Cerpen Hill Faiza Anak Agung
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)
Hujan rintik berhembus angin lembut membuat malam menjadi tenang. Sinar dari layar komputer menerangi kamar remang yang sunyi. Maryam, seorang fresh graduate yang sedang mencari lowongan kerja di internet menemukan hal yang menarik perhatiannya.
‘Perjalanan Kasus Pagar Laut Tangerang dari Awal Ditemukan sampai SHGB Dicabut’
“Pagar laut, apa itu?”, gumam Maryam bingung.
Maryam membuka tautan yang berisi hal mengenai “pagar laut” misterius itu. Hanya dengan membacanya di internet tidak membuat ia mengerti sepenuhnya apa maksud dari berita tersebut. Ia mencoba untuk mengabaikan “pagar laut” itu dan lanjut mencari-cari lowongan kerja yang cocok untuknya.
Tak terasa, matahari telah bangkit dari tidurnya sejak beberapa jam lalu. Begitu pula Maryam yang sedikit panik karena kesiangan. Keluar dari kamar ia mendapati bundanya yang sedang memasak makanan untuk nantinya dijual di Rumah Makan Tersayang, sebuah rumah makan sederhana di pinggir jalan di Tangerang. Maryam memutuskan untuk membantu selagi ia belum menemukan pekerjaan yang diinginkan. Ia hanya tinggal berdua dengan bundanya di rumah yang tidak kecil dan tidak besar. Ayahnya pergi sejak ia berada dalam kandungan.
“Bun, hari ini aku bantu Ibun ya”, wanita yang kerap dipanggil Ibun itu menoleh dan berkata, “Ayo sini. Gimana kak? Kerjaan belum ada?”
“Belum bun.”, jawab Maryam sedikit muram. Kemudian mereka lanjut menyelesaikan kegiatan mereka.
Maryam mengendarai motor bersama Ibun untuk mengantar hasil masakan tadi pagi ke Rumah Makan Tersayang untuk dijual. Saat di perjalanan, Maryam menengok ke kanan dan melihat hamparan laut luas nan biru. Ada yang janggal dari laut tersebut. Seperti ada tiang-tiang menjulang yang keluar dari dasar air. Maryam tidak menghiraukan kejanggalan yang ia lihat dan kembali fokus mengendarai motor.
Sesampainya di Rumah Makan Tersayang, Maryam dan Ibun segera merapikan makanan di atas piring-piring yang dibatasi oleh etalase kaca. Ibun membuka rumah makan di antara pagi dan siang hari agar para pekerja atau siapapun dapat sarapan maupun makan siang di sana. Tak lama setelah dibuka, terdapat beberapa orang yang datang dan makan di rumah makan tersebut. Karena selain enak, makanan di Rumah Makan Tersayang juga murah dengan porsi banyak. Ada pula satu kelompok pekerja yang sedang makan dan mengobrol hal yang terdengar tidak asing bagi Maryam. Tanpa menguping, Maryam dapat mendengar para pekerja tersebut sedang membahas “pagar laut” yang Maryam lihat di internet kemarin malam.
Ia kemudian bertanya pada Ibun, “Bun, pagar laut apa sih? Lagi rame ya?”. Ibun menjawab seadanya sembari melayani pelanggan yang baru datang. “Gatau kak. Tolong bantu bunda layanin pelanggan yang itu dong.” Maryam mengangguk tidak puas, ia tetap melaksanakan perintah Ibun barusan.
Rumah Makan Tersayang tutup di sore hari. Beda dari hari biasanya, hari ini rumah makan tersebut tutup lebih cepat. Setelah membereskan rumah makan, Ibun meminta Maryam untuk segera pulang karena ia sangat lelah hari ini. Maryam menuruti permintaan bundanya dan mulai mengendarai motor melalui jalan yang dilalui saat berangkat tadi. Ia kembali melihat ke arah hamparan laut dan melihat sesuatu yang janggal.
Selesai antar Ibun aku akan kesana untuk melihat-lihat. Ucap Maryam dalam hati.
Sesampainya di rumah, Maryam membantu Ibun merapikan barang dan izin pamit untuk pergi keluar sebentar. Ibun yang lelah tidak terlalu menghiraukan dan mengizinkan Maryam tanpa pikir panjang. Maryam kemudian langsung berangkat ke pesisir pantai yang memungkinkan ia untuk melihat sesuatu janggal tersebut.
