View AllProses Kreatif

Dakwah

Redaksi

Postingan Terbaru

Wednesday, November 5, 2025

Puisi Jawa Banten | Encep Abdullah

Puisi Jawa Banten Encep Abdullah




Si Kamad


si Kamad badane petekel tapi memen

doyan melider-melider ning latar malaki uwong

lamun ore digei picis atawe penganan 

bakale merongos-merongos

ngiduhi rai nang ore ngebadug kare watu


kite ore kukup ngeladeni si Kamad

mendingan melayu atawe adawadan mati


tapi ules si Kamad iki ane ning endi-endi

ujug-ujug ane ning arepan kite

tangane sembari nadong 

“genah tuku rokok,” jereh si Kamad


unggal dine ngerecek nadong ning uwong

uripe belangsak padahal bengene wong sugih

mobile lime, umahe wolu, rabine papat

tapi peragat kerane judol


kerunye barangemah ngedeleng si Kamad

”tulung kite keh, pegel temen urip iki,” jereh si Kamad


aih, galimah si Kamad iku sire

sing wace puisi iki!


Kiara, November 2025


Si Kamad Maning


nabet mikiri si Kamad

wakeh pegawean sing ngangkrak

kedahemah peragat nulis cerite cendek

nulis puisi, nulis catetan utang


si Kamad kon kawin maning gati, jerehe ore payu

kon megawe ning pabrik, ngakune ulap adoh

kon ngoyos, ngakune bokan kulite ireng


si Kamad wis ore kebite dunie

tapi ongap megawe

lamun wis ulih roko ngejubleg ning gardu dese

dodok sembari ngopi ireng Bi Kamsinah


“ruwed tapi nikmat temen urip iki, Bi Kam,” jereh si Kamad


Kiara, November 2025


_______


Penulis


Encep Abdullah, tukang mangan dadar endog.



Kirim naskah

redaksingewiyak@gmail.com


Monday, November 3, 2025

Karya Siswa | Puisi Nayzila Sofita Putri

Puisi Nayzila Sofita Putri



Sunyinya Malam


malam menutup hari dengan sunyi

tubuhku lelah, hati penuh luka

mata menahan tangis yang tak tampak

langkahku terseret di jalan yang kosong

diam-diam aku rapuh

hati ini terjebak dalam sepi


Serang, 2025



Batas Doa


kita sama-sama berdoa

tapi pada langit yang berbeda

aku mencintaimu dalam diam

karena tuhan kita tak sama


Serang, 2025



Di Antara Ribuan Sorak


kau bernyanyi di atas panggung

aku tenggelam di antara ribuan sorak

senyummu menenangkan

lagumu pulang ke hatiku


Serang, 2025


_______


Penulis 


Nayzila Sofita Putri, siswi SMPN 25 Kota Serang kelas 9D. Selain puisi, ia juga menulis novel dengan ribuan lebih pembaca di Wetped.


Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com 


Sunday, November 2, 2025

Puisi-Puisi Karst Mawardi

Puisi Karst Mawardi




Intonasi 


setengah tidur dalam gumaman

kemudian tersentak oleh kakofoni

bangun belum tiba ke permukaan

lafal sekadar volume dikompresi



Teorema


pengelolaan internal komutatif

bukan variasi angka tapi posisi

keterbacaan kalimat matematik

tak lain intensi sebagai operasi



______


Penulis 


Karst Mawardi, lahir di Banjarmasin pada 28 Juni 1999. Di samping kesibukannya bekerja pada salah satu sekolah dasar di kota kelahirannya, ia juga tengah mempersiapkan naskah puisinya, Tendensi dan Viva Adverbia!.


Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com


Puisi-Puisi Diana Chandra

Puisi Diana Chandra 




Hatarakibachi


di negeri ini, kecepatan ialah hari-hari

sedang kesibukan ialah kekasih sejati

yang melekat-lekat di ujung sepatu

—menamparku dalam sekali temu


gedung-gedung menggaruk-garuk langit

dan laba-laba yang tekun memintal jaring

—sendirian

ia menyamai kutu-kutu pekerja

yang lalu lalang di kepalaku

—hatarakibachi


sesudahnya, engkau masihlah laba-laba

yang memintal-mintal pertemuan

lalu menyanyikan lagu-lagu lampau

—yang membikin pening kepalaku

juga kepercayaan diri yang menguap

bersama kepakan kupu-kupu

di dadaku


(2025)


Langkeluwit dan Apa-Apa yang Ada di Bukit Batu Kepale


seratus tahun yang lalu, 

orang-orang masih memelihara perkawanan

—dan nyawa alam

yang dimulai orang-orang megalitikum

: ialah mereka 

yang menggemari batu-batu besar

melebihi diri sendiri


o, tidakkah kau sempat melawat yang lalu-lalu

perkara langkeluwit 

yang menyimpan rapat-rapat percakapan 

orang-orang tua


(2025)


Berdiri di Samping Waktu dan juga Ibu


di samping waktu, cobalah kau berdiri

apakah kau temukan kesejajaran

yang dikemas Tuhan

?


di samping ibu, cobalah kau berdiri

apakah uban di kepalanya tumbuh serentak

?


di samping waktu & ibu, cobalah kau susuri 

jaman

melalui keriput

di dadamu yang mendadak berdegup

adakah engkau di sana?


(2025)


Detak-Detak Retak


di ujung matamu, bermukim detak-detak

retak

–ia baru saja pindah dari jantungmu

yang mengaku dihantam duka

berkali-kali

lalu mengusirnya jauh-jauh

hingga ke ujung pandanganmu

yang diam-diam kau sembunyikan

dalam ribuan kedipan


oh, mata yang malang

dibantai hari-hari yang jalang


______

Penulis


Dian Chandra atau Hardianti, S.Hum., merupakan seorang tutor paket B dan C di PKBM GEMAR. Ia bermukim di Toboali, Bangka Selatan. Lulusan S-1 dan S-2 arkeologi UI. Ia dikenal sebagai penulis puisi Laju Aksara Timah.


Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com


Saturday, November 1, 2025

Resens Kabut | Curiga dan Candu

Oleh Kabut



Pada masa depan, Djokolelolono adalah tokoh besar yang tercatat dalam album kesusastraan anak. Ia keranjingan menulis cerita anak. Buku-bukunya terbit, mendapat pembaca dan penggemar fanatik. Yang membaca buku-bukunya saat masih bocah terus melanjutkan sampai usia tua. 


Djokolelono membuat buku-buku yang usianya panjang. Para pembaca memulainya dengan kagum, bersambung saat bertambah usia menjadi pukau nostalgia. Mereka merasa dibentuk biografinya oleh setumpuk atau deretan buku gubahan Djokolelono. Mereka pun mengagumi hasil terjemahan Djokolelono atas warisan sastra anak dunia dan novel-novel selera dewasa. 


Djokolelono telah mengiringi anak-anak di Indonesia dengan bacaan yang bermutu. Yang kita sebut bermutu bisa berbeda dengan patokan-patokan yang digunakan para guru, kaum moralis, atau pihak pemerintah. Djokolelono menulis cerita dengan beragam referensi, yang membuatnya gampang menimbulkan ketagihan atau kecanduan buku. Ribuan anak masa Orde Baru terhibur dan berani “mencandu” buku-buku Djokolelono. Mereka tidak selesai oleh hiburan, tapi menyadari belajar pelbagai hal dalam sastra.


Para pembaca masih terus kecanduan sampai tua dan kolektor mengingat Djokolelono itu buku-buku yang diterbitkan Pustaka Jaya, Gramedia, dan KPG. Beberapa bukunya ada di penerbit-penerbit yang jarang disebut dalam sejarah dan perkembangan sastra anak di Indonesia.


Yang kita pegang sekarang adalah buku terbitan Pustaka Jaya yang berjudul Terdampar di Pulau Candu (1972). Buku sering cetak ulang. Pembaca buku merasa sedang menonton film. Judul yang apik tapi tidak sedang mengajarkan geografi Indonesia. Djokolelono mengajukan latar pulau-pulau di Indonesia tapi belum ada keinginan mengajarkan peta. Yang diberikannya adalah cerita penuh ketegangan. Cerita yang berakhir kemenangan.


Pada mulanya adalah curiga. Dua tokoh anak yang lulus SD diceritakan Djokolelono memiliki kepekaan, yang menghasilan seribu curiga. Djokolelono terlalu cepat menunjukkan dua tokoh yang punya nyali atau berani. Pengarang yang tidak sabaran agar pembaca mengenali anak-anak yang sewajarnya. Namun, olahan imajinasi memungkinkan anak yang curiga membentuk cerita yang melibatkan “logika” sekaligus “keajaiban.”


Dua anak yang bernama Danarto dan Rayasto ikut dalam pelayaran, dari Cirebon menuju Pontianak. Dua anak memiliki alasan yang berbeda saat ikut naik kapal dalam pelayaran berhari-hari. Mereka menyatu gara-gara curiga. Pengarang menghendaki para pembaca percaya dengan curiga dua anak. Yang dicurigai adalah pelaut bernama Tukijo, yang ikut dalam pelayaran yang dipimpin Santosa. Mengapa anak-anak dapat ikut dalam pelayaran? Santosa itu bapaknya Rayasto. Santosa itu bersahabat dengan bapaknya Danarto. Rayasto ikut bapaknya. Danarto menumpang kapal bareng sahabatnya bertujuan ingin menemui keluarganya yang tinggal di Pontianak.


Pada suatu malam, curiga itu membesar: “Pada saat itu angin bertiup lebih keras dengan tiba-tiba, sesaat pintu bilik Tukijo terbuka untuk menutup kembali dengan suara keras. Tetapi, waktu yang sesaat itu cukup untuk bisa melihat keadaan di dalam bilik. Tampak Tukijo duduk di tepi tempat tidur, lengan bajunya digulung sampai bahu. Tangan kanannya rapat sekali dekat lengan kiri sebelah atas. Dan, tampaknya tangan kanannya memegang sebuah jarum suntikan. Dan, di meja tampak kaki kayu, lengkap dengan sepatu dan kaus kaki.” Pemandangan yang dilihat dua bocah yang sebenarnya malam itu kelaparan. Mereka malah kebablasan “makan” curiga, melupakan kondisi perutnya. 


Djokolelono kecepatan menampilkan curiga, yang babak awalnya mengajak pembaca menyusun daftar tebakan. “Mungkin ia mengidap penyakit,” dugaan Danarto. Yang dirugai Rayasto: “Tetapi, mengapa ia harus menyembunyikan hal itu dari kita?” Dua anak yang sanggup berpikir saat tengah malam, yang awalnya merasakan lapar. Berpikir mengakibatkan penundaan tidur dan berkurangnya siksa lapar. 


