisa ikut mengawal kasus hingga selesai.” ibu menambahkan. 

Bapak sempat terdiam sebentar sebelum menjawab, “Ya sudah, ton. Mau bagaimana lagi jika itu memang salah satu alternatif tercepat untuk penyelesaian kasus ini.”

Keesokan harinya, bapak dan nelayan lainnya pergi ke Jakarta sedangkan aku memulai misiku yaitu merekam pagar laut dan menceritakan asal-usul serta dampak negatifnya terhadap kami, kemudian mengunggahnya di media sosial. Aku benar-benar berharap video yang kuunggah mendapat penayangan yang tinggi dan menyebar luas ke dunia luar sana. 

Beberapa hari setelahnya, tidak disangka video yang kuunggah secara cepat menyebar luas di berbagai media sosial. Banyak orang menyayangkan sikap tidak kompeten pemerintah dalam menangani kasus ini, bahkan tidak sedikit orang memberikan komentar pedas pada pejabat menteri tamak itu. Media massa juga berlomba-lomba datang ke lokasi untuk meliput dan mewawancarai para nelayan. 

“Benar, Pak. Pagar laut itu hanya menyusahkan kami, nelayan kecil. Kemarin, perahu saya menabrak pagar laut soalnya kalau malam tidak terlalu terlihat. Perahu saya jadi bocor dan hampir tenggelam, untungnya saya masih bisa selamatkan diri” Ungkap Pak Rudi, salah satu nelayan.

“Kami ini sudah lapor ke pejabat, polisi, sampai Omnibus, tapi semuanya diam saja. Tidak ada tindakan apapun. Kami bingung harus mengadukan ke siapa lagi. Baru sekarang juga ada media yang meliput.” Keluh bapak kepada wartawan yang mewawancarai. 

Tayangnya berita mengenai pagar laut itu dengan cepat menjadi sorotan banyak orang, menjadi berita utama bahkan trending di beberapa platform. Polisi, TNI AL, hingga pejabat langsung datang dan memastikan akan lebih serius menangani masalah ini. Setelah diselidiki ternyata kepala desa dan beberapa nelayan ikut terlibat dalam pembangunan pagar laut ini, mereka diiming-imingi akan mendapat bayaran. Polisi dengan cepat mengidentifikasi siapa saja nelayan yang terlibat, tapi tidak mampu menangkap dalang utama dibalik masalah ini. 

“Pelaku utamanya kabur, Bu. Polisi bilang mereka sudah mengantongi nama dalang utama, tapi masih kesulitan menemukannya karena di tempat tinggalnya tidak ada siapapun.”

“Ah, itu mah hanya alasan polisi saja, Pak. Mereka itu pasti sudah dapat titipan.” Sungut Ibu.

“Ya sudahlah, Bu. Dibandingkan pelaku itu, yang penting besok pagar laut itu akan dibongkar dengan alat berat. Bapak dan nelayan lainnya akan ikut membantu juga.” 

“Alhamdulillah Pak, akhirnya ada tindakan penyelesaian untuk kasus ini. Ini juga berkat Anton yang memviralkan pagar laut. Terimakasih ya, Nak, mungkin sampai sekarang masalah ini tidak akan selesai jika tidak viral” ibu membalas sambil mengusap kepalaku.

“Jangan remehkan kekuatan netizen Bu, hehe. Mereka itu ganas dan paling jago mendesak pihak manapun yang merugikan rakyat kecil seperti kita.” Ucapku karena memang benar setelah mencuatnya berita pagar laut di daerah kami, terungkap juga beberapa pagar laut yang dibangun secara ilegal di daerah lain.

Keesokan paginya, sudah terparkir beberapa alat berat konstruksi yang akan menghancurkan dan mengangkut pagar laut itu. Terlihat wajah sumringah dari para nelayan karena akhirnya mereka dapat melaut seperti biasanya tanpa terganggu oleh pagar laut walaupun memang membutuhkan beberapa hari untuk benar-benar membersihkan pagar laut. 


Mereka bilang Indonesia adalah negara demokrasi yang mengutamakan segalanya berdasarkan kepentingan rakyat, tapi realitanya rakyat terus ditindas untuk memenuhi nafsu duniawi mereka. Aku benar-benar berharap untuk kedepannya tidak ada lagi pejabat serakah yang memanfaatkan kekayaan alam demi kepentingan diri sendiri dan merugikan banyak orang.