Melihat kerumunan di pesisir pantai, Maryam yakin memang ada sesuatu yang tidak biasa terjadi. Ia beranjak dari motor dan melihat ada bambu-bambu yang tertancap ke dasar laut. Maryam mulai mengira itu adalah pagar laut yang ia temukan di internet dan yang sedang ramai dibicarakan. Kemudian Maryam bertanya ke salah satu orang dalam kerumunan tersebut.
“Ini ada apa mas?”, tanya Maryam
Pria yang Maryam tanya kemudian menjawab, “Itu mbak, ada pagar laut misterius yang bikin para nelayan terhambat untuk mencari nafkah. Ekosistem laut juga jadi rusak mbak, ikan-ikan pada mati. Harusnya kan laut tidak boleh di hak miliki. Dan ini lagi pada minta pagar laut itu untuk segera dibongkar tapi tidak digubris sama sekali.”
Maryam mengangguk mengiyakan.
Tak lama sebuah mobil jip hitam datang dengan gagah. Seorang pria dewasa turun dari mobil dikawal beberapa bodyguard. Seseorang yang terlihat sangat penting dilihat dari pakaian dan antek-anteknya Maryam mengamati pria tersebut dan tidak sengaja melakukan kontak mata dengannya. Pria tersebut menatap Maryam cukup lama dan juga memerhatikan kalung perak berliontin bunga yang Maryam kenakan. Maryam yang menyadari arah pandangan pria tersebut kemudian menggenggam kalungnya erat-erat. Kalung tersebut merupakan kalung milik ibunya yang diturunkan kepadanya.
Saat Maryam merasa tidak ada lagi yang perlu ia lakukan, ia hendak pergi dari lokasi tersebut. Namun, salah satu bodyguard dari pria tersebut menghalangi Maryam untuk pergi. Maryam kebingungan dan bertanya kepada orang tersebut.
“Ada apa ya pak?”, tanya Maryam ragu.
Pria berbadan kekar dan tegap itu menjawab tegas, “Bos saya ingin bicara sebentar dengan anda”. Maryam terdiam tidak merespon.
Pria yang disebut Bos itu kemudian mendatangi Maryam dan menanyakan hal yang menurut Maryam aneh. Pria itu bertanya, “Boleh saya tahu alamat rumahmu?”
Maryam sedikit terkejut saat pria itu menanyakan alamatnya secara lancang. Bukan karena rumahnya di sebuah hutan belantara atau lainnya. Melainkan karena ia baru pertama kali bertemu pria tersebut dan tidak kenal sama sekali dengan dia.
Maryam menjawab, “Saya tidak bisa beritahu alamat saya sembarangan. Tetapi jika bapak ingin berkunjung saya biasanya ada di Rumah Makan Tersayang di Tangerang” Maryam menyebutkan alamat rumah makan tersebut. Maryam kemudian balik bertanya, “Nama Bapak siapa, kalau boleh tahu?”
Pria tersebut menjawab sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman, “Saya Deni Wirajaya. Namamu?”
“Maryam”, jawabnya singkat dan membalas uluran tangan pria tersebut.
Maryam lalu pulang ke rumah setelah ia melakukan perkenalan singkat dengan Deni Wirajaya yang baru saja ia temui. Ia berniat untuk mencari tahu siapa pria tersebut saat sampai dirumah nanti. Rasa penasarannya membuat Maryam memikirkannya sepanjang perjalanan ke rumah.
Dirumah, Maryam langsung masuk ke kamarnya dan membuka laptop. Ia langsung mengetik nama Deni Wirajaya di kolom search. Hasil yang ia temukan berupa ‘Sang Pemilik Pagar Laut Misterius, Deni Wirajaya’. Maryam mulai membaca-baca website yang berkaitan dengan pagar laut dan mengenai Deni Wirajaya.
Ia bergumam dalam hati, Oh, si bapak Deni itu yang punya pagar laut ternyata.
Keesokan harinya, Maryam melakukan kegiatan yang sama seperti kemarin. Mulai dari membantu Ibun memasak dan berjualan. Tetapi ada yang berbeda di hari itu. Saat Maryam dan Ibun sedang duduk dan menunggu pelanggan lain, datanglah mobil jip hitam yang kemarin Maryam lihat di pesisir pantai. Pasti itu Deni Wirajaya, pikir Maryam.
