Friday, January 7, 2022

Puisi-Puisi Adnan Guntur

 Puisi Adnan Guntur




Nyanyian Tahun Baru 


derit tangisan dan pantulan wajahmu terciumi lelawa hitam pudar, di sela meja tangga berliku ke ketiak waktu, di detak dan detik kesekian, namamu termunculkan lidah-jilat cicak mulutku yang lapar


“kepergian sama halnya nyanyian yang menempel dari besi diceruk bolong lelistrik, bebintang lalu bertebaran”


sepasang kaki, balon udara, terompet merah sama-sama meledaki dirinya menjadi gundukan gemuruh di tengah malam yang kerasukan 


Ciamis, 2022




Kehampaan yang Menggantung di Udara


punggung hitam dan kembang api meledak, pohon-pohon tumbuh dari wabah dalam wajahku, malam lengang, rumah ibadah, penuh dengan gigil ruh dan sorga 


kutempuhi perjalanan yang panjang, sambil menyelimuti tanganmu, kakiku lumpuh ke dalam kehampaan yang menggantung di udara


ke dalam televisi, sesajian, kuali wajan dari lidahku yang berduri menempeli raut pipih wajahmu yang memantuli malam 


Ciamis, 2022




Penderitaan Adalah Peringatan Hidup yang Paling Sederhana


riuh menampung tragedi dalam ruang raung sakit tubuhku, bau amis, petilasan, lagu-lagu dari pengeras suara, memasangkan dirinya pada besi tua


laut menikam kita dengan sebuah bahasa, penderitaan adalah peringatan hidup yang paling sederhana


tak ada lagi kedip lampu, gagak dan kucing hitam, meloncati tubuhmu kedalam wajah yang sumbing, mengatupi mawar yang rontok 


“yang ada kembali ke sediakala, warna hujan melampaui kesedihan dengan kehampaan lenganmu dari lenganku yang kuyu”


Ciamis, 2022




Lumpur Ketiadaan yang Ditulisi


menjaring jejak dalam lumpur ketiadaan yang ditulisi melalui perih dan darah hitam dalam lekuk tubuhmu yang tumbuh di bawah matahari dan selembar kain


jejalan merona, jurang dan ketiadaan menapaki mimpi dalam selembar kulit, bumi membuat tangga-tangga terbang


mengendap di kedalaman laut tubuhku, sebuah dinding yang tercipta dari istana kata-kata, sebuah rahasia yang membusung akasia


Ciamis, 2022




Seseorang Membakar Dirinya Melalui Matahari 


seseorang membakar dirinya melalui matahari, kata-kata meledak dalam puisiku, membacai kitab yang terbaring dan terbang menuju langit sorga


nama-nama dewa, memunculkan kesendirian bagimu


lalu hujan turun, di tengah-tengah bunga yang  terbang ke atas langit, menusuki mataku melalui matamu yang sayu


“tak ada bunga dan tak ada hujan, tuhan mati dengan keadaan sakau”


Ciamis, 2022




Jatuh ke Dasar Sungai Lenganmu yang Putus 


aku menuliskan hujan dalam mimpimu, di jendela puisi adalah lorong gelap yang membuka cahaya dari kedua tangannya yang patah, seorang lelaki atau seorang perempuan, gemar memberikan air matanya kepada kesunyian yang berloncatan melalui gedung, kapal dan kontainer, sebuah jaring menanam petilasan menjadikannya kain untuk jawa dari bahasa yang dipintal dan terpintal


kututup sebuah pintu, langkah kaki dan bunyi toa masjid, merangkaki kesunyian di dasar telingamu, awan jatuh dan melayat kebolong-keropos gagang hatimu 


“ke mana lagi, mesti kita kenali bahasa dari mimpi yang tertempel di balik tembok dan pintu?”


hujan jatuh, melemparkan dirinya ke atas kepalamu dari daun yang meluruh jatuh ke dasar sebuah sungai lenganmu yang putus


Ciamis, 2022



_____

Penulis


Adnan Guntur, kelahiran Pandeglang tahun 1999. Telah menyelesaikan studi di Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga. Aktif berkegiatan di Teater Gapus Surabaya, Bengkel Muda Surabaya, Wara-Wara Project, dan Sanggar Arek. 


E-mail: adnan9guntur@gmail.com

Instagram: adnan_guntur






Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com