Yang diceritakan Djokolelono adalah anak-anak yang kesannya lahir dan tumbuh di Indonesia. Pembaca boleh yakin ada anak-anak di Indonesia yang berani berpikir berdasarkan curiga. Mereka belajar di sekolah untuk pintar seperti harapan Soeharto. Konon, pembangunan nasional memerlukan anak-anak yang pintar. Kebenaran yang tidak bisa digugat adalah Pendidikan dan kecerdasan tercantum dalam GBHN. Soeharto ingin mewujudkannya tapi tidak mengetahui anak-anak yang dihadirkan para pengarang dalam ribuan novel untuk anak, dari masa ke masa.   


Curiga terus bertambah. Pengalaman ikut berlayar adalah menyusun daftar curiga dan pembuktian. Anak-anak itu tidak bercerita keindahan. Mereka abai dengan segala pengetahuan menyenangkan selama berada di lautan. Ilmu-ilmu di sekolah tidak terlalu berguna untuk mereka yang menuruti curiga-curiga?


Dua anak tambah curiga saat melihat Tukijo di ruang kemudi. Pelaut itu melakukan tindakan-tindakan aneh: “Ia sedang sibuk mengayun-ayunkan lentera, matanya terus memandang ke arah pulau yang makin lama makin dekat itu.” Tukijo memang pantas dicurigai. Hasil dari perbuatannya: “Kapal itu dengan cepat meluncur langsung kea rah pantai berkarang! Rayasto dan Danarto akan berteriak namun tidak sempat. Terdengar suara tubrukan. Keras sekali! Kedua anak itu terlempar ke lantai kapal, terguling-guling menabrak dinding. Hampir saja Danarto jatuh ke laut namun ia sempat memegang tiang pagar kapal. Terasa kapal itu bergetar keras sekali, sementara mesinnya terbatuk-batuk.” Tragedi yang menambahi curiga. Para pembaca hanya mengetahui curiga-curiga itu milik dua anak. Tokoh-tokoh yang lain tidak sempat atau kurang berminat mengurusi curiga.


Akhirnya, judul cerita menemukan kebenaran: Terdampar di Pulau Candu. Semula, anak-anak dan penumpang kapal tidak mengetahui nama pulau. Yang jelas mereka terdampar, ingin selamat dan melanjutkan pelayaran. Di pulau aneh, mereka bertemu tokoh yang Chwa Kiong Hien. Anak-anak merasa terdampar tapi makin merayakan seribu curiga. Mereka seperti sulit bahagia. Pelayaran yang semestinya indah justru membuat mereka menjadi pihak pencari kebenaran-kebenaran. Anak-anak yang tangguh. Yang membuatnya tangguh adalah Djokolelono. Pembaca wajib mengetahui bahwa Terdampar di Pulau Candu itu diilhami oleh Cry From The Dungeon gubahan Betty Swinford. Artinya, cerita itu tidak sepenuhnya berasal dari kehendak (imajinasi) Djokolelono. 


Anak-anak berhasil membuktikan bahwa Tukijo terlibat dalam perdagangan heroin. Pembaca mendapat keseruan di pulau yang sepi: “Kira-kira lima menit kemudian Tukijo keluar dari kamar Tuan Chaw sambil membawa sebuah bungkusan besar. Ia masuk ke dalam gang samping ruang makan. Bagaikan bayangan, Danarto dan Rayasto mengikutinya. Tukijo masuk dalam sebuah bilik dekat dapur, dan menutup pintu. Danarto dan Rayasto bersembunyi di belakang keranjang-keranjang bekas tempat ikan asin.” Curiga yang sedikit lagi sampai kebenaran.


Keterangan terpenting yang diperoleh anak-anak saat mengamati para tokoh aneh di pulau: “Tuan Chaw mengusahakan perkebunan candu. Tuan Chaw membuat morphine dan heroin dari candu itu. Kemudian dari pulau ini Tuan Chaw menyebarkan hasil pekerjaannya itu ke seluruh dunia.” Bisnis yang menggiurkan, yang menghasilkan banyak uang. Dua anak itu perlahan paham. Pembaca meyakini dua anak yang cerdas dan kelak bisa menjadi polisi, detektif, atau peneliti. 


Pada akhirnya, polisi berhasil menyerbu pulau candu. Dua anak itu berjasa besar. Djokolelono menutup cerita dengan kemenangan dan kebahagiaan. Pembaca mungkin senang atau curiga mengetahui maksud dan seleranya Djokolelono. Pihak kepolisian mengusulkan Danarto dan Rayasto atau pahlawan cilik mendapat bintang jasa. Dua kalimat terakhir dalam novel: “Semua orang tertawa. Dan, Rayasto saling pandang dengan Danarto. Mereka bangga sekali.”


Kita usulkan novel diterbitkan lagi oleh Polri atau BNN. Buku cerita yang menegangkan dibaca anak dan remaja ketimbang dipaksa ikut penyuluhan. Djokolelono boleh mendapat penghargaan daro Polri atau BNN gara-gara membuat cerita yang cocok dengan kerja besar menumpas bisnis narkoba di Indonesia.


________


Penulis


Kabut, penulis lepas dan pedagang buku bekas dan lawan.



Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com 


Friday, October 31, 2025

Berita | Hangatnya "Jumat Berbagi" di Masjid Darul Arqom PCM Pontang

 


NGEWIYAK.com, KAB. SERANG — Udara selepas salat Jumat itu masih terasa hangat, tapi di halaman Masjid Darul Arqom Kp. Pasar Sore, RT/RW 004/001, Ds. Singarajan, Kec. Pontang, hawa sejuk menyambut setiap jamaah yang melangkah keluar. Di depan pintu aula masjid, minuman dingin dalam kemasan siap dibagikan oleh takmir yang diwakili oleh ibu-ibu.


Hari itu, Jumat (31/10), menjadi penanda dimulainya sebuah gerakan kecil dengan semangat besar: “Gerakan Jumat Berbagi.”


Suparno, Ketua Takmir Masjid Darul Arqom, berdiri di mimbar selepas salat. Dengan suara lembut namun tegas, ia menyampaikan maksud di balik kegiatan perdana itu.


“Kami berbagi minuman dingin. Bakda salat, silakan jamaah ambil di bawah,” ujarnya singkat, disambut senyum jamaah yang mulai bergerak ke halaman.



Bagi sebagian orang, mungkin itu hanya segelas minuman dingin. Tapi bagi jamaah, terutama mereka yang datang dari jauh, kesegaran itu seperti hadiah kecil yang menenangkan. Anak-anak kecil berlarian sambil menenteng gelas plastik, sementara para bapak saling bercanda di halaman masjid.


Ikhmatullah, guru Matematika di SMK Muhammadiyah Pontang, tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.


“Program ini sangat bagus karena bisa membuat jamaah lebih semangat dan antusias untuk salat Jumat, khususnya anak-anak,” ujarnya dengan penuh haru.


Tak hanya minuman, Suparno menuturkan bahwa Takmir juga menyiapkan sayuran gratis untuk para ibu pengajian. Sebuah upaya sederhana yang menumbuhkan rasa kebersamaan di tengah masyarakat. 


Bagi Takmir Masjid Darul Arqom, berbagi bukan sekadar memberi. Ini tentang merawat semangat jamaah dan mempererat hubungan antarwarga. 


Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pontang, Farid Supriadi, menjelaskan bahwa kegiatan ini digerakkan oleh sumbangan masyarakat.


“Program 'Gerakan Jumat Berbagi' ini memberdayakan UMKM agar keberkahan berbagi juga dirasakan bersama masyarakat sekitar,” jelasnya.



Sebanyak 200 minuman dingin disediakan hari itu. Takmir, jamaah, hingga anak-anak semua larut dalam suasana gembira. Beberapa bahkan mengabadikan momen dengan berfoto ria, wajah mereka memancarkan kegembiraan yang tulus.


Masjid Darul Arqom tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjelma menjadi ruang hangat tempat iman, silaturahmi, dan kepedulian bertemu dalam satu kata: berbagi.


(Redaksi/Encep)

Dakwah | Bahaya Sihir, Perdukunan, dan Ramalan dalam Menjaga Keimanan

Ust. Drs. Abu Bakar



Dalam kehidupan seorang muslim, iman adalah fondasi paling berharga. Ia bukan sekadar pengakuan di lisan, tetapi cahaya yang hidup di hati dan diwujudkan dalam amal perbuatan. Karena itu, menjaga keimanan merupakan tugas seumur hidup yang menuntut kewaspadaan dan keteguhan.


Dalam ilmu tauhid dikenal istilah Nawaaqidlul Iimaan (نواقض الإيمان), yaitu hal-hal yang dapat membatalkan iman seseorang setelah ia memasukinya. Para ulama mendefinisikan istilah ini dengan kalimat:


مَا يُذْهِبُهُ بَعْدَ الدُّخُوْلِ فِيْهِ

Mā yudzhibuhu ba‘dad-dukhuuli fīhi

“Sesuatu yang dapat menghilangkan keimanan setelah seseorang memasukinya.”


Artinya, iman bisa hilang apabila seseorang terjerumus dalam perkara-perkara yang membatalkannya. Karena itu, seorang mukmin harus berhati-hati agar keyakinan dan keteguhan imannya tidak ternodai oleh hal-hal yang merusak, baik melalui pikiran, keyakinan, maupun perbuatan. Wal‘iyādzu billāh — semoga Allah melindungi kita dari kebinasaan iman.


Dalam pembahasan mengenai pembatal keimanan, para ulama menjelaskan beberapa hal besar yang termasuk di dalamnya, seperti mengingkari rububiyah Allah, sombong enggan beribadah, berbuat syirik, menentang ketetapan Allah, mendustakan Rasul, serta meyakini bahwa petunjuk Rasulullah ﷺ tidak sempurna. Termasuk pula: tidak mengkafirkan orang musyrik yang nyata kekafirannya, memperolok agama, membantu musuh Islam, berpaling dari ajaran Allah, serta membenci sesuatu yang dibawa Rasul meskipun masih mengamalkannya.


Namun, di antara semua itu, ada satu hal yang tak kalah berbahaya: sihir (السحر). Sihir merupakan dosa besar yang dapat menghapus keimanan, sebagaimana dijelaskan dalam Muqorror Tauhid karya Syaikh Shalih bin Fauzan. Sihir bukan sekadar tipu daya, tetapi bentuk kerja sama dengan setan dan penentangan terhadap kekuasaan Allah. Ia tidak hanya merusak akidah pelakunya, tetapi juga dapat menghancurkan kehidupan orang lain dan tatanan masyarakat.


Dalam praktiknya, sihir sering muncul dalam berbagai bentuk: ash-shorfu (mengubah keadaan seseorang), al-‘athfu (menimbulkan simpati atau cinta secara tidak wajar), dan ar-ridha (menimbulkan rasa senang secara batil). Semua bentuk tersebut merupakan tipu daya yang menyalahi fitrah dan mengandung unsur kekufuran.


Allah Ta‘ala berfirman:


وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَـٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ...


