Saturday, November 12, 2022

Resensi Sapta Arif | Menyesap Wangi Cinta dalam Sejarah Kretek Indonesia

Oleh Sapta Arif




Judul: Gadis Kretek

Penulis: Ratih Kumala

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama 

Cetakan: VI, 2022

ISBN: 978-979-22-8141-5

Tebal: 275 halaman


Tak mau kalah dengan karya suaminya—Eka Kurniawan, Gadis Kretek garapan Ratih Kumala membuat gebrakan. Terbit pertama kali bulan Maret 2012. Buku yang telah mengalami enam kali cetak ulang ini segera dialih-wahanakan menjadi film serial di Netflix. Kamila Andini dan Ifa Isfansyah didaulat sebagai sutradara. Tidak tanggung-tanggung, artis sekaliber Dian Sastrowardoyo, Ario Bayu, Putri Marino, hingga Arya Saloka digaet untuk memerankan tokoh-tokoh garapan Ratih.


Penikmat sastra Indonesia tentu sudah tidak sabar menantikan film ini. Apalagi, tokoh Jeng Yah (Dasiyah) akan diperankan oleh aktris cantik nan berkarakter: Dian Sastrowardoyo. Sementara itu, tokoh Soeraja akan diperankan oleh Ario Bayu. Mengingat ketenaran dua aktor ini, serta track record Kamila Andini dan Ifa Isfansyah dalam menggarap film, penikmat sastra tentu berharap alih wahana novel ini bisa menyuguhkan tayangan yang berkualitas.


Menyesap Cinta Beraroma Sejarah Indonesia


Konflik dalam novel ini dimulai sejak paragraf pertama. Bermula Soeraja yang sekarat, tiba-tiba mengigau nama “Jeng Yah”. Kejadian ini sempat membuat geger istri Soeraja, sekaligus menciptakan tanda tanya besar bagi Lebas, Karim, dan Tegar—tiga anak Soeraja. Keluarga ini diceritakan telah membangun dinasti perusahan kretek terbesar di Indonesia. Mengusung nama kretek “Djagad Raja”, nama ini sarat akan sejarah, konflik, hingga rahasia besar.


Ratih dengan piawai membuat dua alur besar dalam buku ini. Pertama, alur konflik antartokoh. Dimulai dari kisah cinta segi tiga antara Idroes Moeria, Roemaisa, dan Soejagad. Dilanjutkan kisah cinta nan pilu antara Soejagad dengan Jeng Yah “Si Gadis Kretek”. Dikisahkan, saat Indonesia tengah berjuang melawan penjajahan Jepang, Idroes muda memiliki ambisi mengembangkan pabrik kretek rumahan. Hal ini mendapatkan dukungan dari tambatan hatinya, Roemaisa. Idroes diceritakan sebagai pemuda yang gigih, ulet, dan ambisius. Lalu, Roemaisa—putri seorang Juru Ketik Belanda—bersetia menemani suaminya dalam getir kehidupan di jelang dan pasca kemerdekaan. Sedangkan Soejagad muda—bakal mertua Soeraja, sejak awal digambarkan sebagai tokoh antagonis dalam bahtera kehidupan cinta Idroes Moeria dan Roemaisa. Akhirnya, Idroes merintis Rokok Kretek Merdeka, sedangkan Soejagad merintis Rokok Kretek Proklamasi dengan ikon gambar Bapak Proklamator kita, Soekarno.


Persaingan Idroes dan Soejagad kian kental. Baik dalam usaha kretek hingga dalam menggaet Soeraja sebagai menantu. Ya, Seoraja yang awalnya diceritakan dekat dengan Jeng Yang, membelot lantaran keadaan yang genting pasca pemberontakan G30S PKI. Pemuda yang belajar banyak dunia kretek dari Soejagad dan kekasihnya ini, akhirnya menikah dengan Purwanti—putri Soejagad. Kisah cinta yang rumit ini berupaya diurai Ratih menggunakan dua pendekatan sudut pandang. Pertama pengisahan sudut pandang orang ketiga. Kedua, pengisahan sudut pandang orang pertama melalui suara tokoh.


