Friday, February 17, 2023

Dakwah | Mengukur Kecintaan Hamba kepada Allah dengan Kecintaannya kepada Al-Qur'an

Oleh Nur Fajar Shadiq



Sebagai seorang Muslim, tentu keridhoaan dan kecintaan Allah Swt. merupakan cita-cita utama yang perlu dikejar dan digapai karena kecintaan merupakan tanda kedekatan. Maka seorang hamba yang dicintai Allah Swt. adalah hamba yang paling dekat dengan-Nya. Semakin dekat seorang hamba dengan Allah Swt. maka semakin banyak kebahagiaan yang ia peroleh di dunia dan di akhirat.


Betapa banyak kita dapati orang mengaku mencintai Allah Swt., tapi ternyata ia tidak termasuk ke dalam orang yang dicintai-Nya karena kecintaanya hanya sebatas ucapan di lisan, tidak tulus datang dari hati, dan tidak terpancar dalam perilaku kehidupan sehari-hari.


Ibnu Qayyim rahimahullah menuturkan dalam kitabnya Roudhotul Muhibbin: “Perkaranya bukan bagaimana engkau mencintai, tapi apakah engkau dicintai.”


Lalu, apa tanda seorang hamba mencintai Allah Swt.?


Ibnu Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Addaa Waddawaa’: “Jika kamu ingin tahu kecintaanmu kepada Allah ataupun orang lain, maka lihatlah kecintaan yang ada pada hatimu kepada Al-Qur’an.”


Beliau menjadikan kecintaan kita kepada Al-Qur'an sebagai barometer untuk melihat seberapa besar kecintaan kita kepada Allah Swt. Artinya, jika Allah Swt. menginginkan agar seorang hamba mencintai-Nya maka Allah Swt. akan tanamkan di dalam hati hamba tersebut kecintaan terhadap Al-Qur’an.


Sebagaimana yang kita ketahui bahwa ketika kita mencintai sesuatu maka kita akan berusaha untuk selalu dekat dengannya, selalu ingin memilikinya, dan selalu ingin berinteraksi dengannya. Karena cinta tidak akan membuat seseorang merasa bosan dengan yang dicintai, tak peduli seberapa banyak waktu yang kita habiskan bersamanya. Ia datang memberikan kenyamanan, semakin sering kita berinteraksi dengannya makan akan semakin bertambah kebahagiaan dan kita akan merasa kehilangan ketika melewatkan hari tanpanya.


Jadi, jika ada rasa bosan dalam diri kita berlama-lama dengan Al-Qur’an bahkan merasa biasa-biasa saja ketika melewatkan hari tanpa sedikitpun berinteraksi dengannya. Mungkin saja itu karena kita belum benar-benar mencintai Al-Qur'an.


Setidaknya bentuk interaksi kita dengan Al-Qur'an itu ada 5 macam: mendengarkan, membaca, menghafal, mentadabburi, dan mengamalkan.


Coba perhatikan nasihat emas dari Ibnu Qayyim rahimahullah : “Orang yang sedang jatuh cinta, tidak ada kenikmatan bagi hatinya yang melebihi nikmatnya mendengarkan perkataan orang yang dicintainya. Oleh karena itu, bagi mereka yang mencintai Allah, tak ada kelezatan melebihi lezatnya mendengarkan Al-Qur’an.” 


Dan kita lihat juga bagaimana kecintaan para sahabat kepada Al-Qur'an, karena mereka merupakan generasi terbaik umat yang mana mereka menyaksikan bagaimana turunnya Al-Qur'an dan mendengarkan secara langsung ayat-ayat Al-Qur'an itu keluar dari lisan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan kita diperintahkan untuk mengikuti jalan mereka.


Dari Abdullah bin ‘amr bahwa dia berkata "Wahai Rasulullah, berapa lamakah aku harus mengkhatamkan Alqur’an?" Beliau bersabda: "dalam sebulan". Abdullah bin ‘amr berkata "Sesungguhnya aku bisa lebih dari itu." –Abu Musa mengulang-ulang perkataan ini-- dan Abdullah selalu meminta dispensasi hingga beliau berkata "Jika demikian, bacalah Al-Qur’an dalam tujuh hari". Abdullah berkata: "Aku masih dapat menyelesaikannya lebih dari itu". Beliau bersabda: "Tidak akan dapat memahaminya orang yang mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari."(HR. Abu Daud)


Kesungguhan sahabat untuk bisa mengkhatamkan Al-Qur'an dalam sehari itu menjadi bukti akan kecintaannya kepada Al-Qur’an.


Salah seorang sahabat yang juga dekat dengan Al-Qur'an yaitu Usman bin affan radhiyallahu ‘anhu yang dikenal pernah mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu rakaat shalat malam, karena kedekatannya itu maka tak heran jika kita sering mendapati kata-kata mutiara darinya tentang Al-Qur’an. Beliau berkata: “Kalau seandainya hati kita bersih maka kita tidak akan kenyang dari kalam Rabb kita (Al-Qur’an), dan aku sungguh tidak suka jika datang satu hari yang mana aku tidak memandang mushaf.”

 

Tidak dipungkiri bahwa kita hidup di zaman yang segala informasi bisa dengan mudah kita dapatkan. Kesenangan dan hiburan pun amat mudah kita temukan dan acapkali membuat kita lalai dan lupa akan waktu, hingga kita tak bisa menyempatkan waktu untuk berinteraksi dengan Al-Qur'an. Melihat keadaan ini, Dr. Ahmad ‘Isa al-Ma’sharawiy mengingatkan kita dalam akun Twitter-nya: “Kita mampu membaca beragam percakapan di HP kita yang mencapai 100 percakapan dalam sehari itu. Tapi kita tak mampu membaca (walau sekadar) 10 ayat Al-Qur’an dengan alasan ‘kami tak punya waktu untuk membaca Alqur’an.’ Kita harus jujur terhadap diri sendiri.”


Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.


_______

Penulis

Nur Fajar Shadiq, Alumunus dan pengajar di Islamic Center Wadi Mubarak, Bogor. Kini sedang persiapan menempuh kuliah di King Khalid University Abha Arab Saudi.