Puisi JAMALUDIN GmSas
Tak Ada Kesedihan di Secangkir Kopi ini
Dari kopi-kopi yang telah mereka petik,
ada kesedihan yang menyerupai ceri.
Ia sengaja menyusup masuk
untuk membersamai perjalanan kopi
yang telah memeras banyak sekali
keringat juga air mata para petani.
Mungkin ia bertujuan untuk melebur
bersama air dan masuk ke dalam cangkir,
kemudian menyusuri tubuh lewat tenggorokan
dan menyampaikan segala bentuk pesan.
Namun, sebelum dijemur dan dileburkan,
kopi-kopi direndam dan dibersihkan.
Segala kesedihan terlihat mengapung.
Mereka semua diambil dan dibuang.
Pesan-pesan tak sempat sampai
ke setiap alam pikiran dan nurani,
air mata pun belum pernah menjangkau
dada-dada para peminum kopi.
Begitulah tabiat para petani kopi,
mereka tak ingin kopi-kopinya terkontaminasi
oleh asin air matanya sendiri,
sehingga rasanya bisa menjadi kurang
dan tak laku di pasaran.
Al Ikhsan, 2022
Saat Kemarau Panjang
Padahal awan sudah lama menggumpal hitam,
tapi hujan tak kunjung datang.
Air mata tak cukup membasahi tanah gersang,
juga dompet-dompet para pejuang.
Daun-daun lamtoro berguguran,
kecemasan pun ikut pada tanggal
dari kepala menuju dada para petani,
layaknya semak-semak gulma
yang sudah dipenuhi guguran biji-biji kopi.
Banyak sekali ceri-ceri kopi yang kosong
seperti pandangan mata yang melompong
: di perendaman, mereka mengapung,
kemudian buyar di pikiran.
Para petani mulai menghitung hutang-hutang
dan segala rencana pun mulai diatur ulang,
tapi tetap jauh di bawah kecukupan.
Pada setiap malam,
air mata dikumpulkan di dalam toren,
siapa tahu (dalam batin mereka)
bisa melembapkan kebun dada dan pikiran
saat menghadapi panen yang jauh dari perkiraan.
Al Ikhsan, 2022
Mata Kopi
"Kambing itu melompat ke sana kemari,
berlari, dan kemudian menari,"
suara dari mulut kaldi
dan didengar oleh biarawan suci.
Biji-biji kopi mulai pada jatuh
dari malam hingga subuh.
Segala kantuk mulai terbaptis
lewat bulatan ceri yang beraroma magis.
Warna merah yang akrab dengan darah
merasuk ke dalam sukma
dan membuat mata kembali terjaga.
Yang mengalir seperti sungai
adalah biji kopi yang telah disangrai.
Segalanya pun dibiarkan terbuka
layaknya mulut cangkir yang nganga,
kemudian siap menampung segala doa.
Mata-mata kembali terjaga,
mulut-mulut melanjutkan doa.
Al Ikhsan, 2022
Pada Kopi Ini, Aku Letakkan
Pada kopi ini,
aku letakkan kepala
beserta suara-suara yang
bernyanyi di dalamnya,
supaya nanti,
pikiran yang pahit
akan tetap dicecap oleh
lidah yang sering berkelit.
Pada kopi ini,
aku letakkan hati
beserta dawai-dawai yang
bergetar di dalamnya,
supaya esok,
segala syak wasangka
akan menjadi rasa syukur
juga kemerduan yang tak terukur.
Pada kopi ini,
aku letakkan tubuh
beserta kaki-kaki yang
berpijak di mana-mana,
supaya kelak,
segala kejadian serupa
de javu—ada banyak kemiripan
di setiap usaha untuk menujuMu.
Al Ikhsan, 2021
________
Penulis
JAMALUDIN GmSas— adalah nama pena dari Jamaludin. Lahir di Pemalang, 20 Juli. Ia adalah mahasiswa pascasarjana UIN SAIZU Purwokerto sekaligus santri di Pondok Pesantren Al Ikhsan Beji, Banyumas. Laki-laki pecinta kopi ini puisi-puisinya pernah disiarkan di laman: Koran Tempo, NusaBali, Pos Bali, Medan Pos, Tanjungpinang Pos, Fajar Makasar, Radar Banyumas, Radar Cirebon, Radar Pekalongan, Harian Sinar Indonesia Baru, sabah360online Malaysia, LP Maarif NU Jateng, langgampustaka.com, suarabanyumas, riausastra.com, Metafor.id, lensasastra.id, Marewai, Kami Anak Pantai, dan lain-lain. Tersebar juga di beberapa antologi bersama. Ia juga pernah menjadi juara 2 pada Lomba Cipta Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Catatan Pena (2021). Facebook: Jamaludin GmSas. Instagram: @jamaludin-gmsas.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com