Oleh Kabut
Ingatan dimiliki ribuan orang, sejak masa 1940-an: Chairil Anwar dan binatang jalang. Ada yang mengingat larik dari puisinya. Yang melihat gambar atau foto Chairil Anwar sedang merokok lekas saja mengucap “jalang”. Maksudnya, Chairil Anwar adalah seniman “jalang” atau mengenalkan “jalang” dalam kesusastraan yang menggelegak di Indonesia?
Di sekolah, guru-guru belum punya kewajiban menjelaskan “binatang jalang”. Selanjutnya, tidak ada keterangan mengenai dari kumpulannya yang terbuang. Pokoknya, kita mengingat Chairil Anwar berarti berimajinasi “binatang jalang”. Apa yang terjadi antara manusia dan binatang?
Di luar puisi, ada cerita yang mengajak anak-anak berakraban dengan binatang jalang, tepatnya adalah kerbau jalang. Yang bercerita bernama Nyonya Limbak Tjahaja. Ia memiliki khazanah cerita atau dongeng lama, yang merujuk dari peradaban leluhur atau adat. Ia pun bisa membuat cerita-cerita baru meski terpengaruh yang lama-lama. Kerbau jalang yang diceritakannya sangat berbeda kesan dari ingatan orang atas “binatang jalang” yang ditulis Chairil Anwar.
Limbak Tjahaja bercerita kepada anak-anak, yang usianya 10-12 tahun. Dongeng-dongeng dari Minangkabau yang diceritakannya ulang terbit menjadi buku berjudul Kerbau Jalang Beranak Puteri. Penerbitnya adalah Pradnya Paramitha, Jakarta, 1973. Judul yang cukup mengejutkan bagi yang belum terbiasa dengan dongeng-dongeng di Nusantara, terutama yang berasal dari Sumatra.
Mengapa sebutannya kerbau jalang? Beberapa orang mengartikannya bahwa kerbau itu tidak dipelihara manusia. Artinya, kerbau hidup di alam, mencari makan dan mempertahankan hidup sesuai kemampuannya saat berada di hutan dan pelbagai tempat.
Anak-anak yang masih belajar di sekolah dasar dianggap suka cerita-cerita binatang. Anggapan yang berlaku pada masa 1970-an. Anak-anak belum bernafsu memiliki tokoh-tokoh hero yang berasal dari cerita-cerita dunia atau diproduksi di Amerika Serikat. Hero yang dimaksud adalah manusia walau bermunculan juga hero-hero itu binatang. Buku bertokoh kerbau dan putri bila dibaca oleh anak-anak SD memang cukup menimbulkan ketertarikan. Mereka ingin mengetahui jalinan yang terbentuk antara binatang dan manusia. Cerita yang disuguhkan tidak semua tokohnya adalah binatang.
Awalan yang membuat para pembaca menurut saja: “Cerita orang tua-tua pada suatu zaman, binatang dan manusia saling mengerti bahasa kedua belah pihak. Di waktu itu banyak benar terjadi yang aneh-aneh. Ada binatang berkepala dua, ada raksasa setinggi batang duren, dan kelapa bercabang tiga.” Keajaiban-keajaiban yang senantiasa diceritakan di Nusantara, dari masa ke masa. Bagi yang menggemari dongeng, hal-hal itu menyenangkan dan membuat imajinasinya bertumbuh. Namun, yang kepikiran linguistik bakal geleng-geleng kepala mengenai bahasa yang sama-sama dimengerti oleh manusia dan binatang.
Kumpulan kerbau hidup di hutan. Keajaiban terjadi yang membuat anak-anak ingin mengetahui cerita yang utuh. Limbak Tjahaja memilih lambat dalam bercerita: “Pada suatu malam, sedang bulan purnama raya dan alam sunyi sepi, terdengar suara berseru-seru riang. Aku mendapatkan seorang anak perempuan manusia. Aku mendapatkan anak. Aku mendapatkan anak orang. Sekalian kerbau, burung, bajing, monyet, dan lain-lain binatang terbangun dan pergi melihat ke tempat suara itu datang. Betul! Di tempat itu terbaring seorang bayi putih kuning seperti boneka gading. Sekalian yang memandang mengeluh heran dan jatuh kasih kepada orok itu. Induk kerbau menyusukan bayi itu seolah-olah itu anak kerbau. Yang melihat memuji menyanjung dan takjub akan takdir Tuhan.”
