Friday, September 30, 2022

Puisi-Puisi JAMALUDIN GmSas

Puisi JAMALUDIN GmSas





Tak Ada Kesedihan di Secangkir Kopi ini


Dari kopi-kopi yang telah mereka petik,

ada kesedihan yang menyerupai ceri.

Ia sengaja menyusup masuk

untuk membersamai perjalanan kopi

yang telah memeras banyak sekali

keringat juga air mata para petani.


Mungkin ia bertujuan untuk melebur

bersama air dan masuk ke dalam cangkir,

kemudian menyusuri tubuh lewat tenggorokan

dan menyampaikan segala bentuk pesan.


Namun, sebelum dijemur dan dileburkan,

kopi-kopi direndam dan dibersihkan.

Segala kesedihan terlihat mengapung.

Mereka semua diambil dan dibuang.

Pesan-pesan tak sempat sampai

ke setiap alam pikiran dan nurani,

air mata pun belum pernah menjangkau

dada-dada para peminum kopi.


Begitulah tabiat para petani kopi,

mereka tak ingin kopi-kopinya terkontaminasi

oleh asin air matanya sendiri,

sehingga rasanya bisa menjadi kurang

dan tak laku di pasaran.


Al Ikhsan, 2022



Saat Kemarau Panjang


Padahal awan sudah lama menggumpal hitam,

tapi hujan tak kunjung datang.

Air mata tak cukup membasahi tanah gersang,

juga dompet-dompet para pejuang.


Daun-daun lamtoro berguguran,

kecemasan pun ikut pada tanggal

dari kepala menuju dada para petani,

layaknya semak-semak gulma

yang sudah dipenuhi guguran biji-biji kopi.


Banyak sekali ceri-ceri kopi yang kosong

seperti pandangan mata yang melompong

: di perendaman, mereka mengapung,

kemudian buyar di pikiran.


Para petani mulai menghitung hutang-hutang

dan segala rencana pun mulai diatur ulang,

tapi tetap jauh di bawah kecukupan.


Pada setiap malam,

air mata dikumpulkan di dalam toren,

siapa tahu (dalam batin mereka)

bisa melembapkan kebun dada dan pikiran

saat menghadapi panen yang jauh dari perkiraan.


Al Ikhsan, 2022



Mata Kopi


"Kambing itu melompat ke sana kemari,

berlari, dan kemudian menari,"

suara dari mulut kaldi

dan didengar oleh biarawan suci.


Biji-biji kopi mulai pada jatuh

dari malam hingga subuh.

Segala kantuk mulai terbaptis

lewat bulatan ceri yang beraroma magis.

Warna merah yang akrab dengan darah

merasuk ke dalam sukma

dan membuat mata kembali terjaga.


Yang mengalir seperti sungai

adalah biji kopi yang telah disangrai.

Segalanya pun dibiarkan terbuka

layaknya mulut cangkir yang nganga,

kemudian siap menampung segala doa.


Mata-mata kembali terjaga,

mulut-mulut melanjutkan doa.


Al Ikhsan, 2022



Pada Kopi Ini, Aku Letakkan


Pada kopi ini,

aku letakkan kepala

beserta suara-suara yang

bernyanyi di dalamnya,


supaya nanti,

pikiran yang pahit

akan tetap dicecap oleh

lidah yang sering berkelit.


Pada kopi ini,

aku letakkan hati

beserta dawai-dawai yang

bergetar di dalamnya,


supaya esok,

segala syak wasangka

akan menjadi rasa syukur

juga kemerduan yang tak terukur.


Pada kopi ini,

aku letakkan tubuh

beserta kaki-kaki yang

berpijak di mana-mana,


supaya kelak,

segala kejadian serupa

de javu—ada banyak kemiripan

di setiap usaha untuk menujuMu.


Al Ikhsan, 2021


________

Penulis


JAMALUDIN GmSas— adalah nama pena dari Jamaludin. Lahir di Pemalang, 20 Juli. Ia adalah mahasiswa pascasarjana UIN SAIZU Purwokerto sekaligus santri di Pondok Pesantren Al Ikhsan Beji, Banyumas. Laki-laki pecinta kopi ini puisi-puisinya pernah disiarkan di laman: Koran Tempo, NusaBali, Pos Bali, Medan Pos, Tanjungpinang Pos, Fajar Makasar, Radar Banyumas, Radar Cirebon, Radar Pekalongan, Harian Sinar Indonesia Baru, sabah360online Malaysia, LP Maarif NU Jateng, langgampustaka.com, suarabanyumas, riausastra.com, Metafor.id, lensasastra.id, Marewai, Kami Anak Pantai, dan lain-lain. Tersebar juga di beberapa antologi bersama. Ia juga pernah menjadi juara 2 pada Lomba Cipta Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Catatan Pena (2021). Facebook: Jamaludin GmSas. Instagram: @jamaludin-gmsas. 


Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com