“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Padahal Sulaiman tidak kafir, hanya setan-setan itulah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia…”

(QS. Al-Baqarah: 102)


Ayat ini turun untuk membantah tuduhan kaum Yahudi yang menuduh Nabi Sulaiman sebagai tukang sihir. Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa dua malaikat, Harut dan Marut, sebenarnya diutus untuk menguji manusia. Setiap kali seseorang datang untuk belajar sihir, keduanya memperingatkan: “Innamā naḥnu fitnah, falā takfur”: Sesungguhnya kami hanyalah cobaan bagimu, maka janganlah kamu kafir.”


Imam Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir menegaskan bahwa peringatan tersebut merupakan larangan keras agar manusia menjauhi sihir, sebab mempelajarinya termasuk perbuatan kufur. Dengan demikian, mempelajari atau mempraktikkan sihir, sekalipun dengan alasan “menguji” atau “membela diri”, tetap termasuk kekufuran karena berpaling dari tawakal kepada Allah dan menempuh jalan setan.


Dalam kelanjutan pembahasan para ulama, termasuk Muqorror Tauhid dan Syarah Kitabut Tauhid, dijelaskan pula bahwa bentuk kekufuran serupa juga terdapat dalam kahanah (perdukunan) dan ‘arafah (ramalan). Para dukun dan peramal sering kali menampilkan diri sebagai “orang pintar” atau “penyembuh spiritual”. Mereka meminta hewan sembelihan sebagai persembahan bukan karena Allah, melainkan untuk jin atau setan tertentu. Mereka juga menulis ṭalāsim syirkiyyah, azimat, rajah, atau jimat yang diyakini dapat memberi perlindungan, padahal itu semua adalah bentuk kesyirikan.


Sebagian lainnya mengaku mampu mengetahui perkara gaib — menunjukkan barang hilang, membaca pikiran, atau menebak nasib seseorang. Padahal mereka hanya mendapat sebagian kabar dari setan yang mencuri dengar berita langit, lalu mencampurnya dengan kebohongan. Bahkan ada yang menipu dengan menunjukkan atraksi ekstrem seperti kebal senjata atau tidak terbakar api, padahal itu hanyalah tipu daya setan yang disebut oleh para ulama sebagai umūrun takhayyuliyyatun — hal-hal khayalan yang menipu pandangan manusia, sebagaimana tukang sihir Fir‘aun memperdaya mata orang-orang dahulu.


Larangan terhadap sihir, perdukunan, dan ramalan ditegaskan dalam banyak dalil. Rasulullah ﷺ bersabda:


اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ

“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan.” 

Para sahabat bertanya, “Apakah itu wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab, “(Yaitu) mempersekutukan Allah dan melakukan sihir…”

(HR. Bukhari dan Muslim)


Hadis ini menunjukkan bahwa sihir sejajar dengan syirik, sebab keduanya sama-sama menghancurkan fondasi iman.


Allah juga berfirman dalam Surah Asy-Syu‘arā’ (221–223):


هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَىٰ مَن تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ ۝ تَنَزَّلُ عَلَىٰ كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ ۝ يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ


“Apakah akan Aku beritakan kepadamu kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada setiap pendusta lagi banyak dosa. Mereka menyampaikan sebagian yang mereka dengar, padahal kebanyakan mereka adalah pendusta.”


Ayat ini menjelaskan bahwa setan hanya menurunkan bisikan kepada pendusta, yaitu para dukun dan tukang ramal yang mengaku mengetahui hal gaib.


Rasulullah ﷺ juga bersabda:


مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ ﷺ


“Barang siapa mendatangi dukun lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ.”

(HR. Ahmad dan Al-Hakim, disahihkan menurut syarat Bukhari dan Muslim)


Hadis ini menjadi peringatan keras bahwa percaya kepada dukun berarti mengingkari Al-Qur’an dan Sunnah, sebab hanya Allah yang mengetahui perkara gaib. Keyakinan bahwa manusia bisa mengetahui hal gaib tanpa wahyu merupakan bentuk pengingkaran terhadap rububiyah Allah. Oleh karena itu, setiap muslim wajib menutup sekecil apa pun pintu menuju syirik — termasuk mendatangi, mempercayai, atau sekadar menguji tukang sihir dan peramal. Semua itu adalah jebakan setan yang dapat mengikis iman.


Sihir, perdukunan, dan ramalan adalah penyakit akidah yang harus diberantas. Ia tidak hanya menyesatkan pelakunya, tetapi juga merusak keyakinan masyarakat. Maka, memperdalam ilmu tauhid dan memperbarui iman menjadi benteng paling kokoh bagi seorang mukmin.


يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”


Semoga Allah menjaga iman kita dari segala hal yang membatalkannya, mengokohkan hati dalam ketaatan, dan menjauhkan kita dari godaan syirik, sihir, serta segala bentuk kekufuran.


Referensi:

1. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Tim Depag RI, hal. 28.

2. Tafsir Ibnu Katsir, Jilid I, hal. 208 dst.

3. Tafsir Fathul Qadir, Jilid I, hal. 242.

4. Asbābun Nuzūl, KH. Qomaruddin Shaleh dkk., hal. 34–35, dan lain-lain.

5. Muqorror Tauhid, Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan, Jilid II, hal. 19.

6. Muqorror Tauhid, Jilid III, hal. 52.

7. Tauhidul ‘Ibadah, hal. 176 dst.

8. Syarah Kitabut Tauhid (Fathul Majid), hal. 293 dst.

9. Al-Jadid: Syarah Kitabut Tauhid, hal. 166 dst.


Thursday, October 30, 2025

Esai Ma'rifat Bayhaki | Mengingat Masa Depan yang Tak Pernah Dimiliki



Barangkali kita senang berimajinasi tentang masa depan. Tentang kehidupan yang menarik, dinamis, dan berat untuk ditinggalkan. Dari hal ini, kita mulai bergerak dengan penuh percaya diri bahwa ide kehidupan itu akan sampai. Kendati pada akhirnya hal itu tidak pernah benar-benar dimiliki dan menyisakkan humor yang mengundang gelak tawa.

Seperti yang dikatakan Søren Kierkegaard bahwa kondisi yang paling menyakitkan adalah mengingat masa depan, terutama masa depan yang tak pernah Anda miliki. “The most painful state of being is remembering the future, particularly the one you’ll never have.” (Søren Kierkegaard).

Memproduksi pikiran tentang masa depan tentu bukanlah hal buruk. Seperti kala kita masih anak-anak yang berimajinasi menjadi apa pun di masa depan—tentara, polisi, super hero, mekanik, nelayan, juru masak di kapal pesiar, bahkan tidak sedikit yang berkeinginan menjadi pemuka agama. Dari imajinasi inilah tubuh kita senantiasa bergerak, berharap tiba pada telos—tujuan.

Memperjuangkan masa depan berarti bersiap menikmati kesemuanya. Menerima setiap perjumpaan dan perpisahan. Meresapi setiap perjalanan yang membentur batu-batu cadas, mengarungi kelokan yang deras, menghadapi gulungan gelombang, bertahan dari badai yang pekat, bahkan berdesakan mengantre jatah Jumat berkah. Tentu ini adalah bagian kehidupan yang asoy-geboy untuk dinikmati, sembari menerka-nerka wujud apalagi yang yang harus dihadapi. Pada sisi ini, saya merasa bersyukur dilahirkan menjadi manusia.

Kehidupan manusia tentu tidak sesederhana yang dituturkan di muka. Pada kasus lain, alih-alih menikmati proses, tidak sedikit dari kita yang terjerembab pada pikiran masa depan, namun tidak pernah benar-benar hadir pada kehidupan yang tengah dijalani. Menyuntuki masa depan yang tak kunjung tiba dan lagi-lagi berujung pada komedi yang lembab—agak kering.

Pada bagian ini saya mulai mempertanyakan kemanusiaan saya. Apakah saya memang benar-benar hadir di dunia ini. Barangkali ada saatnya saya perlu memberi ruang untuk bernapas dan melepaskan semuanya—bahkan mimpi itu sendiri. Seperti yang pernah dikatakan Encep, “Hidup tuh Bro, butuh tuma'ninah—jeda—ketenangan. Bukan cuma salat yang harus tuma'ninah. Hidup juga!”

Jangan-jangan perjalanan hidup saya selama ini keliru. Jalan lurus yang mengantarkan jiwa ini pada hakikat hidup berada jauh di seberang sana. Saya teramat lugu bersandar pada keyakinan dan harapan tanpa pernah mau mengeja dan membaca diri saya berada di mana. Saya mengira perjalanan ini menuju keberhasilan dan kegemilangan, padahal saya hanya berputar-putar di tempat yang sama, seperti halnya seorang perawan yang asyik skrol TikTok di kasur empuk sembari merangkul guling kesayangannya dan mulai membayangkan dirinya menjadi apa yang ia lihat atau perjaka yang mengingat kemenangan dari putaran rolet yang ia taruhi, padahal itu tak pernah terjadi.

Entah bulan sabit ke berapa yang menggantung di langit Ibu Kota ini. Langit yang menaungi kisah-kisah manusia yang kompleks. Percintaan, kenestapaan, olok-olok, semua ada di sini. Di kota yang serba bergerak cepat ini, sulit rasanya menemukan ruang sunyi. Ruang untuk becakap-cakap dengan diri sendiri. Rasanya tubuh saya dipaksa terus bergerak dan dejavu setiap pagi. Sampai-sampai nyaring alarm terasa menyebalkan—sekaligus menakutkan. Sungguh aku merindukan cara menikmati srengenge subuh lan damar bulan sing keanginan.

Menembus jalanan kota yang basah dan penuh sesak kendaraan adalah rutinitas menjengkelkan yang tidak bisa saya hindari. Di antara pengendara itu tak sedikit yang grasak-grusuk—buru-buru seolah sedang dikejar-kejar fans akut. Nyatanya dengan grasak-grusuk pun kita semua tak pernah benar-benar sampai.

Esok pagi kita akan dipertemukan lagi pada kemacetan identik yang menguras emosi, waktu, dan nyawa yang perlahan-lahan dikeruk tanpa suara. Dan kita senantiasa yakin jika ada kesusksesan, keberhasilan setelah melewati kemacetan ini. Kita tak henti-hentinya grasak-grusuk, menerobos jalan busway dan lampu merah, menikung tajam bagai Valentino Rossi, menyumpah serapah sembarangan, kendati hati kecil kita sadar jika tujuan itu hanya maya.

Tempurung kepala kita sudah sangat penuh sesak. Namun, kita harus terus menerima segala motivasi dan harapan baru setiap hari yang berujung pada kebingungan. Dunia sudah banyak berubah. Kekaisaran Romawi sudah tak lagi berjaya. Keraton Surosowan hanya menyisakan reruntuhan. VOC tenggelam oleh zaman. Dunia yang kita diami adalah dunia teknologi digital yang kesaktiannya melebihi ilmu teluh atau ilmu telepati para moyang. Para influencer lahir setiap pagi. Memproduksi motivasi yang membikin semakin sakit tempurung kepala.

Timothy Ronald, influencer muda yang gencar mempromosikan investasi uang digital ini konten-kontennya selalu viral. Ia senantiasa menunjukan kesuksesan, keberhasilan, kegemilangannya dalam dunia bisnis. Ia tidak jarang memberi saran—mengajari kita untuk mengubah mindset untuk menjadi orang kaya. Niat tulusnya tentu tidak bisa kita hakimi.

