Puisi Adnan Guntur
Nyanyian Tahun Baru
derit tangisan dan pantulan wajahmu terciumi lelawa hitam pudar, di sela meja tangga berliku ke ketiak waktu, di detak dan detik kesekian, namamu termunculkan lidah-jilat cicak mulutku yang lapar
“kepergian sama halnya nyanyian yang menempel dari besi diceruk bolong lelistrik, bebintang lalu bertebaran”
sepasang kaki, balon udara, terompet merah sama-sama meledaki dirinya menjadi gundukan gemuruh di tengah malam yang kerasukan
Ciamis, 2022
Kehampaan yang Menggantung di Udara
punggung hitam dan kembang api meledak, pohon-pohon tumbuh dari wabah dalam wajahku, malam lengang, rumah ibadah, penuh dengan gigil ruh dan sorga
kutempuhi perjalanan yang panjang, sambil menyelimuti tanganmu, kakiku lumpuh ke dalam kehampaan yang menggantung di udara
ke dalam televisi, sesajian, kuali wajan dari lidahku yang berduri menempeli raut pipih wajahmu yang memantuli malam
Ciamis, 2022
Penderitaan Adalah Peringatan Hidup yang Paling Sederhana
riuh menampung tragedi dalam ruang raung sakit tubuhku, bau amis, petilasan, lagu-lagu dari pengeras suara, memasangkan dirinya pada besi tua
laut menikam kita dengan sebuah bahasa, penderitaan adalah peringatan hidup yang paling sederhana
tak ada lagi kedip lampu, gagak dan kucing hitam, meloncati tubuhmu kedalam wajah yang sumbing, mengatupi mawar yang rontok
“yang ada kembali ke sediakala, warna hujan melampaui kesedihan dengan kehampaan lenganmu dari lenganku yang kuyu”
Ciamis, 2022
Lumpur Ketiadaan yang Ditulisi
menjaring jejak dalam lumpur ketiadaan yang ditulisi melalui perih dan darah hitam dalam lekuk tubuhmu yang tumbuh di bawah matahari dan selembar kain
jejalan merona, jurang dan ketiadaan menapaki mimpi dalam selembar kulit, bumi membuat tangga-tangga terbang
mengendap di kedalaman laut tubuhku, sebuah dinding yang tercipta dari istana kata-kata, sebuah rahasia yang membusung akasia
Ciamis, 2022
Seseorang Membakar Dirinya Melalui Matahari
seseorang membakar dirinya melalui matahari, kata-kata meledak dalam puisiku, membacai kitab yang terbaring dan terbang menuju langit sorga
nama-nama dewa, memunculkan kesendirian bagimu
lalu hujan turun, di tengah-tengah bunga yang terbang ke atas langit, menusuki mataku melalui matamu yang sayu
“tak ada bunga dan tak ada hujan, tuhan mati dengan keadaan sakau”
Ciamis, 2022
Jatuh ke Dasar Sungai Lenganmu yang Putus
aku menuliskan hujan dalam mimpimu, di jendela puisi adalah lorong gelap yang membuka cahaya dari kedua tangannya yang patah, seorang lelaki atau seorang perempuan, gemar memberikan air matanya kepada kesunyian yang berloncatan melalui gedung, kapal dan kontainer, sebuah jaring menanam petilasan menjadikannya kain untuk jawa dari bahasa yang dipintal dan terpintal
kututup sebuah pintu, langkah kaki dan bunyi toa masjid, merangkaki kesunyian di dasar telingamu, awan jatuh dan melayat kebolong-keropos gagang hatimu
“ke mana lagi, mesti kita kenali bahasa dari mimpi yang tertempel di balik tembok dan pintu?”
hujan jatuh, melemparkan dirinya ke atas kepalamu dari daun yang meluruh jatuh ke dasar sebuah sungai lenganmu yang putus
Ciamis, 2022
_____
Penulis
Adnan Guntur, kelahiran Pandeglang tahun 1999. Telah menyelesaikan studi di Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga. Aktif berkegiatan di Teater Gapus Surabaya, Bengkel Muda Surabaya, Wara-Wara Project, dan Sanggar Arek.
E-mail: adnan9guntur@gmail.com
Instagram: adnan_guntur
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com