Wednesday, March 12, 2025

Cerpen Lomba | Marsheilla Rahma Sabrina | Sang Nelayan Revolusioner

 Cerpen Marsheilla Rahma Sabrina


(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)



Di pesisir laut Tangerang terdapat sebuah desa kecil yang tidak padat penduduk. Salah satu penduduk des aitu Bernama Pak Azhari. Mata pencaharian Pak Azhari adalah sebagai nelayan, yang setiap harinya pergi mencari ikan. Seorang diri.

Saat matahari terbit, Pak Azhari mulai siap dengan perahunya. Ia pergi dengan membawa jala ikan yang selalu menemaninya. Bahkan topi pun tak lupa ia kenakan untuk menutupi kepala dari panas terik matahari.

Pagi itu Pak Azhari mendayung perahunya dengan sebatang bambu. Dengan hati penuh harap semoga ikan yang ia tangkap hari itu cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Perahu Pak Azhari pun berangkat menyusuri lautan. Ia duduk dengan tenang sambil menikmati suasana pagi yang masih sejuk dan damai.

“Wuss..” Angin betiup bak menyentuh tubuh Pak Azhari yang sudah tidak muda lagi. Terasa dingin, tapi bukan suatu masalah baginya.

Sesampainya di tengah laut, Pak Azhari mulai melempar jala ikannya. Ia menunggu dengan sabar, melihat jala tenggelam ke dasar laut.

Lautan yang begitu luas dan banyak menyimpan manfaat bagi kehidupan. Selain itu laut juga menjadi sumber penghidupan bagi para penduduk pesisir, terutama nelayan.

“Grek.. grek..” terdengar suara jala bergerak-bererak karena ditarik-tarik ikan yang tersangkut. Ditariknya jala itu dengan perlahan. Ternyata banyak ikan yang masuk ke dalam perangkap.

Perlahan tangan Pak Azhari menarik jala tersebut ke atas, sambil berharap ikan yang ia tangkap lebih banyak dan bisa dijual.

“Alhamdulillah.. Tangkapan hari ini cukup lumayan banyak.” kata Pak Azhari dengan hati gembira. Pak Azhari lalu berkemas. Ikan yang ia peroleh diletakkannya di ember.

Hari semakin siang, dan ombak laut semakin kencang. Setelah beberapa saat, Pak Azhari memutuskan untuk pulang.

Setibanya di tepi pantai, Pak Azhari membawa ikan-ikan tangkapannya ke pasar. Para pedagang ikan menyambutnya dengan senyum lebar melihat tangkapan Pak Azhari. Mereka pun membelinya dengan harga yang biasa ia patok.

Ketika malam Pak Azhari menyantap makan malam bersama keluarganya, dengan hidangan di meja, ikan hasil tangkapannya yang ia peroleh, dari sisa yang ia jual sore itu.

Keesokan harinya Pak Azhari melakukan aktifitasnya seperti biasa berangkat melaut. Sesampainya di laut, Pak Azhari dikagetkan dengan pemandangan sebuah pagar bambu yang membentang sepanjang tiga puluh kilometer yang terpasang di tengah laut.

"Ya Allah.. pagar siapa ini?" kata Pak Azhari.

Pak Azhari berdiri terdiam dan wajahnya berubah pucat saat menyadari adanya pagar laut.

"Apa maksudnya ini? Apa yang sebenarnya sedang terjadi?"

Saat itu beberapa perahu nelayan lain mulai mendekat. "Apa kita harus melanjutkan perjalanan?" tanya salah seorang nelayan ragu. Mereka saling memandang, merasa bingung dan ketakutan.

"Kita tidak bisa melanjutkan perjalanan kali ini." ujar Pak Azhari. Beberapa nelayan mengikuti ajakan Pak Azhari. Mereka terpaksa pulang dengan tangan kosong.

Pak Azhari dan nelayan lainnya berbondong-bondong menuju RT setempat untuk melaporkan tentang adanya pemasangan pagar laut itu, hingga berlanjut di kepolisian. Namun usaha itu tidak langsung ditindaklanjuti. Kisruh pagar laut misterius di perairan Banten masih terus bergulir, karena nelayan merasa dirugikan.

Ada salah satu nelayan lain yang mendengar pembicaraan Pak Azhari, lalu nelayan tersebut blak-blakan menceritakan siapa dalang di balik pembuatan pagar laut tersebut. Nelayan itu bernama Dadang. Dadang mengaku sudah mengetahui hal itu sudah lama.

"Apa kau yakin, ucapanmu itu benar, Dadang?" tanya Pak Azhari setengah caggung.

"Betul. Betul, Pak. Anak kecil pun pasti tahulah, pengusaha mana yang lagi naik daun." kata Pak Dadang.

"Wah, luar biasa dia bisa memiliki laut." kata Pak Azhari. "Padahal, tak ada satu pun orang kaya di Indonesia ini yang bisa membeli laut. Laut ini milik negara. Milik semua orang yang tinggal di dalamnya." lanjutnya. Kontroversi ini benar-benar menjadi masalah besar.

***

Romi dan Rafli kebetulan sahabat karib. Keduanya sama-sama mahasiswa satu universitas. Perbedaanya, Romi adalah anak seorang nelayan, dan Rafli adalah anak pengusaha.