Beberapa rekan saya mengaku “tercerahkan” untuk mengubah pola pikirnya yang selama ini dirasa “kolot”. Berbekal menonton konten Timothy berulang-ulang dan pengetahuan seadanya, ia memberanikan diri untuk berinvestasi di uang digital. Saya tidak tahu apa yang ada di tempurung kepalanya. Yang saya tahu ia selalu memotivasi saya untuk ikut investasi. Mengajari saya untuk mengubah mindset. Selebihnya ia hanya menyuntuki fluktuatif uang digital tanpa pernah benar-benar mempelajarinya. Ia telah menjadi orang kaya di kapalnya.

Pada kasus yang lain. Beberapa teman saya sering kali meminjam—lebih tepatnya meminta uang untuk deposit judol. Dia selalu mengeluarkan kata-kata keramatnya, "Mau jakpot ni, Bos!". Keyakinan itu memang patut saya apresiasi, kendati perkataan itu telah terlontar sekurang-kurangnya seribu tiga puluh dua kali. Motor, laptop, gawai tak jelas juntrungannya, dan ia masih bisa mengatakan mau JP. Gendeng!

Beberapa teman lain yang biasa saya temui di sela-sela istirahat kerja, setiap hari membahas bisnis, tetapi bisnisnya tak pernah nyata. Jujur jika saya mendengar tutur katanya bagaikan pebisnis besar dengan harta kekayaan membentang dari Selat Malaka sampai Semenanjung Sinai.

Sepertinya manusia di zaman ini sangat sibuk membangun dunianya dalam khayalan. Tentu itu tidak salah, semuanya adalah pilihan. Barangkali memang itulah yang teman-teman saya ingini. Kendati keriuhan ini agaknya memaksa saya untuk menepi dan sendiri.

Suatu malam di hari yang berbeda di tahun yang sama nada lagu Donna Donna —Joan Baez—terdengar mengisi ruang dalam kafe ini. Seorang pelayan yang sedari tadi gesit ke sana kemari tiba mengantarkan secangkir latte ke meja bulat yang saya diami. Setelah menaruh cangkir, ia melontarkan pertanyaan basa-basi.

“Saya perhatikan Abang selalu sendirian, pasti jomlo, hehe becanda Bang,” ujar pelayan dengan raut wajah cengengesan.

Awalnya saya enggan menjawab. Namun, karena ia tak juga lekas beranjak, saya pikir tak ada salahnya memberi sedikit jawaban atas rasa penasaran seseorang.

“Ibu saya empat.”

Angin malam berembus membelai wajah saya dengan halus. Langit tampak cerah dengan cahaya rembulannya yang memerah. Derit kursi sesekali terdengar. Cekakak-cekikik ABG yang tengah kongkow di sudut jauh menguap mengisi seisi kafe ini. Sesekali saya teguk latte ini banyak-banyak

Pertanyaan pelayan kafe yang lucu itu ternyata menghentikan waktu. Jawabannya menjelma pengakuan yang saya butuhkan. Saya memang sendiri tetapi tidak sendirian dan kesepian.  Meja yang membulat, bulir air yang menggantung di dinding gelas, gumpalan awan yang jarang, rembulan yang menyala merah jambu, beserta angin malam yang berembus-embus, juga daun dan ranting-ranting kering ada di sini. Ia hadir untuk menjaga saya dari kesepian dan kesendirian. Dari ketakutan, dari  kesedihan, dari kenestapaan, dari harapan semu yang membius.   

Barangkali, kebahagiaan sejati bukanlah terletak pada masa depan yang harus diraih dengan grasak-grusuk, melainkan pada tuma'ninah (jeda yang tenang) untuk menyadari bahwa alam dan kehadiran yang sunyi telah menjadi pelindung. Bahwa manusia, pada akhirnya, hanya perlu berhenti berlari untuk menemukan telos yang sesungguhnya. Sebuah penerimaan sederhana atas apa yang ada saat ini. Seperti dalam puisinya Gunawan Muhammad:


Dingin Tak Tercatat Termometer

 
Dingin tak tercatat
Pada termometer
 
Kota hanya basah

Angin sepanjang sungai
Mengusir, tetapi kita tetap

di sana. Seakan-akan
 
gerimis raib
dan cahaya berenang-renang
 
mempermainkan warna
 
Tuhan, kenapa kita bisa
bahagia?

Jakarta, Oktober 2025

______

Penulis

Ma’rifat Bayhaki, lahir di Serang-Banten. Sempat bercita-cita menjadi juru masak di kapal pesiar. 


Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com


Wednesday, October 29, 2025

Puisi Jawa Banten | Encep Abdullah

Puisi Jawa Banten Encep Abdullah



Ruwed Dewek


Unggal dine menuse ketelimbeng

Arep ngeluh apa maning

Wis kakehen aduh-aduh ning Gusti Pengeran


Ditahan-ditahan ore bise

Menuse duwe ati

Kadang banyu mate mili dewek

Padahal lake sing nempiling


Dine iki nangis  

Ko esuk jingkrak-jingkrak

Esuke nangis maning

Mangan maning

Adus maning

Turu maning

Ngising maning

Kawin maning


2025



Petoak


Wis tekang endi kite dolanan ning dunie iki

Lake alat ukure

Padahal Pengeran ngekon kite kudu nimbang-nimbang dewek amale


Sing kite timbang-timbang wonganan udu amal

Tapi picis, jabatan, pangkat, wadon prigel, skinker

Suwe-suwe mati atine


Digei gering ngeluh

Digei musibah ngelumah-lumah


Petoak doang!


2025



Dolan sing Adoh


Cah, uripmah aje megegeg bae

Endas kudu mikir

Pawon kudu ngebul


Jerehe “rezekimah wis ane sing ngatur”

Tapi, unggal dine ngelonjor bae ning kasur

Sekrol-sekrol tiktok deleng sing munel-munel


Cah, gelati pegawean iku gati

Aje ilok ceplas-ceplos "leh, enje sih ore megawe gah masih urip"


Tak jawab ning kite, " leh, entut badeg!


2025


_______


Penulis


Encep Abdullah, penulis sing doyan mangan endog.



redaksingewiyak@gmail.com 


Tuesday, October 28, 2025

Berita | SMA Budi Agung Sukses Selenggarakan Kegiatan Bulan Bahasa Tahun 2025



NGEWIYAK.com, JAKUT -  SMA Budi Agung Jakarta Utara telah sukses menyelenggarakan kegiatan Bulan Bahasa (Bulbas) tahunan pada Jumat, 24 Oktober 2025 dengan tema "Virelia". Kegiatan tahun ini berfokus pada inovasi dan variasi dalam penggunaan bahasa di kalangan siswa.


Ketua OSIS, Josafat, menjelaskan bahwa inti dari kegiatan Bulan Bahasa kali ini adalah mendorong siswa untuk menggunakan bahasa secara invovatif. 

"Ide utama dari kegiatan Bulan Bahasa ini adalah mengajak siswa-siswa menggunakan bahasa-bahasa dengan cara yang inovatif agar siswa-siswa terinspirasi dalam menggunakan bahasa yang variatif, dengan begini bahasa bisa lebih terlestarikan di kalangan siswa-siswa SMA Budi Agung," ujar Josafat.

Rangkaian acara yang diselenggarakan mencakup berbagai kompetisi untuk menguji kemampuan berbahasa siswa dalam tiga bahasa utama (Indonesia, Inggris, dan Mandarin). 




Wakil ketua OSIS, Jovena, merinci isi kegiatan Bulan Bahasa tahun ini, antara lain pameran hasil karya (poster, komik, dll.) dari kelas 10-12, lomba cerdas cermat (pengetahuan umum), spelling bee (Bahasa Inggris), tongue twister (Bahasa Mandarin), story telling (Bahasa Indonesia, Inggris, dan Mandarin), dan fashion show. 

 "Proses kegiatan Bulan Bahasa tahun ini melalui perencanaan lomba, pendaftaran peserta, pengumpulan hasil karya, hingga hari pelaksanaan," jelas Jovena. Ia berharap kegiatan ini dapat membuat siswa lebih semangat mempelajari berbagai bahasa. 

Pembinas OSIS, Ma'rifat Bayhaki, memberikan apresiasi terhadap penyelenggaraan Bulan Bahasa tahun ini, terutama dalam menghadirkan juri profesional. 

"Kegiatan Bulan Bahasa kali ini cukup baik, bahkan kita mendatangkan juri Spelling Bee dari EF (English Fisrt) yang notabene bule," ungkap Ma'rifat. 

Kehadiran juri dari EF English First ini menunjukkan komitmen sekolah untuk memberikan pengalaman kompetisi yang setara dengan standar internasional. 

Kegiatan ini juga diharapkan mampu meningkatkan kesadaran siswa akan pentingnya bahasa. 

"Diharapkan siswa-siswa bisa lebih sadar akan pentingnya berbahasa karena fungsi bahasa bukan hanya alat berkomunikasi, tapi juga sebagai budaya dari sesuatu negara itu sendiri," tutup Josafat. 

Bulan Bahasa tahun 2025 SMA Budi Agung Jakarta Utara sukses terlaksana dan semoga menjadi sekolah yang edukatif dan inspiratif dalam melestarikan sekaligus merayakan kekayaan bahasa.


(Redaksi)



Saturday, October 25, 2025

Resensi Kabut | Makanan dan Kemenangan

Oleh Kabut



Pengetahuan anak dan remaja tentang makanan teruji melalui kebijakan pemerintah yang mengadakan makanan di sekolah. Makanan itu dicap bergizi sekaligus gratis. Yang suka berpikir keras boleh protes untuk arti gizi dan gratis. Hari-harinya akan murung. Yakinlah ia susah tidur dan tidak doyan makan. Yang dipikirkannya berkaitan dengan Prabowo Subianto, keracunan, dapur, harga, dan lain-lain.


Bagaimana yang menyantap makanan itu bertambah pengetahuan? Tanyakan saja kepada para menteri atau pejabat. Beberapa hari lalu, ada yang tegas mengatakan makanan di sekolah meningkatkan pengetahuan matematika dan bahasa Inggris. Apakah kita percaya sambil merem? Ada lagi pernyataan-pernyataan penting dari para pejabat yang justru tidak membuat anak dan remaja tekun belajar tentang makanan. Yang menyimak pidato Prabowo Subianto dalam renungan setahun berkuasa, masalah makanan itu mendapat pujian dan tepuk tangan. Kita yang menonton di televisi cuma termangu tanpa ada gairah berdebat, berharap dapat menikmati sepiring mi instan mumpung hari-hari yang hujan. 


Yang pernah berdebat makanan adalah Ningsih dan Karti. Mereka ikut lomba memasak di sekolah. Persaingan sengit terjadi yang menimbulkan gosip. Ningsih merasa bakal menjadi pemenang. Ia telah mengikuti kusus memasak di kota, yang artinya ilmunya bakal lebih dibandingkan muri-murid lain. Lomba dilakukan secara kelompok.