Anak-anak berimajinasi hutan, bertemu para binatang dan kondisi alam yang indah. Anak-anak biasanya membayangkan hutan itu campuran antara yang hijau, indah, seram, dan lain-lain. Hutan itu tempat petualangan. Di hutan, anak-anak ingin menjadi pengembara yang memiliki keberanian dan kesaktian. Yang dibaca oleh mereka adalah para binatang di hutan. Selanjutnya, binatang menemukan bayi. Bagaimana bayi ada di hutan? Mengapa para binatang bersikap baik terhadap bayi? Padahal itu manusia. Penasaran saat berimajinasi dirampungkan dengan pernyataan bahwa yang terjadi berdasarkan takdir Tuhan. Anak-anak tidak usah berpikir macam-macam lagi.
Bayi itu bertumbuh dengan susu kerbau jalang. Di hutan, kerbau-kerbau dan beberapa binatang mengasuh, menjaga, dan menghiburnya. Bayi itu manusia yang pertumbuhannya berbeda dari binatang. Ada yang menyadari bahwa bayi itu terlambat dalam bertahan hidup. Buktinya, anak kerbau cepat bisa berjalan. Hanya membutuhkan beberapa hari. Bayi yang ditemukan itu punya kaki tapi lama untuk digunakan agar bisa berjalan. Anak-anak yang membaca cerita bisa mencari beragam keterangan dalam buku pelajaran (biologi) atau ensiklopedia. Manusia memang telat dalam tanggapan terhadap alam. Masa pertumbuhan yang lama tapi menjadikan manusia unggul ketimbang binatang.
Kerbau-kerbau jalang mengasuh dengan sabar tapi menyadari keterbatasan dalam membesarkan anak manusia. Pada akhirnya, bayi itu bertumbuh dengan selamat. Ia menjadi gadis, yang biasa disebut Muah. Hubungan aneh yang tercipta membuktikan keselarasan. Binatang dan manusia bisa hidup bareng. Anak-anak yang membaca cerita itu belajar keharmonisan di alam semesta.
Limbak Tjahaja bercerita: “Adapun si Muah kalau melihat kembang bagus disuruhnya arak-arakan itu berhenti untuk memetiknya. Kembang itu ditusukannya ke rambutnya dan cantiknya pun bertambah pula. Makin hari anak kerbau makin tajam matanya menampak bunga-bungaan sehingga akhirnya si Muah bersunting, berdokoh, bergelang dan berbaju bunga pelbagai warna.” Para pembaca mulai diajak membayangkan manusia dalam asuhan kerbau jalang bertumbuh menjadi gadis yang cantik. Anak-anak yang membaca belum saatnya menggugat mengenai gagasan kecantikan yang sedang dirayakan oleh binatang dan manusia. Di dongeng, adanya gadis cantik atau putri cantik sudah keniscayaan.
Babak-babak selanjutnya, anak-anak mungkin mulai bosan. Cerita mengenai Muah dengan binatang-binatang di hutan berganti pakem pernikahan dalam dongeng di Nusantara. Aneh, banyak dongeng berisi tentang pernikahan. Anak-anak yang menikmati dongeng belum tergesa untuk berimajinasi pernikahan. Mengapa masalah pernikahan selalu bermunculan dan berulang?
Kita boleh bergurau bahwa dongeng-dongeng di Nusantara mengandung pengajaran pernikahan. Anak-anak belajar pernikahan, yang tokohnya adalah pangeran atau putri di suatu kerajaan. Yang terbaca dalam Kerbau Jalang Beranak Puteri akhirnya pernikahan. Pangeran yang mengembara di rimba bertemu Muah. Pokoknya mereka ditakdirkan sebagai pasangan yang menikah dan berbahagia. Kita boleh maklum atau membuat gugatan kecil. Dongeng-dongeng berpengaruh dalam pernikahan dini di Indonesia. Gugatan itu memiliki bukti dan argumentasi meski tidak mengharuskan dongeng menjadi penyebab terbesar.
_________
Penulis
Kabut, penulis lepas.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com
















