Friday, May 5, 2023

Dakwah | Apa dan Bagaimana setelah Ramadhan?

 Oleh Ust. Izzatulah Abduh



Ramadhan merupakan bulan yang paling dirindukan kehadirannya oleh umat Islam, karena di dalamnya terdapat banyak keutamaan dan keistimewaan. Terlebih di bulan Ramadhan ada nuansa berbeda daripada bulan-bulan selainnya. Jiwa mudah terpanggil dan terketuk untuk menjalankan beragam ketaatan dan amal-amal kebajikan. Tak heran jika setiap kita bahagia menyambutnya dan sedih berpisah dengannya.


Rasanya baru kemarin kita berada di bulan Ramadhan, namun realitanya Ramadhan telah berlalu. Kita berada di bulan setelahnya, yaitu bulan Syawwal. Lalu apa dan bagaimana setelah Ramadhan?


Setiap kita tentunya bisa bercermin diri sejauh mana Ramadhan itu memberikan pengaruh dan perubahan positif pada diri kita. Berpisah dengan Ramadhan bukan berarti memutus rantai hubungan dengan Allah subhanahu wata'ala. Dia yang kita ibadahi di bulan Ramadhan adalah Dia yang juga seharusnya kita ibadahi di luar Ramadhan.


Jangan sampai kita menjadi Ramadhaniun yaitu orang-orang yang hanya mengenal ibadah kepada Allah di bulan Ramadhan semata. Sedangkan di luar Ramadhan, Allah dilupakan dan diabaikan, seakan tidak mengenal-Nya sama sekali.


Di antara barometer suksesnya ibadah seseorang selama bulan Ramadhan adalah adanya keistiqamahan di dalam menjalankan ibadah tersebut di luar Ramadhan. Meski mungkin volumenya berbeda, tidak sebesar atau sebanyak di bulan Ramadhan, namun nuansa Ramadhan itu ada dalam wujud ibadah yang kontinyu bin istiqamah walau sedikit.


Dalam hadits yang shahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dari Ibunda 'Aisyah radiyallahu 'anha, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya tentang amalan yang paling dicintai Allah. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,


 أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ 


"Yang kontinyu walaupun sedikit." (HR Bukhari)


Dalam riwayat lain, beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,


اكْلَفُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ خَيْرَ الْعَمَلِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ


"Laksanakanlah oleh kalian amalan semampu kalian, sesungguhnya sebaik-baik amalan adalah yang dikerjakan secara terus menerus walaupun sedikit." (HR Ibnu Majah, shahih menurut Al Albani)


Ibadah-ibadah yang kita kerjakan di bulan Ramadhan, sejatinya bisa juga kita kerjakan di luar Ramadhan. Meski mungkin gairahnya tidak sebesar di bulan Ramadhan. Namun sekali lagi, berlalunya Ramadhan jangan sampai ikut berlalu pula nuansa semangat untuk beribadah. Allah subhanahu wata'ala berfirman,


{ وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأۡتِيَكَ ٱلۡيَقِينُ }


"Dan sembahlah Rabbmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu." (QS Al Hijr : 99)


Semangat beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala harus selalu ada sepanjang hidup, hingga yakin seyakin-yakinnya ajal itu datang kepada kita.


Ibadah puasa masih bisa kita kerjakan di luar bulan Ramadhan, yaitu puasa-puasa sunnah dengan beragam macamnya. Dan ada satu puasa sunnah yang sangat berdekatan dengan Ramadhan, ia adalah puasa sunnah 6 hari di bulan Syawwal. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,


مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ


"Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian diiringi dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Muslim)


Para Ulama rahimahumullah telah menetapkan kaidah barometer diterimanya amalan seseorang dengan ungkapan, 

جزاء الحسنة، الحسنة بعدها


"Balasan suatu amal kebaikan adalah adanya amal kebaikan berikutnya."


Ungkapan yang lain,

الحسنة تنادي أختها


"Sesungguhnya amal kebaikan akan mengundang amal kebaikan yang lainnya."


Puasa 6 hari di bulan Syawwal bisa dikerjakan secara acak alias tidak berurut, asalkan terhitung 6 hari di bulan Syawwal. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnul Mubarak rahimahullah, "Puasa 6 hari Syawwal boleh dikerjakan secara terpisah (tidak berurut)." Dan Hasan al Bashri rahimahullah berkata, "Demi Allah, Allah telah ridha untuk kalian bahwa (puasa Ramadhan diiringi) puasa 6 hari Syawwal sebanding dengan puasa setahun penuh."