“Yang dinilai selain kelezatan juga faktor biaya dan kebersihan,” keterangan dari penyelenggara lomba. Murid-murid diajak bersemangat dengan iming-iming hadiah: “Bagi yang menang, bisa ikut perlombaan seluruh keresidenan dan buku-buku gratis. Buku pelajaran dan buku tulis.” Perhatikan hadiahnya adalah buku. Apakah murid-murid tertarik? Mereka tetap ingin menang meski hadiahnya malah bikin “beban” belajar rasanya bertambah. Mengapa hadiah bukan yang enak atau rupiah?


Akhirnya, lomba diadakan bikin berdebar-debar. Pengumuman disampaikan, yang menang adalah Karti dan teman-teman. Ningsih yang yakin menang terbukti kalah. Protes dan pembelaan terjadi dalam penentuan kemenangan. Penjelasan dari juri menjawab protes Ningsih: “Dengan seratus lima puluh rupiah, kau hanya mampu menghidangkan bakso. Sedangkan, Karti bisa menghidangkan sayur lodeh, tempe, tahu, dan daging goreng, lengkap dengan sambalnya. Hanya seratus tiga puluh rupiah. Bahkan, yang dua puluh rupiah bisa untuk membeli kerupuk, yang memang tepat untuk sayur ini.”


Yang kita baca, sayur lodeh mengalahan bakso. Juri tidak bercerita kandungan gizi. Makanan itu tidak gratis. Duit harus dikeluarkan untuk berbelanja macam-macam. Kemenangan sayur lodeh mungkin memicu penasaran murid-murid belajar tentang makanan atau sayuran. 


Kita sedang masuk dalam cerita gubahan Arswendo Atmowiloto yang berjudul “Juara Masak Tak Terkalahkan”, yang terdapat dalam buku Pesta Jangkrik. Buku diterbitkan oleh Astant, 1978. Cerita yang cukup menimbulkan senyum saat kita ikut berpikiran kebijakan makanan di sekolah di seantero Indonesia, yang “makan” anggaran triliunan rupiah. Kita pilih baca cerita saja, tidak mau debat melawan pejabat-pejabat yang membawa setumpuk kebenaran atas nama Indonesia.


Buku yang bakal bikin gemas anak-anak hari ini andai mau membacanya. Arswendo Atmowilotio mahir bercerita, yang membuat anak-anak tidak harus kepikiran dalil-dalil moral. Sejak dulu, cerita anak di Indonesia keterlaluan dinilai memakai patokan-patokan moral. 


Arswendo Atmowiloto mengajukan cerita yang berjudul “Otak Ayam Goreng; Asyik!” Di keluarga sederhana, anak-anak ingin memelihara ayam. Maka, orangtua yang bijak merestui meski hanya mampu membeli seekor ayam. Padahal, yang minta adalah dua anak.


Cerita yang sangat penting dibaca anak-anak abad XXI. Mereka tahunya makan ayam goreng di restoran terkenal. Di rumah, mereka doyan makan jika lauknya daging atau telur. Pada saat ibu menganjurkan mereka makan sayur malah diam, kabur, atau membuat sejuta alasan. Ayam itu tema yang mengabadi bagi anak-anak, yang mudah dijerat industri makanan dengan merek-merek terkenal.


Arswendo Atmowiloto tidak sedang bercerita industri makanan ayam di Indonesia atau dunia. Ia memulai dengan anak-anak yang memelihara ayam: “Kakak beradik itu sangat rukun. Pagi-pagi sekali, Mi mengeluarkan ayam itu dari kurungan. Lalu, memberi makan dari sisa-sisa yang sengaja disisihkan. Ketika Mi berangkat sekolah, Yah yang ganti mengurus. Mengawasi, mencarikan makanan… Tak ada gunaya dilarang karena Yah sangat senang mengawasi ayamnya. Seperti juga Mi, kakanya yang duduk di kelas satu. Sehari-hari tak ada yang diceritakan selain tentang ayam. Hari ini makan cacing. Kemarin, berhantam dengan ayam tetangga, dan kalah. Lalu, kenakalannya ketika membuang kotoran dalam rumah, suka naik meja.”


Bayangkan, kegembiraan anak-anak memelihara ayam! Mereka bukan yang menuntut setiap hari harus tersaji daging atau telur ayam di meja. Anak-anak dalam keluarga sederhana. Makanan itu tidak tiba-tiba ada sesuai keinginan atau selera yang sedang dibicarakan di sekolah. Tugas sebagai pemelihara ayam memicu tanggung jawab, gembira, dan tantangan. 


Namun, ayam itu perlahan menimbulkan perbedaan pendapat dan pertengkaran. Satu ayam dimiliki dua anak memicu gagasan keadilan. Dua anak ingin duluan dan paling banyak untuk menikmati telur atau daging. Yang diceritakan Arswendo Atmowiloto: “Suasana menjadi tidak sehat. Saling curiga-mencurigai. Persoalan kecil mampu meledakkan keributan dalam rumah. Kemarahan ayah dan ibu, tak banyak menolong. Keributan masih terus terjadi. Suasana menjadi kacau…”


Penyelamat situasi yang kacau adalah Karti. Ia paham yang diinginkan adik-adiknya. Mi dan Yah diajak makan bareng setelah Karti datang membawa bungkusan yang mengobarkan selera. Yang bisa dibayangkan pembaca: “Baunya memang luar biasa. Rasa ayam goreng yang sedap. Yah segera mengambil piring dan nasi. Bau itu masih terus tersebar. Hingga Mi yang paling bersikeras terjerat keinginanya.”


Ketenangan dan perdamaian ingin tercipta. Kartin harus segera memberi jawaban terbaik agar adik-adiknya tidak bertengkar sampai kiamat. Pembaca diajak melihat pemandangan yang mengharukan. Dua anak itu berdamai dengan makan bareng, mengikuti petunjuk Karti. Arwendo Atmowiloto sengaja menyentuh perasaan pembaca: “Karti mengiris bagian demi bagian dengan sangat hati-hati. Maklum otak ayam goreng. Sesuatu yang kelewat mahal. Dan, itulah untuk pertama kalinya mereka makan. Selama ini hanya cerita saja.” Keluarga itu jarang menikmati makanan yang lezat tapi memiliki usaha mengadakan makanan yang bergizi, yang tidak harus gratis.


Yang seru adalah ulah Karti. Pembaca dikagetkan oleh siasat Karti. Ia mampu menyelesaikan masalah secara lucu tapi bijak. Yang disampaikan Karti kepada ibu yang penasaran tentang pemerolehan otak ayam goreng, yang harganya mahal: “Itu hanya tahu biasa. Hanya saja digoreng dengan minyak yang tadinya untuk menggoreng daging ayam. Aku pergi ke warung yang terkenal itu. Aku numpang menggoreng tahu.” Karti tidak punya uang untuk beli makanan yang mahal tapi mengetahui penciptaan selera. Ulah itu demi perdamaian adik-adiknya.


Kita memang tidak memilih cerita “Pesta Jangkrik” yang dijadikan judul buku. Berimajinasi sayur lodeh dan tahun yang digoreng dengan rasa ayam itu membuat kita dibujuk belajar lagi tentang pangan. Siapa mengetahui kebenaran dan dampak makanan bergizi yang disajikan di sekolah, masa sekarang? 


Arswendo Atwiwoloto sempat bercerita makanan berlatar sekolah dan rumah. Ia tidak meramal bahwa pemerintah di Indonesia membuat kebijakan besar bertema makanan di sekolah. Kita yang tidak mau pusing memikirkan kebijakan pemerintah dapat keseruan saat membaca cerita-cerita Arswendo Atmowiloto.

_________


Penulis

Kabut, penulis lepas.


redaksingewiyak@gmail.com 


Friday, October 24, 2025

Lapak Buku | Andra (Bulan Sabit dan Rosario) Karya Qizink La Aziva

 



Judul: Andra (Bulan Sabit dan Rosario)

Penulis: Qizink La Aziva
Penerbit: #Komentar

Terbit: November 2025

Tebal: vi + 117 hlm.

Harga: 55.000


Novel Andra: Bulan Sabit dan Rosario karya Qizink La Aziva mengisahkan pertemuan dua jiwa yang berbeda latar: Andra, mahasiswa muslim aktivis kampus, dan Tienz, gadis Tionghoa Katolik yang menyimpan luka sejarah keluarga akibat kerusuhan Mei 1998. Pertemuan mereka bermula dari sepasang sandal kuning di ruang UKM seni, lalu berkembang menjadi ikatan batin yang dalam antara dua manusia yang sama-sama berjuang berdamai dengan masa lalu dan perbedaan. Melalui dialog, seni, dan puisi, mereka belajar bahwa cinta sejati bukan sekadar kesamaan iman, tetapi keberanian memahami yang berbeda. Novel ini memadukan kisah romantis dengan kritik sosial dan refleksi kemanusiaan tentang trauma, intoleransi, dan perjuangan menegakkan keadilan. Di tengah gejolak politik dan agama, novel ini menjadi simbol harapan: bahwa cinta, empati, dan keberanian bisa menyembuhkan luka sejarah dan menyatukan perbedaan.


Kontak:

087771480255 (Penerbit)

Wednesday, October 22, 2025

Berita | SMKN 5 Pandeglang Sukses Gelar Bulan Bahasa 2025

 

NGEWIYAK.com, KAB. PANDEGLANG - SMKN 5 Pandeglang gelar pelatihan menulis puisi dan cerpen pada Rabu (22/10) di Aula SMKN 5 Pandeglang, Jalan Raya Wanasalam KM 1, Kec. Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten. Kegiatan ini diselenggarakan oleh tim Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dalam rangka memeringati Bulan Bahasa yang jatuh pada bulan Oktober. GLS kali ini bertema ”Dengan Berliterasi, Mengasah Bahasa, Mengukir Karya Nyata”.

Peserta kegiatan GLS perwakilan dari kelas X dan XI berjumlah 80 siswa pilihan. Selain itu, juga ditemani Bapak/Ibu dewan guru, khususnya guru Bahasa Indonesia, guru Bahasa Inggris, dan bahasa Jepang.


Ketua Pelaksana GLS SMKN 5 Pandeglang, Aprilia Wulandari, S.Pd., dalam sambutannya berharap kegiatan ini dapat memberikan ilmu dan motivasi kepada siswa agar semakin bersemangat dalam berkarya.


”Literasi adalah kunci. Melalui puisi, cerpen, kami mengajak para siswa untuk mengasah kemampuan sastra, menuang ide kreatif, menumbuhkan kecintaan bahasa, dan berwawasan luas, serta berakhlak mulia,” tambah Aprilia.


Senada dengan Ketua Pelaksana, Wakil Kepala Bidang Kurikulum, Muhammad Yasir, S.Pd. mengatakan bahwa agenda ini bukan sekadar ajang lomba, melainkan wadah untuk mengekspresikan gagasan, perasaan, dan kreativitas.