Alur kedua, berkaitan dengan sejarah perkembangan kretek yang mewarnai manis getirnya sejarah Indonesia. Dari masa perjuangan kemerdekaan hingga masa-masa genting saat PKI merajalela. Ratih menyimbolkan hal tersebut melalui beragam hal. Mulai dari nama ikon rokok kretek yang dipakai. Pada awal kemerdekaan Indonesia, pembaca dikenalkan oleh dua ikon yang bersaing. Yaitu, rokok kretek “Merdeka” dengan kertas papier warna merah yang menyombolkan semangat kemerdekaan. Lainnya, rokok kretek “Proklamasi” dengan ikon Soekarno yang sedang merokok.


Seperti novel yang beririsan dengan sejarah Indonesia lainnya, Ratih tak luput menyisipkan bagaimana gejolak kehidupan tokoh pada masa-masa genting. Yaitu ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) bergerak hingga saat masa penumpasannya. Di sinilah puncak konflik cinta nan pilu antara Jeng Yah dengan Soeraja. Kisah cinta yang kelak menyimpan rahasia besar perusahaan Rokok Kretek Djagad Raja.


Realisme Sejarah yang Romantik


Sebagai penulis yang meniupkan napas realisme pada novelnya, Ratih berupaya memotret kejadian-kejadian yang mewarnai sejarah perkembangan Indonesia. Alih-alih memberikan gambaran yang teliti pada setiap detail cerita, Ratih justru kerapkali menyisipkan nilai-nilai sejarah di berbagai tubuh novel. Mulai dari kisah Haji Djamari yang dikenal sebagai penemu rokok asal Kudus pada abad ke-19. Kisah ini diceritakan oleh Soeraja pada kekasihnya—saat dengan Jeng Yah. Tak luput juga dia menyinggung lokasi geografis kota M beserta nilai sejarahnya dari kuliner dan nama jalan.


Yang paling ikonik dari novel ini tentu saja sosok Jeng Yang sebagai Gadis Kretek. Nama ini dibaptiskan oleh Idroes Moeria saat mendapati putrinya mampu melinting dengan cita rasa yang enak. Jeng Yah diceritakan merekatkan lintingan kreket dengan air ludahnya yang manis. Melalui tokoh Soeraja yang ahli dalam bercerita, Ratih menitiskan semangat juang Rara Mendut dalam tokoh Gadis Kretek. Penggambaran wataknya—Roro Mendut dengan Jeng Yah—pun begitu identik. Roro Mendut dikenal sebagai sosok gadis yang berpendirian teguh yang tidak sungkan untuk menolak setiap pinangan laki-laki yang diberikan kepadanya. Diceritakan, suatu ketika Roro Mendut tak memiliki harta karena seluruh kekayaan di kadipatennya—Pati—telah dirampas Mataram. Ia pun tidak kehabisan akal. Berbekal kecantikan dan kemolekannya, Rara Mendut mencari uang dengan menjual rokok yang dia rekatkan dengan ludahnya dan telah dia hisap. Hal inilah yang dititiskan Ratih Kumala pada sosok Jeng Yah alias “Si Gadis Kretek”.


Keteguhan hati Roro Mendut menitis pada keteguhan hati Jeng Yah untuk bangkit. Setelah mendapatkan kabar pernikahan Soeraja, ia sempat mengisap kretek baru yang sedang naik daun produksi Soeraja dan Soejagad (mertuanya). Tanpa pikir panjang, ia pun melabrak prosesi pernikahan itu dengan cara memukul semprong ke kepala Soeraja hingga menyisakan bekas luka permanen. Bekal luka yang menyimpan rahasia besar perusahaan Djagad Raja. Rahasia soal apa? Silakan baca novelnya! 


________


Penulis


Sapta Arif, penulis berkarya d(ar)i Ponorogo. Menjadi redaktur esai di lensasastra.id. Buku terbarunya Bulan Ziarah Kenangan.


Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com