Kemudian turunlah pria yang sama dengan kemarin Maryam lihat. Maryam terlihat biasa saja tidak menghiraukan kedatangan “orang penting” itu dan melayaninya seperti pelanggan lain. Napas Ibun tertahan saat melihat pria itu memasuki rumah makannya. Maryam yang menyadarinya kemudian bertanya kepada Ibun, “Ada apa bun?”. “Ah, engga kok, ga ada apa apa.” Jawab Ibun terbata. Deni Wirajaya tersenyum simpul melihat reaksi sang ibu dari Maryam.
Deni membuka pembicaraan setelah memesan makanan, “Saya hendak mengobrol dengan Maryam dan ibu setelah ini, ada waktu luang?”.
Maryam menjawab, “Setelah rumah makan ini tutup mungkin kami bisa mengobrol sejenak.” Deni menyetujui.
Setelah menutup rumah makan, Deni yang menetap sambil menunggu Maryam dan Ibun selesai dengan sabar. Mereka bertiga duduk berhadapan. Maryam menunggu apa yang akan Deni bicarakan dengan dirinya dan ibunya, mengetahui bahwa pagar laut tidak ada hubungannya sama sekali dengan dirinya.
Deni kemudian mulai membuka mulut, “Sari, Maryam anak kita? Kenapa kamu tidak bilang? Aku bisa saja kembali untuk membantu kamu mengurus dia. Dia anak kita berdua, tanggung jawab berdua juga.”
Mata Ibun terlihat berkaca-kaca dan kemudian menjawab dengan amarah yang menggebu-gebu, seperti sudah memendam amarah ini begitu lamanya “Semua ini tidak akan terjadi jika kamu tidak pergi begitu saja! Aku berhasil mengurus dan mendidik anakku sendirian hingga bisa tumbuh menjadi perempuan cerdas dan cantik. Dan kamu tiba-tiba datang tanpa memikirkan perasaanku yang kamu tinggal sejak dulu.” Ibun kemudian menangis deras.
Maryam yang menyaksikan percakapan itu hanya bisa diam dan tidak menyangka bahwa Deni merupakan ayah kandungnya. Ia selalu berpikir bahwa ayahnya telah meninggal sejak ia dalam kandungan. Dari percakapan singkat yang emosional itu Maryam dapat menyimpulkan bahwa ayahnya pergi meninggalkan ibunya tanpa alasan yang jelas. Dan itulah alasan mengapa ia hanya berdua dengan ibunya sampai sebelum Deni datang.
“Aku masih menyayangimu, Sari. Bisakah kamu memberiku kesempatan kedua dan kita perbaiki semua ini? Aku mohon, Sari.” Mohon Deni.
Ibun terlihat enggan menjawab tetapi tetap berusaha dengan jawaban seadanya, “Aku bisa saja memberimu kesempatan lagi, Deni. Tetapi ada syarat yang harus kamu penuhi. Dan syarat tersebut kuserahkan kepada Maryam.” Maryam langsung melotot kebingungan.
Maryam berpikir sejenak dan mulai mengambil keputusan tak lama kemudian, “Bongkar pagar laut yang telah dibangun. Saya mengetahui bahwa bapak merupakan pemilik dari pagar laut itu. Sebagai syarat untuk kembali ke Ibun dan demi kesejahteraan para nelayan untuk mencari nafkah.”
Tanpa pikir panjang, Deni menyetujui hal tersebut dan pamit pergi. Maryam dan Ibunnya juga pulang ke rumah.
Keesokan harinya, televisi menayangkan berita yang berisi dibongkarnya pagar laut guna mensejahterakan para nelayan dan memperbaiki ekosistem laut, pemilik pagar laut tersebut juga akhirnya tersadar bahwa laut merupakan sebuah lokasi yang tidak boleh di hak miliki. Melihatnya, Maryam tersenyum bangga. Ibun yang ikut melihat pun tersenyum lebar. Selain dapat memperbaiki ekosistem laut, Ibun dan Maryam dapat kembali hidup bertiga bersama ayahnya dan saling menyayangi satu sama lain.