Kepala SMKN 5 Pandeglang, Ahmad Zaenudin Anwar, M.Pd. menegaskan bahwa hari ini merupakan hari bersejarah karena selain bertepatan dengan Bulan Bahasa, juga bertepatan dengan dengan Hari Santri. Menurutnya bahasa merupakan alat interaksi.


”Kegiatan ini harus diikuti dengan baik karena merupakan ilmu tambahan yang mungkin tidak didapatkan di dalam kelas. Kalau perlu tanyakan sebanyak mungkin kepada pemateri,” tambah Ahmad.



Materi pertama yang disampaikan dalam GLS kali ini penulisan puisi. Pemateri puisi adalah Encep Abdullah, penulis dan pegiat literasi Banten. Encep mengatakan bahwa menulis puisi itu mudah. Menurutnya, para siswa bisa memanfaatkan gaya bahasa yang ada, seperti hiperbola, metafora, personifikasi, dan simile.


”Selain itu, kalian juga bisa bermain rima. Cari diksi yang bunyinya sama, baik bunyi huruf awal, di tengah, atau di akhir. Ini bisa memudahkan kalian saat buntu memilih kata,” ujar pendiri komunitas menulis #Komentar tersebut.


Anak-anak di awal materi tampak malu-malu untuk bertanya, berdiskusi, dan masih beradaptasi. Agar acara tidak monoton, pemateri memberikan selingan bernyanyi puisi. Selain itu, juga menampilkan sosok alumi PBI Untirta 2025, Fahman Falahi, yang membacakan puisi W.S. Rendra ”Sajak Sebatang Lisong”. Para siswa terpukau dengan kelihaian Farhan membacakan puisi. Bahkan ada siswa yang bertanya bagaimana cara membaca puisi yang baik, apakah perlu dengan teriak-teriak atau ekspresi yang berlebihan. Fahman mengatakan bahwa gerakan membaca puisi bergantung kebutuhan dan seperlunya.


”Bacalah puisi sesuai kebutuhan, bukan dipaksakan. Misalnya harus teriak-teriak, ya tidak juga semua begitu. Baca dulu puisinya, sesuaikan konteksnya,” ujar Fahman.



Pemateri berikutnya yang turut membantu pemateri utama adalah Rofif Syuja’ Mu’tasyim, S.S. Ia menyampaikan tentang Kiat Menulis dan Bermain Cerpen. Menurutnya menulis cerpen yang baik bisa ditempuh dengan cara memuat konflik yang tajam, mengangkat budaya atau lokalitas, dan mampu berakrobatik dalam berbahasa.


”Kalau tidak bisa semuanya, setidaknya bisa dipilih salah satu,” ujar Rofif.


Para siswa tidak hanya menyimak materi, melainkan juga praktik di tempat. Karya-karya siswa yang ditulis akan dipilah oleh pemateri dan akan dimuat di media NGEWIYAK.com.


Acara GLS dan Bulan Bahasa SMKN 5 Pandeglang di pengujung acara semakin seru. Siswa lebih aktif bertanya. Pamateri pun memberikan apresiasi kepada para siswa yang aktif tersebut dengan memberikan buku. Usai kegiatan pelatihan, para siswa wajib mengikuti rangkaian akhir GLS SMKN 5 Pandeglang, yakni lomba menulis puisi dan cerpen antarkelas dengan peserta yang mengikuti pelatihan tersebut.



Tuesday, October 21, 2025

Sosok Inspiratif | Bamby Cahyadi: Cerpenis Flamboyan dan [Mantan] "Penjaga Gawang" Grup FB Sastra Minggu



Kali ini tim redaksi mewawancarai salah satu tokoh penulis (cerpenis) yang konon sosoknya selama ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan dunia informasi pemuatan karya sastra di media massa setiap minggunya sejak belasan tahun lalu yang mungkin sangat terasa manfaatnya bagi para penulis se-Indonesia, bahkan menjadi salah satu ruang silaturahmi terbesar grup sastra yang ada. Kalau Anda aktif menulis di media, pasti tidak asing dengan beliau. Siapa beliau? Ya, beliau Bamby Cahyadi. 


Bamby Cahyadi lahir di Manado, 5 Maret 1970. Ia menulis berbagai tema cerita pendek di koran, majalah, tabloid, dan media daring. Sehari-hari Bamby bekerja di industri Food and Beverages (F&B). Buku-bukunya yang telah terbit: kumpulan cerpen Tangan untuk Utik (Koekoesan, 2009), Kisah Muram di Restoran Cepat Saji (Gramedia Pustaka Utama, 2012), Perempuan Lolipop (Gramedia Pustaka Utama, 2014), Apa yang Terjadi Adalah Sebuah Kisah (Unsa Press, 2016), Seminar Mengatasi Keluhan Pelanggan (Diva Press, 2022), dan buku terbarunya Aku Bercerita dari Pesawat yang Sedang Terbang (Diva Press, 2025). Ia bisa ditemui di Instagram, dengan akun: @bamby_tjahjadi


Dulur NGEWIYAK, yuk kita tanya-tanya beliau!


_________


1. Sejak kapan Mas Bamby menulis dan mengapa bercita-cita menjadi penulis?


Sebenarnya saya menulis sejak SMA, kala itu lebih banyak menulis reportase kegiatan sekolah untuk Majalah Dinding dan Majalah OSIS SMA Negeri 1 Tasikmalaya. Lalu ketika saya kuliah di Universitas Siliwangi Tasikmalaya, saya mengaktifkan Majalah Kampus Fakultas Ekonomi dan Majalah Universitas, dikarenakan saya menjabat sebagai Pemred Majalah Fakultas dan Universitas sekaligus ketua Unit Pers Mahasiswa plus Ketua Senat Universitas (SMPT) juga, maka saya cukup rajin menulis. Namun semua tulisan saya pada masa itu berupa reportase dan artikel ringan. Saya pun cukup rajin mengirimkan tulisan-tulisan saya ke media, seperti: Pikiran Rakyat, Minggu Pagi, Simponi, Femina, dll.

Dulu saya bercita-cita menjadi wartawan (bukan penulis). Usai wisuda, saya lebih sering memasukkan CV saya ke media-media massa di Bandung dan di Jakarta. Hingga akhirnya saya menjadi reporter Majalah Pramuka Kwartir Nasional di Jakarta.


Saat menjadi reporter Majalah Pramuka, saya mendapat penugasan untuk mencari iklan dari sebuah restoran cepat saji yang sedang berkembang pesat di Jakarta khususnya, alih-alih mendapatkan iklan untuk majalah, saya malah tertarik dengan iklan lowongan pekerjaan yang dibuka oleh perusahaan restoran cepat saji itu. Singkat cerita, saya akhirnya menjadi Trainee Manager di perusahaan itu.


Bertahun-tahun bekerja di industri restoran cepat saji yang penuh target dan tekanan, membuat saya depresi, saya mengalami masa-masa krisis kejiwaan yang cukup akut dengan keinginan untuk mati atau bunuh diri, dan menjadi gila saja. Pelbagai pengobatan medis dan alternatif saya lalui untuk menyembuhkan kondisi psikis saya yang terganggu, namun tidak berhasil.


Hingga suatu hari pada masa itu, untuk mengalihkan pikiran-pikiran negatif serta bisikan-bisikan aneh yang bergejolak di benak, saya mulai membaca buku-buku lagi. Terutama buku yang berhubungan dengan psikologi, yang paling saya ingat ialah buku karya Prof. Komaruddin Hidayat berjudul Psikologi Kematian. Lalu mencoba membaca karya fiksi, waktu itu novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy yang Best Seller.


Membaca buku, baik buku nonfiksi dan fiksi, melempar ingatan saya pada masa saya masih menjadi mahasiswa dan menggugah saya untuk menulis kembali. Saya mencoba menulis lagi apa yang menjadi gangguan terhadap pikiran-pikiran saya. Beruntungnya masa itu terdapat media sosial bernama Friendster (FS). Saya posting tulisan-tulisan saya di fitur Miniblog Friendster. Sambutan teman-teman FS yang membaca tulisan saya di FS cukup baik, akhirnya saya rajin menulis semacam catatan harian di FS. Kadang catatan harian tersebut saya balut dengan imajinasi dan menyerupai karya fiksi. Saya pun rajin membaca tulisan-tulisan penulis (Sastrawan Indonesia) yang diposting di FS, dan tentu saja menjadi follower mereka. Hingga saya mengenal seorang perempuan penulis novel berjudul Ripta, yang memotivasi saya mencoba menulis sastra (cerpen).


Menulis cerpen membuat saya ketagihan dan mejadi semacam pengalihan akan pikiran-pikiran serta bisikan-bisikan negatif dalam kepala saya. Kegiatan menulis cukup berhasil mengatasi masalah psikis saya. Itulah mengapa, cerpen saya pada masa awal menulis (mungkin hingga kini), bertema kematian dan absurditas melulu.


__________


2. Pernahkan Mas Bamby mengalami krisis identitas sebagai penulis? Misalnya yang mulanya produktif tiba-tiba mandek dan merasa diri kebingungan harus melakukan apa. Bagaimana menghadapi situasi semacam itu?

Kerap, mungkin hampir ada di setiap periodesasi kehidupan sebagai penulis, saya mengalami krisis identitas. Apalagi sampai saat ini, saya masih bekerja di dunia Food & Beverages (F&B), yang menuntut rasionalitas. Absurditas, keanehan pikiran, atau bahkan imajinasi tidak akan berlaku di tempat kerja saya. Terkadang saya ingin pensiun saja menjadi penulis, dan menjalani profesi di industri kuliner ini dengan tekun. Namun tiap saya punya rencana itu, tiap saat itu juga ada momentum untuk tetap menulis.


Untuk menghadapi situasi mandek atau ingin pensiun, yang saya lakukan ialah kembali ke buku. Menyempatkan mampir ke perpustakaan atau toko buku. Membeli buku-buku fiksi terbaru, membacanya, dan akhirnya termotivasi lagi menulis. Lantas menerbitkan buku baru, seperti saat ini, buku kumpulan cerpen terbaru saya yang berjudul Aku Bercerita dari Pesawat yang Sedang Terbang terbit ketika saya memutuskan nonaktif sebagai admin Grup FB Sastra Minggu.


__________

3. Cerita apa yang paling berkesan ditulis sepanjang karier kepenulisan Mas Bamby? Apa alasannya dan bagaimana proses kreatifnya?


Yang paling berkesan ialah cerpen “Aku Bercerita dari Pesawat yang Sedang Terbang”. Cerpen ini pertama kali dimuat di Koran Tempo pada 26 Juli 2009. Cerpen ini lantas termaktub dalam buku kumcer ke-2 saya yang berjudul Kisah Muram di Restoran Cepat Saji (GPU, 2012). Dan, saya memang memiliki impian, suatu saat nanti, apabila ada kesempatan menerbitkan kumcer lagi, cerpen itu akan menjadi judul dari buku kumpulan cerpen. Alhamdulillah menjadi kenyataan.