Suatu ketika Rafli menceritakan tentang sebuah perbincangan antara ayahnya dengan teman bisnisnya. Rafli mendengarkan semuanya dengan jelas. Pagar laut yang membentang luas itu milik ayahnya. Ayah Rafli memperkerjakan orang suruhan di waktu malam dengan upah yang bernilai fantastis.

"Kenapa ayahmu senekat itu, Raf?" tanya Romi.

“Entahlah. Aku juga sudah menasehatinya. Tapi, ayahku mengancamku. Aku disuruh tutup mulut seolah tidak terjadi apa-apa.” jawab Rafli.

“Apakah banyak oknum yang terlibat dalam pemasangan pagar laut itu?” tanya Romi lagi.

“Ada, dari beberapa aparat lainnya.” jawab Rafli.

Informasi inilah yang menjadi kunci terkuaknya praktik-praktik suap. Padahal jelas pemiliknya. Secara ekonomi menimbulkan dampak negatif bagi para nelayan. Romi geleng-geleng kepala.

“Aneh. Sungguh aneh. Kok ada, ya, orang seperti iblis?” ucap Romi.

***

Suatu ketika Rafli mengajak ayahnya berbincang sambil meneguk segelas kopi, yang sengaja Rafli buat untuk menyadarkan ayahnya.

“Yah, apa sudah Ayah pikirkan nasib nelayan kecil itu?” tanya Rafli.

“Tidak masalah, Anakku. Mereka bisa makan walau tidak melaut.” jawab ayah Rafli.

“Astaghfirullah.. Yah..” kata Rafli sambil menghela nafas usai berdebat dengan ayahnya. Rafli merasa kecewa dan takut karena kasus ini. Bukan hal sepele, ini sudah masuk ranah hukum negara.

Romi yang mendengar cerita Rafli jadi bingung sendiri. “Ini benar-benar kejam. Ya, kejam.” ungkapnya.

***

Sore itu Romi bergegas menghidupkan kunci motornya. Dengan wajah jengkel Romi berniat ke rumah Rafli.

“Permisi..” ucap Rafli sambil mengetuk pintu rumah Rafli. Rafli membukakan pintu rumahnya.

“Ayah kamu ada, Raf?” tanya Romi.

“Oh iya, ada, ada.” jawab Rafli sembari mempersilakan Romi duduk.

“Yah.. ada tamu mau ketemu sama Ayah.” Rafli memanggil ayahnya.

“Ya, sebentar.” jawab ayah Rafli. Lalu mereka pun duduk Bersama di ruang tamu.

Awalnya Romi merasa canggung. Namun tekat kuatnya memaksanya untuk berani angkat bicara.

“Maaf, Pak. Maksud saya ke sini untuk memperingatkan agar pagar laut itu segera dibongkar.” kata Romi.

“Tidak bisa. Semua sudah saya beli dan sudah bersertifikat!” jawab ayah Rafli.

“Tidak! Bapak tidak memikirkan nasib nelayan kecil seperti kami. Jika Bapak masih bersikeras tidak mau memperbaiki ini, maka saya sendiri yang akan melaporkan Bapak ke pengadilan.” tegas Romi.

“Silakan, kalau berani. Aku akan memberi pelajaran untukmu, anak kecil!” balas ayah Rafli.

“Aku bukan anak kecil lagi. Hukum tetaplah hukum.” kata Romi.

“Silakan saja. Tapi siap-siap saja jika kau berani melakukannya.” ucap ayah Rafli sambil menudingkan tangannya ke muka Romi. Romi bergegas pulang tanpa menunggu dipersilakan pulang oleh pengusaha itu.

Sesampainya di rumah, Romi menceritakan dalang pembangunan pagar laut itu dengan ayahnya, Pak Dadang. Lalu Pak Dadang barulah bercerita kepada teman sesame nelayannya, Pak Azhari.

Saking maraknya berita pagar laut misterius itu, baik di media social maupun televisi, akhirnya para nelayan menggugat kasus ini ke pihak berwajib, terutama Pak Azhari dan Pak Dadang. Mereka berdua menceritakan berdasarkan fakta yang ada.

Karena akhirnya terbongkarlah dalang di balik pemasangan pagar laut itu, Pak Azhari sampai dijuluki Sang Nelayan Revolusioner. Berkat keberanian Pak Azhari melawan kejahatan terhadap negara, kini TNI AL dan Polisi melakukan penyidikan gabungan, hingga Pak Presiden pun turut buka suara. Di mana pihak terkait harus tetap dihukum yaitu hukuman penjara dan denda.

Keesokan harinya pagar laut siap dibongkar oleh para nelayan dan TNI AL. setindaknya 600 prajurit TNI AL dikerahkan untuk membongkar pagar laut yang terbuat dari bambu itu.

Usai pagar laut itu dicabut, kini para nelayan leluasa untuk melaut. Para nelayan juga terlihat bersorak-sorai sambil bersenda-gurau satu sama lain. Tatkala Berjaya melepas jeruji bambu tersebut senyum sumringah tampak di wajah para nelayan. Nelayan kini kegirangan dapat ikan banyak usai pagar laut dibongkar.

Jagalah habitat dan budaya laut. Majulah Indonesiaku.