Puisi Nursiyah Faa
Surat Pernyataan Biasa
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah manusia biasa. Saban pagi mengalami mules luar biasa. Asam lambung menyerang seperti biasa.
Dengan ini menyatakan kebingungan. Saban hari otak saya hilang keseimbangan. Bingung membuat perut menjadi kembung.
Dunia yang aku tinggali tidak baik-baik saja. Saban waktu orang-orang di TV terus bicara. Penerapan peraturan baru sudah terwacana. Orang-orang termasuk saya juga siap sedia. Segala perkakas perang telah disiapkan. Juga pengotakan wilayah demi ketertiban. Babak baru dengan dana baru siap diluncurkan, perut saya tambah kembung tak keruan.
Saya mau tak mau juga harus siap taat aturan. Jika tidak, dicap manusia urakan. Demi kelangsungan bersama di alam dunia yang mungkin dikendalikan penguasa neraka.
Demikian surat pernyataan ini dibuat. Barangkali ini juga mewakili hati banyak umat.
Tertanda tangan surat ini di atas kamboja kelopak empat.
Serang, 1 Februari 2022
Surat Terbuka untuk Kita yang Lelah
Kepada kita yang berangkat saat matahari belum tampak. Jangan lupa sarapan dan berdoa karena hidup butuh tenaga.
Keringat yang bercucuran mengalir di antara celah baju dan celana bukan lagi bukti kerja berharga. Lelah yang mendera hingga hilang nyawa di negeri kita kini tak lagi dipandang dengan mata. Para pejabat pembuat aturan tak memiliki mata itu sebabnya mereka tak melihat kita.
Kebijakan yang dicanangkan oleh mereka itu semata-mata untuk kesejahteraan mereka. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat itu hanya ada ditulisan Pancasila kita saja.
Kepada kita yang pulang saat matahari sudah menghilang. Jangan lupa tidur sambil mendengkur seperti mereka yang pulas di ruang rapat wakil rakyat.
Tidurlah tanpa beban hai jiwa-jiwa yang kebingungan. Urusan undang-undang itu bukan ranah kita yang menentukan.
Sudah lama kita tak dianggap. Tiap keputusan yang dibuat di atas jam-jam kita menguap. Diketuknya palu tanpa kita tahu. Tahu-tahu berita sudah tersiar. Keputusan telah berlayar.
Kita ini cuma butuh dari kalangannya rakyat jelata. Mengadu ke departemen tenaga kerja itu hanya usaha sia-sia. Mengadu ke pemerintah tak pernah ada tanggap. Salah-salah kita yang ditangkap. Buruh-buruh anarki siap-siap saja diganti. Matilah sumber pangan untuk anak bini.
Kepada kita yang lelah. Tengoklah megahnya ibu kota baru, ia butuh dana baru. Jaminan hari tua ditahan mungkin saja semata untuk alokasi pembangunan gedung dan jalan baru. Juga pintu baru bagi tikus-tikus yang melahap rakus semua itu.
Tertanda tangan surat ini di atas darah dan keringat yang menguap.
Serang, 14 Februari 2022
Bapak dan Batik
Batik pertamaku tahun 2011
Tiap tahun selalu batik yang aku hadiahi
Kupilih berbagai warna
Semua Bapak suka
Tiap kali orang bertanya
Beli batik di mana?
"Ini dari anakku. Bagus kan?"
"Iya bagus."
"Iya ini dari anakku!"
--Cerita tetangga
Jumat, 01 Oktober 2021
Bapak berpulang ke pangkuan Sang Khalik
Ada batik di tilamnya
"Bapakmu paling suka batik darimu.
Adem dan pas katanya," ujar Ibu bergetar dalam kenangan.
Jumat, 01 Oktober 2021
Pukul 09:00
Jalan Kibin-Tirtayasa
Liku-liku seperti corak batik Bapak
Tentram Bapak dalam cinta
Sesimpul senyum dalam akhir yang awal
Tirtayasa, 02 Oktober 2021
____
Penulis
Nursiyah Faa, kuli pabrik yang kadang menulis puisi.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com