Kemudian ibadah yang lainnya seperti qiyamul lail, yang di bulan Ramadhan lebih familiar dengan sebutan shalat tarawih. Sepanjang bulan Ramadhan atas taufiq dari Allah, kita mampu menjalankan shalat tarawih. Maka hendaknya di luar Ramadhan kita tidak kehilangan ibadah tersebut. Sebab Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda mengingatkan,


يَا عَبْدَ اللَّهِ لَا تَكُنْ مِثْلَ فُلَانٍ كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ


"Wahai Abdullah, janganlah kamu seperti si Fulan, sebelumnya ia rajin Qiyamullail (shalat malam), namun di kemudian hari ia meninggalkannya." (HR Bukhari-Muslim)


Tidak sedikit di antara kita yang mengenal shalat malam hanya di bulan Ramadhan saja. Padahal shalat malam itu ada setiap malam di setiap bulan, terus ada sepanjang masa. Orang-orang shalih menjadikan shalat malam sebagai kebiasaan hidup mereka. Hal ini senada dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,


 عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ لِلْإِثْمِ


"Hendaknya kalian melakukan shalat malam karena shalat malam adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, dan mendekatkan kepada Rabb kalian, menghapus keburukan, serta mencegah dosa." (HR Tirmidzi, hasan shahih menurut Al Albani)


Demikian pula dengan tilawah Al-Qur'an, maka hendaknya tidak terputus dengan berlalunya Ramadhan. Karena Al-Qur'an merupakan pedoman hidup serta petunjuk bagi umat manusia. Apalagi sebagai seorang mukmin, maka tak seyogyanya jauh dan berpaling dari Al-Qur'an. Jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan kaum yang meninggalkan dan mengabaikan Al-Qur'an.


{ وَقَالَ ٱلرَّسُولُ يَٰرَبِّ إِنَّ قَوۡمِي ٱتَّخَذُواْ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ مَهۡجُورٗا }


"Dan Rasul (Muhammad) berkata, "Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur'an ini diabaikan.” (QS Al-Furqan : 30)


Teruslah menjaga hubungan dengan Al-Qur'an, berinteraksi dengannya melalui tilawah, menghafal, mentadabburinya, mengamalkannya, serta mendakwahkannya.


{ وَهَٰذَا كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ مُبَارَكٞ فَٱتَّبِعُوهُ وَٱتَّقُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ }


"Dan ini adalah Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan dengan penuh berkah. Ikutilah, dan bertakwalah agar kamu mendapat rahmat." (QS Al-An'am : 155)


{ كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ }


"Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran." (QS Shad : 29)


Dan begitu seterusnya ibadah-ibadah yang lain yang selama Ramadhan kita kerjakan, maka hendaknya kita berusaha untuk bisa mengerjakannya pula di luar Ramadhan. Seperti bersedekah, dan juga yang lainnya. 


Kembali kita diingatkan dengan firman-Nya,


{ وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأۡتِيَكَ ٱلۡيَقِينُ }


"Dan sembahlah Rabbmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu." (QS Al Hijr : 99)


Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menyebutkan bahwa selagi seseorang itu hidup dan akalnya sehat, maka ia wajib menunaikan tugasnya selaku hamba untuk terus beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala dalam bagaimana pun keadaan dan kondisi. Beliau melanjutkan bahwa ayat ini sekaligus menjadi bantahan atas orang-orang yang keliru pemahamannya yang meyakini bahwa ketika seorang hamba mencapai makrifat, maka ia tidak menanggung beban lagi untuk beribadah. Padahal kalau kita berkaca kepada para Nabi dan Rasul 'alaihimussalam, yang mana mereka adalah manusia yang paling tinggi makrifat-Nya kepada Allah dan paling besar rasa takutnya kepada Allah, mereka pula justru yang paling getol ibadahnya kepada Allah subhanahu wata'ala dan paling semanagat dalam beramal kebajikan hingga mereka wafat.


Dan dalam tafsir Hidayat Quran dijelaskan bahwa bagaimana mungkin seorang hamba itu bermalasan dan meremehkan sesuatu yang mana itu menjadi tugasnya sepanjang umur, yaitu 'IBADATULLAAH (beribadah kepada Allah).


Demikian, semoga bermanfaat. Barakallahu fikum.


_______

Penulis


Ust. Izzatullah Abduh, M.Pd., Imam Masjid Andara, Cinere dan Pengisi Kajian Kitab Tauhid Muhammad At Tamimi dan Kumpulan Hadits Qudsi Muhammad al Madani.