Proses kreatif cerpen berjudul: “Aku Bercerita dari Pesawat yang Sedang Terbang”, saya tulis dalam 3 hari berturut-turut (29, 30 Juni, dan 1 juli 2009). Tiba-tiba saya teringat sewaktu kami (saya, ibu saya, kakak saya dan adik saya) mengantar jenazah almarhum ayah saya yang meninggal di Medan untuk dimakamkan di Tasikmalaya. Lalu idenya, saya olah sedemikian rupa, agar tidak terkesan kisah nyata. Ayah saya meninggal 15 Februari 1985. Nah, uniknya, cerpen itu semula, cerpen trilogi, tanggal 29 Juni 2009, saya buat bagian prolognya. Tanggal 30 Juni 2009 saya buat bagian dialognya. dan tanggal 1 Juli 2009 saya buat bagian epilog. Dan, setiap bagian tersebut, saya sempat posting 3 hari berturut-turut di Note Facebook dengan judul “Trilogi Cerpen Mengantar Ayah”. Sungguh di luar dugaan, cerpen itu banyak yang komen di Facebook, bahkan Hudan Hidayat membuat pengantar cerpennya segala. Lantas cerpen itu saya kirimkan ke Koran Tempo, dan dimuat.


___________

4. Mas Bamby kan admin dan pendiri Grup FB Sastra Minggu, boleh tidak Mas Bamby ceritakan sedikit tentang sejarah grup sastra yang cukup besar tersebut? Mengapa Mas Bamby kepikiran membuatnya dan mengapa juga kepikiran harus mengakhirinya?


Dulu sekali, sebelum ada Facebook. Ada situs atau blog pengarsipan cerpen-cerpen yang dimuat di pelbagai media massa di Indonesia, bernama Sriti.com. Namun setelah menerbitkan kumpulan cerpen pilihan Sriti.com berjudul “Bob Marley dan 11 Cerpen Pilihan Sriti.com” pada 2009, situs ini berhenti dan tutup permanen. Banyak penulis yang kehilangan informasi perihal pemuatan karya cerpen khususnya. Secara pribadi saya berniat meneruskan tradisi memberikan informasi pemuatan karya ini (cerpen dan puisi), lantas saya mulai berlangganan kurang lebih 11 koran cetak dan dengan sukarela saya mulai update di status laman FB pribadi saya informasi pemuatan karya hingga 2013.


Nah, ada titik di mana saya pun akhirnya mengakhiri sesuatu yang sudah saya rintis sendiri, dikarenakan kesibukan dengan profesi saya sebagai praktisi di dunia F&B.


Lantas di tahun yang sama (2013), beberapa teman penulis menginformasikan ke saya bahwa mereka telah membuat Grup FB bernama Sastra Minggu untuk melanjutkan tradisi memberikan informasi pemuatan karya, sehingga saya tidak perlu bersusah payah sendirian untuk menginformasi di laman FB pribadi. Saya setuju, lantas kami para admin secara kolektif menjalankan Grup FB Sastra Minggu ini. Hingga akhirnya, saya pun ditinggal sendirian untuk mengelola Grup FB Sastra Minggu, hingga saya putuskan berhenti.


Kenapa saya memutuskan untuk berhenti? Karena saya pikir, masa kini sudah tidak relevan lagi informasi yang berasal dari Grup FB Sastra Minggu itu. Banyak koran cetak yang tidak terbit lagi, diganti media digital yang memudahkan penulis atau siapa pun untuk mendapatkan informasi langsung. Dulu, jumlah visit ke grup mencapai puluhan ribu, like ribuan dan komen ratusan. Semenjak 2024 hingga 2025, grup itu hanya dikunjungi oleh ratusan anggota dan hanya puluhan yang meninggalkan komen. Yang membuat saya malas untuk melanjutkan, karena para penulis yang karyanya dimuat di media massa juga, tidak lagi sengaja dan sukarela dengan senang hati menginformasikan sendiri ke grup. Mereka lebih suka berselebrasi sendiri di laman FB, IG, dan status WA masing-masing. Padahal, kegairahan Grup FB Sastra Minggu adalah keriangan, kebahagiaan, dan kesenangan kolektif pada saat ada karya siapa pun yang dimuat. Bagi saya pribadi, membiru-birukan nama penulis yang karyanya dimuat juga merupakan kebahagiaan tersendiri sebagai si penyampai kabar. Tapi, itu dulu. Sekarang tidak lagi. Maka, dengan tanpa banyak berpikir saya berhenti. Grup itu akan tetap ada, sampai mungkin salah satu admin menutupnya secara permanen.


___________

5. Pertanyaan terakhir, bagaimana sih tanggapan Mas Bamby terhadap dunia kepenulisan hari ini, dunia sastrawan hari ini, dan dunia media sastra hari ini?


Secara teori dan teknis, dunia sastra hari ini makin berkembang dan selalu ada hal-hal baru. Akan tetapi, dunia sastra hari ini, euforianya hanya bisa dirasakan oleh pelaku debut. Atau para penulis yang tetap memelihara euforia itu dengan segenap hatinya. Tidak ada lagi yang menarik dari komunitas-komunitas sastra hari ini, yang isinya ya dia lagi, mereka lagi. Para sastrawan asyik dengan lingkarannya masing-masing, atau dunianya sendiri. Media sastra juga makin ke sini, makin sepi dan miskin. Banyak yang tutup, tidak terbit, lantas hilang begitu saja. Buku yang terbit tetap banyak, namun minat pembeli makin merosot. Penulis harus berjibaku sendiri untuk menjadi sales dari komoditas yang ia ciptakan. Laku syukur, tidak laku tidak apa-apa, yang penting sudah ada batu prasasti karya berupa buku. Tapi itu tidak salah. Mungkin yang salah pemerintah yang hingga kini kepedulian terhadap sastra dan sastrawan hanya mereka ingat ketika kampanye politik saja. Habis itu sastra dan sastrawan bergelut dengan dirinya sendiri.


_________

Tukang nanya: Encep Abdullah


Monday, October 20, 2025

Karya Siswa | Puisi-Puisi Sekar Ayu Ning Tyas

Puisi Sekar Ayu Ning Tyas





Malam yang Sunyi


Bagai malam yang tenang dan sunyi

Aku memeluk luka

Ini sendiri dan rasa kecewa

Yang tak pernah mati


Serang, 2025



Sukma di Balik Baja


Hati yang kujaga tersayat pilu

Dan bayangan keraguan yang membelenggu sukma

Walau begitu kan kutempa kembali

Menjadi perisai abadi

Yang membentengi segenap hati


Luka tanpa warna

Setiap langkah adalah bayangan

Setiap hembusan adalah duka

Kau pergi membawa segala warna

Tinggalkan luka yang membekas

Di dalam sepi yang tak terobati

Hanya gema nama-Mu yang kini menemani


Serang, 2025



Di Bawah Langit


Di atas kepala kain beludru kelam terbentang

Langit sepi membungkam segala riang

Hanya hening yang bersemayam

Dingin menyelimuti sukma

Menyisakan ruang luas tempat hati merenungi


Serang, 2025


________


Penulis


Sekar Ayu Ning Tyas, siswi SMPN 25 Kota Serang kelas 9 D.



Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com 


Sunday, October 19, 2025

Puisi-Puisi Syahrul Chelsky



Malam Ketika Langit Menukar Nama-Nama Kami


di banua kami, setiap anak lahir dengan dua nama:

satu diucapkan manusia, satu disimpan roh penjaga.


suatu malam langit berembun ganjil,

dan burung hantu menjerit di arah yang salah.

besoknya, semua orang lupa siapa dirinya.


para ibu memanggil anak-anaknya

dengan sebutan yang terasa asing di lidah.

ayah-ayah bingung, berdoa kepada Tuhan

dengan nama yang tidak lagi mereka yakini.


hanya balian tua yang tertawa,

katanya, “roh-roh sedang bercanda,

mereka ingin tahu apakah kalian masih ingat

suara sendiri tanpa nama.”


aku mencoba menulis namaku di tanah,

tapi lumpur menelannya,

dan malam kembali tenang

seolah tak pernah ada yang hilang.



Seorang Perempuan yang Bicara pada Air


sungai martapura menua di bawah jembatan.

airnya tidak lagi jernih, tapi tetap membawa doa

dari mulut-mulut yang sudah lama membusuk.


setiap pagi, ada perempuan mencuci tangan di sana,

katanya agar arwah yang tinggal di air

tidak lupa bahwa dunia ini masih punya aroma sabun.


kadang, dari permukaan air, muncul wajahnya sendiri,

tapi sedikit lebih tua.

ia berkata:

“jangan buang darah ke sungai.

sungai hafal siapa yang menodainya.”


lalu perempuan itu pulang,

meninggalkan bayangan yang terus mencuci tangan

di tempat yang sama  

selamanya.



Seorang Perempuan yang Menanam Bayangan


di tepi rawa, seorang perempuan menanam 

bayangannya sendiri yang ia potong sehabis magrib.


orang-orang kampung lewat sambil menunduk,

karena setiap kali bayangan itu tumbuh,

angin seolah ikut membungkuk di atas air.


“aku menanam agar aku tak hilang,” katanya,

dan sungai seakan mengerti

bahwa yang ingin hidup tidak selalu yang berdaging.


pada musim kemarau,

bayangan itu mengering seperti akar doa,

tapi setiap kali hujan datang,


perempuan itu tertawa sendiri.

suaranya terdengar seperti seseorang

yang baru saja diingatkan bahwa ia masih ada.


________


Penulis


Syahrul Chelsky adalah nama pena dari Muhammad Syahrul, lahir dan tumbuh di pinggiran kota Martapura. Menulis beberapa puisi dan cerita pendek. Aktif di Arkalitera, sebuah komunitas yang berfokus pada gerakan penulis-penulis muda Kalimantan Selatan.



Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com 



Cerpen Khairul A. El Maliky | Perahu Karam

Cerpen Khairul A. El Maliky



Yang tersisa dari sekolah itu hanyalah gedung tua yang sudah lama tak terawat. Lantainya kotor penuh dengan debu bercampur dedaunan kering. Pagarnya yang mulai retak. Langit-langit koridor kelas yang mulai jebol. Atap sekolah yang bocor. Tidak hanya satu, namun seluruhnya. Dan ruang-ruang kelas yang kata orang mulai menjadi sarang ular dan hewan-hewan liar. Nama besar sekolah yang dulunya pernah mencapai puncak kejayaan mulai meredup dan hanya tinggal kenangan yang sudah dilupakan banyak orang. Tak butuh waktu lama bagi sekolah tersebut untuk terpuruk dari kehancuran. Hanya dalam waktu dua tahun sekolah itu tenggelam dalam kemunduran. Dan itu semua bukan karena ulah siapa, melainkan ulah dari sifat buruk kepala sekolahnya sendiri. Tapi ada dua kejadian hebat yang takkan pernah bisa dilupakan begitu saja. Ini bukan tentang kisah pahlawan, namun tentang bagaimana seorang guru yang bahkan nyaris namanya tidak pernah disebut. Ia tak pernah diikutsertakan dalam hal yang menyangkut urusan uang.


Pak Samsu, begitulah para guru dan siswa memanggil namanya. Ia bukan orang yang selama ini menggebu-gebu ingin diangkat sebagai guru PNS atau PPPK. Untuk lulus ujian sebagai PNS ia jelas mampu, namun adalah sebuah misteri yang tak bisa diungkap oleh siapa pun bahkan meski dibongkar oleh detektif kawakan seperti Sir Arthur Conan Doyle maupun Sinichi Koudo alias Conan, mengapa ia tak mau mendaftarkan diri sebagai aparatur negara. Padahal gaji PNS yang sekarang telah berubah namanya menjadi ASN, macam nama buronan uang triliunan saja, lebih dari kata cukup. Ia lebih memilih menjadi honorer meski ia telah mengabdi di sekolah tersebut lebih dari dua puluh tahun. Bukan hal baru lagi meski gaji yang ia terima dari sekolah masih jauh dari kata cukup. Tidak hanya jauh dari kata cukup, bahkan gaji yang ia terima sering tersendat karena lama menginap di tabungan kepala sekolah yang merasa paling berkuasa karena sekolah yang dipimpinnya adalah sekolah warisan.


Pernah suatu waktu Pak Samsu tidak pernah menerima gaji sampai setahun dan dua tahun. Padahal dana BOS dari pemerintah sama sekali tidak pernah telat cair. Tapi tidak ada seorang pun yang tahu ke mana larinya uang tersebut digelapkan oleh kepala sekolah yang di drop out oleh pesantren tempat di mana ia belajar agama dulu karena kasus penggelapan uang parkir pesantren. Meski gaji yang ia terima sering terlambat dan tidak pernah dicairkan sebagai haknya, Pak Samsu selalu menanggapinya dengan senyum. Senyuman getir yang hanya bisa dilihat oleh mata batin. Dan anehnya, meski Pak Samsu nyaris tidak pernah digaji oleh sekolah, namun Pak Samsu sukses menyekolahkan anak-anaknya sampai ke perguruan tinggi. Tak seorang pun yang tahu dari mana Pak Samsu memperoleh uang untuk membayar biaya sekolah dan UKT kuliah anak-anaknya. Yang jelas, Pak Samsu bukanlah orang sembarangan. Katakanlah ia jauh berbeda dengan guru yang lain.


Lalu apa yang membuat Pak Samsu layak dikenang dan patut dijadikan sebagai pahlawan?


***


Pagi itu adalah pagi yang paling meresahkan bagi sebagian guru yang mengajar pada hari itu. Sebab menurut informasi yang didapatkan dari wakil kepala sekolah akan datang dua orang monitoring dari Kemenag yang akan melakukan kunjungan guna memonitor jalannya ANBK kelas 11 SMA. Yang menjadi masalah adalah bulan ini sekolah tidak mengadakan ANBK yang sudah dijadwalkan oleh Kemenag.


Pada hari-hari sebelumnya, bendahara sudah menemui kepala sekolah untuk meminta uang ANBK yang akan dilaksanakan pada dua hari yang lalu. Tapi kepala sekolah tidak memberikan jawaban yang pasti kapan uangnya akan ditransfer. Sudah ibarat lalapan setiap hari dan bukan hal aneh lagi jika kepala sekolah tidak langsung merespons pengajuan dana sekolah. Ia hanya memberikan janji-janji yang tidak pernah ditepati.


"Bagaimana ini, Pak Samsu?" tanya Bu Febri, guru mata pelajaran Matematika kepada Pak Samsu yang saat itu tampak sedang menyeduh kopi di ruang kantor.


"Maksudnya, Bu?" kata Pak Samsu balik bertanya.


"Apa yang harus kita lakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari monitoring Kemenag?" Bu Febri melanjutkan.


Mendengar pertanyaan kedua yang meluncur dari mulut Bu Febri, Pak Samsu meresponsnya dengan mengulum senyum seakan ia telah memperoleh ilham untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada dirinya. Jujur ia sendiri sebenarnya tidak memiliki jawaban yang membuat kedua monitoring itu yakin, namun ia yakin bahwa jawaban yang telah tersimpan di dalam otaknya akan mampu membuat mereka yakin.


"Pak Samsu bukannya menjawab malah tersenyum. Jangan-jangan Pak Samsu sudah memiliki jawabannya?" ujar Bu Febri.


"Tentu saja, Bu," Pak Samsu tersenyum.


"Apa kata Pak Fauzi bilang kemarin?"


"Pak Fauzi hanya membekali saya secarik kertas yang menurut saya hanya akan membuat sekolah kita terseret dalam masalah yang besar. Dan jika data yang diberikan ini ketahuan palsu, bisa-bisa membuat kita menanggung malu yang tak bisa ditutup-tutupi," ujar Pak Samsu, lalu menyeruput kopinya.


Tak lama kemudian, datanglah dua orang monitor utusan Kemenag. Mereka disambut oleh dua orang guru yang lain, yaitu Bu Febri dan Bu Yanti. Lalu Pak Samsu masuk ke dalam kelas dengan membawa secarik kertas berisi berita acara pelaksanaan ANBK. Tanpa keraguan sedikit pun, lelaki itu menyerahkannya kepada petugas.


"Pelaksanaannya kapan, Pak?" tanya salah satu petugas.


"Kemarin dan hari ini, Bu."


"Bisa kami monitoringnya sekarang?"


Pak Samsu langsung menyahut,

"Jadi begini, Bu. Berhubung komputer di lab sekolah masih dalam proses perbaikan, maka pelaksanaan ANBK dilaksanakan di sekolah pesantren barat. Selain itu juga karena siswa pondok yang paling mendominasi daripada siswa nonpondok, maka pelaksanaannya dilaksanakan di sana," jelas Pak Samsu mencoba meyakinkan kedua orang monitor tersebut dengan sebuah akting yang tak kalah berkualitas dari Shah Rukh Khan maupun Reza Rahadian. 


"Bagaimana, Mbak?" tanya monitor pertama yang mengenakan kacamata kepada temannya. "Apakah kita mau memonitor ke sana? Kalau dibutuhkan kita minta antar sama bapak itu."


Kedua guru itu, Bu Febri dan Bu Yanti ketar-ketir saat kedua monitor itu hendak sidak langsung ke pesantren. Jika itu terjadi, maka tamatlah semua guru dan Pak Samsu akan terseret dalam masalah yang sangat besar karena telah memberikan data informasi palsu.


"Sudah. Tidak usah," jawab temannya yang usianya lebih tua.


Bu Febri, Bu Yanti dan Pak Samsu lega dengan jawaban tersebut.


"Instrumen ANBK nya ada, Pak?"


"Wah, kalau itu urusan operator, Bu. Saya hanya bertugas menyampaikan pesan yang disampaikan oleh Pak Fauzi. Itu saja," jawab Samsu.


"Baiklah. Kami akan melaporkannya kepada pengawas."


Hari itu, sekolah lolos dari kehancuran dan semua guru juga lolos dari rasa malu atas akting Pak Samsu yang memukau. Lalu, apakah hanya cukup di sini?"


***


Besok akan ada kunjungan dari pihak Puskesmas kelurahan yang akan mengadakan pemeriksaan kesehatan terhadap siswa. Adapun data yang mereka minta adalah data siswa kelas 10. Dan yang menjadi masalahnya adalah, kelas 10 kosong. Sama sekali tidak ada siswanya.


"Data apa yang harus kita isi untuk disetorkan kepada pihak Puskesmas, Pak? Datanya siapa?" tanya Pak Samsu kepada Pak Solihin saat mereka sedang berada di kantor guru. "Kita mungkin saja bisa memalsukan data dengan menulis nama dan NIK siswa SMP, tapi yang menjadi masalah adalah ketika pihak petugas bertanya, di mana siswanya? Kita harus menjawab apa?"


"Iya juga ya?" kata Pak Solihin yang telah mengabdikan diri sebagai bendahara di sekolah tersebut kurang lebih dari dua puluh tahun. "Tapi masak kita akan menjawab kalau siswa kelas 10 tidak ada?"


"Kalau memang itu jawaban yang terbaik, mengapa tidak?"


"Tapi, jika kita mengatakan dengan jujur bahwa siswa kelas 10 tidak ada, tentu hal ini dapat mempengaruhi data yang ada di EMIS, Pak. Dan jika ketahuan, maka pendapatan dana BOS akan berkurang."


"Lalu selama ini bagaimana? Apakah selama hampir tiga belas tahun ini kita selalu memberikan data yang palsu?"


"Itu semua Pak Fauzi yang ngatur, Pak."


Pak Samsu sama sekali tidak menduga kalau selama ini orang-orang yang berada di sekitarnya telah melakukan sebuah kecurangan hanya demi uang. Padahal mereka dikenal sebagai orang alim yang bahkan membenci orang-orang yang dianggap tidak melaksanakan perintah syariat.


"Sudah, Pak. Sekarang kita jangan fokus ke masalah tapi fokus mencari solusi untuk menyelamatkan sekolah ini," ujar Pak Samsu yang tidak mau berpanjang urusan hanya demi pembicaraan yang sia-sia.


"Lalu, apakah sampeyan punya solusinya?"


"Kita lihat saja besok, Pak." Pak Samsu tersenyum penuh arti.


Maka besoknya, Pak Samsu mengumpulkan seluruh kelas 11 yang tahun kemarin tidak diperiksa kesehatannya karena mereka tidak masuk sekolah. Jumlah mereka lima orang siswa sesuai dengan data yang diberikan kepada petugas tempo hari. Bu Febri dan Bu Yanti yang melihat itu pun merasa lega. Mereka juga bangga terhadap Pak Samsu, yang jelas bukan siapa-siapa telah menyelamatkan sekolah dan seluruh guru dari malu yang tak tertanggungkan.


***


Lelaki itu terus maju sebagai pahlawan meski dirinya sebenarnya hendak diperbudak oleh kepala sekolah. Di saat sedang genting dan ada masalah datang, ia justru menghadapinya dengan jiwa ksatria. Di saat yang lain bersembunyi di bawah ketiak istri dan suaminya sebagai pecundang, justru Pak Samsu muncul dengan jiwa pahlawan. Ia adalah penyelamat bagi perahu yang hendak karam.


Probolinggo, Agustus 2025


________


Penulis


Khairul A. El Maliky, pengarang novel, lahir dan besar di Kota Probolinggo, 5 Oktober 1986. Pernah belajar di kota Pekanbaru, Riau. Bukunya yang telah terbit berjudul Akad, Pintu Tauhid, dan Kalam Kalam Cinta (Penerbit MNC, 2024). Di sela kesibukannya mengarang novel, ia juga aktif sebagai guru Sastra Indonesia. Untuk pembelian buku bisa melalui: mejaredaksiimajinasiku@yahoo.com.



Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com